3.7 - Penyesalan

91 42 502
                                    

Votenya dulu sistahh xixi.

Setelah berminggu-minggu berjibaku dengan puluhan soal yang membuat pening kepala, Sahara akhirnya bisa terbebas dari semua beban itu, meski hanya sementara— setidaknya sebelum dunia perkuliahan dimulai

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Setelah berminggu-minggu berjibaku dengan puluhan soal yang membuat pening kepala, Sahara akhirnya bisa terbebas dari semua beban itu, meski hanya sementara— setidaknya sebelum dunia perkuliahan dimulai.

Matahari begitu terik sore itu, Sahara hendak membeli beberapa keperluannya di minimarket. Turun dari angkot, Sahara melihat Sona yang berjalan gontai di pinggir trotoar, kentara sekali bahwa cewek itu tidak memperhatikan keadaan sekitar.

Melihat sebuah motor yang melaju kencang ke arahnya, Sahara sontak membelalakkan mata, berlari dengan tergesa untuk menarik Sona yang nyaris saja celaka. Mereka berdua jatuh terjerembab, beberapa orang sontak berbondong-bondong membantu mereka.

Beruntung mereka berdua tidak apa-apa, Sona hanya mendapat luka lecet di sikutnya, sedangkan Sahara mendapat luka gores di lutut kakinya yang sempat menghantam paving block hingga celana jeansnya sedikit robek.

"Kenapa lo nolongin gue?" setelah lama terdiam, Sona akhirnya bersuara. Mereka tengah mengobati luka masing-masing, duduk bersampingan di bangku panjang yang tersedia di depan minimarket.

Jujur, Sahara juga tidak tahu apa alasannya. Dalam berbagai alasan, Sahara kecewa karena Sona yang sudah dia anggap teman, justru berkhianat dan membuat hubungan Lintang dipenuhi kesalahpahaman.

Namun hati nuraninya berkata, jika gadis itu membutuhkan pertolongannya. Sona terlihat dipenuhi beban yang membuatnya kehilangan arah.

"... Atas dasar manusiawi aja sih. Kalau pun ada orang lain di posisi lo, gue juga bakalan bantu sebisa gue."

"Dan ngebahayain diri lo sendiri?" Sona tampak skeptis.

Sahara menyunggingkan senyum tipis. "Mama gue pernah bilang, kalau kita berbuat baik sama orang lain, kita juga bakalan dapet kebaikan di masa mendatang. Begitu juga sebaliknya, ketika kita jahat sama seseorang ... suatu saat, kita juga bakalan dapet balasan yang setimpal."

"..."

"Gue mungkin kecewa sama sikap lo, tapi gue nggak mungkin biarin lo celaka. Apalagi di depan mata gue sendiri."

Sona tertegun. Hatinya mendadak diselimuti gemuruh asing, mungkin perasaan sedikit ... bersalah? Entahlah, Sona juga tidak begitu paham.

"Makasih," ucap Sona tanpa menatap ke arah Sahara.

"Sona, gue tau lo punya alasan tersendiri atas apa yang udah lo lakuin. Gue ... mungkin kecewa banget, karena gue pikir, kita bisa jadi temen terlepas dari masa lalu lo sama Mas Linlin."

"Nggak usah sok tau," ketus Sona.

Sahara mendengkus. "Gue emang nggak tau apa-apa, Na. Tapi gue tau satu hal..."

Sona memandangnya penuh tanya, seolah meminta Sahara untuk melanjutkan kalimatnya.

"... Lo sebenernya udah nggak ada rasa lagi sama Mas Lintang. Hati lo cuma diisi perasaan dendam, lo merasa segalanya nggak adil, lo merasa kalo Mas Lintang nggak berhak bahagia ketika lo sendiri bahkan masih terjebak dalam luka."

Perfect Things (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang