"Aku kembali terjebak dalam kungkungan lara.
Tenggelam dalam derasnya genangan luka.
Dan tersayat dalam guratan derita yang seolah tak kunjung sirna."-Perfect Things-
Malam itu, setelah memastikan Sahara sampai di rumah dengan selamat, Lintang menyempatkan diri mampir ke apotek, membeli beragam macam antiseptik, obat merah, alkohol, dan segala keperluan lainnya untuk mengobati luka di tangan Sahara.
Dengan perasaan ragu, Lintang mengetuk pintu rumah Sahara. Beberapa menit kemudian, pintu terbuka dan menampilkan wajah terkejut Sahara.
"Mau ngapain? Emangnya Mas Lintang udah nggak marah sama aku lagi?" tanyanya dengan wajah penuh harap.
Lintang menyodorkan plastik berisi obat antiseptik dan kawan-kawannya pada Sahara. "Itu nggak penting. Yang penting obatin luka kamu dulu."
Harapan itu pupus seketika, ternyata lelaki itu masih marah, namun dia mengabaikan gengsi dan mencoba tetap peduli.
Udara malam begitu dingin, namun hati Sahara justru menghangat. "... nanti juga sembuh sendiri."
Lintang menghela napas, dia menarik lengan Sahara, memeriksa separah apa luka di telapak tangannya. Untung saja, goresan itu tidak cukup parah, namun akan sembuh dalam waktu lama jika tidak segera diobati.
"Kalo gitu biar aku obatin," ujarnya sembari menuntun gadis itu untuk duduk di teras rumah.
Sahara tak menyahut, dia hanya terdiam ketika Lintang tampak kebingungan, cowok itu pasti tidak mengerti cara mengobati luka. "Hng ... bagusnya pake obat yang mana, ya?" gumam Lintang.
Sahara mendengkus, sebisa mungkin menahan kekehannya. "Sirem aja pake alkohol, abis itu langsung pasang plester. Kalo nggak bisa, mending nggak usah."
Lintang manggut-manggut. "Oh ... oke. Bisa kok, bisa!" Kemudian lelaki itu mengobati luka di tangan Sahara dengan hati-hati, dan menempelkan plester di atas lukanya dengan penuh kelembutan.
Lihatlah, bagaimana Sahara tidak dibuat semakin jatuh hati, jika Lintang bertingkah semanis ini?
Cukup lama mereka saling terdiam, Lintang tak kunjung melepaskan genggamannya di tangan Sahara hingga gadis itu memutuskan menarik diri.
"Makasih, Mas."
"Hm, kenapa bisa luka?"
"... kena senar biola."
Lintang menghela napas, "kalo lagi nggak fokus, mending nggak usah latihan dulu."
"Aku cuma cari pelarian pas lagi sedih."
Lintang tertegun, teringat pada apa yang pernah dia sampaikan pada Sahara. "Kalo hati gue lagi kacau, pelarian gue pasti ke musik. Asal main aja biar beban pikiran gue berkurang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Things (END)
FanfictionKarena mengalami krisis finansial, Sahara yang hanya hidup berdua dengan ibunya, terpaksa harus bekerja paruh waktu di sela-sela kehidupan sekolahnya. Dan entah sebuah keberuntungan atau justru kesialan, sebab dirinya harus berurusan dengan Lintang...