Lintang memasuki kamarnya yang terasa pengap lantaran jarang disinggahi. Tidak ada yang berubah sama sekali, hanya seprai dan tirai saja yang diganti secara berkala, membuat kamar ini masih tampak terawat meski selama dua tahun lebih tak dirinya tempati."Mama, Lintang pulang..." lirih Lintang seraya mengusap figura dirinya dengan Mama yang sengaja dia pajang di atas nakas.
Setelah puas menyambangi kamarnya yang dipenuhi jejak sang Mama, Lintang menilik pintu kamar yang terletak persis di sebelahnya; kamar milik Bumi, adiknya. Melihat pintu yang sedikit terbuka membuat Lintang tergerak untuk menutupnya. Namun ketika Lintang mendekat, ada sesuatu yang berhasil menyita perhatiannya.
Dari sela-sela pintu, Lintang mampu melihat sebuah foto yang tergeletak di meja belajar Bumi. Awalnya, Lintang mengira bahwa dirinya mungkin salah lihat, namun ketika dirinya semakin mendekat, dia dibuat terbelalak dengan kedua tangan saling mengepal erat.
Foto itu adalah foto candid seorang perempuan yang tengah bermain biola di sebuah pementasan. Dan perempuan itu tidak lain dan tidak bukan adalah ... Sahara, kekasihnya.
"Anjing!"
🌷
"BUMI!" seruan Lintang berhasil mengejutkan seisi rumah, termasuk Bumi dan Sahara yang tengah berada di halaman belakang.
Bumi dan Sahara kompak menoleh ke sumber suara, menatap pada Lintang yang tampak murka.
"Kenapa, Bang?" Bumi tampak kebingungan, namun dia masih menampilkan senyum terbaiknya.
"Sejak kapan lo suka sama Hara?" tanya Lintang dengan suara rendah yang membuat air muka Bumi seketika berubah.
Sahara menatap keduanya dengan cemas, merasa suasana akan semakin panas, dia meraih salah satu lengan Lintang yang sontak pemuda itu tepis, sebuah perlakuan yang membuat hati Sahara mencelos.
"Atau ... kalian punya hubungan spesial di belakang gue?"
Sahara menggelengkan kepalanya berkali-kali. "Nggak, Mas. Hara sama Bumi cuma temenan."
"Maksud lo apasih, Bang? Nggak usah nuduh yang nggak-nggak. Sahara nggak salah," bela Bumi.
Lintang terkekeh sinis. "Oh, terus bisa lo jelasin ini maksudnya apa?" tanyanya seraya menyodorkan foto yang dia ambil dari kamar Bumi.
Sahara terperangah, dirinya bahkan tidak tahu kapan foto itu diambil.
Bumi menghela napas, mengapa dirinya bisa seceroboh ini?
"Gue bisa jelasin, Bang."
"Apa?"
"Itu..." Bumi kehilangan kata, dia tidak mampu menjelaskan. Sebab apapun yang akan dia katakan akan memperumit segalanya.
"Nggak bisa jawab? Oke. Sahara, ayok kita pulang. Ada bagusnya kita ke sini sekarang. Aku semakin yakin sama keputusan aku buat tinggal kepisah aja," pungkas Lintang seraya berbalik.
Sahara memandang Bumi meminta penjelasan, namun cowok itu hanya menatapnya dengan tatapan sendu.
Langkah Lintang seketika terhenti ketika menyadari bahwa Sahara tak ikut beranjak pergi. "Ngapain diem aja? Masih mau berduaan sama Bumi?" tukasnya sarkastis membuat Sahara tersentak.
Sahara menggeleng, dia menatap Bumi dengan iba, sebelum bergegas menghampiri Lintang yang memandangnya begitu datar.
Sepanjang perjalanan pulang, hanya sepi yang meradang. Sahara terlalu takut untuk mengeluarkan suara, sementara Lintang jelas saja sedang tidak bisa diajak bicara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Things (END)
FanfictionKarena mengalami krisis finansial, Sahara yang hanya hidup berdua dengan ibunya, terpaksa harus bekerja paruh waktu di sela-sela kehidupan sekolahnya. Dan entah sebuah keberuntungan atau justru kesialan, sebab dirinya harus berurusan dengan Lintang...