18

1.1K 134 1
                                    

Sudah 2 hari Bulan tidak ada kabar, di chat tidak dibalas, telfon tidak diangkat. Hayden jadi sedih.

Ini sudah ketiga kalinya Hayden menghela nafas kasar.

"Kenapa sih?!" ucap Rafan kesal, namun lagi lagi dibalas gelengan.

"Kalian berdua ayo cepat berangkat sekolah, nanti ayah marah!" seru Jaya.

Diperjalanan tidak ada yang mau memulai pembicaraan, hanya terdengar suara musik.

"Belajar yang bener, ayah kerja dulu"

"Siap ayah" ucap keempatnya bersamaan.

Jaya, Jayden dan Rafan sudah ke kelas masing masing.

Baru Hayden menaruh tasnya, salah satu siswa memanggilnya, "Hayden kamu dipanggil kepala sekolah"

Jantung Hayden berpacu lebih cepat, panik, takut.

"Aku salah apa?" namun dibalas gelengan oleh siswa tadi.

"Semoga ga dapet masalah ya" ucap siswa itu lalu pergi.

Hayden berjalan di lorong menuju ruang kepala sekolah. 'Aku salah apa?' pikir Hayden.

Langkah anak berusia 15 tahun itu berhenti di depan pintu ruang kepala sekolah, Hayden menarik nafas pelan berusaha tenang lalu mengetuk pintu itu.

"Silahkan masuk" Ucap kepala sekolah dari dalam.

"Duduk Hayden" suruh Kepala sekolah itu.

"Kamu maksa Satria untuk merokok?" itu bukan pertanyaan. Nada yang dilontarkan kepala sekolah seperti tuduhan.

Hayden jelas kaget, kapan? justru mereka yang memaksanya, ternyata kakak kelasnya itu suka membalikkan fakta.

"Mereka kakak kelas kamu Hayden! apa perlu saya panggilkan orang tua kamu?" Hayden menggeleng cepat.

"Jangan pak! saya juga tidak memaksa kak Satria pak, justru saya yang dipaksa pak"

Kepala sekolah menghela nafas sebelum berkata "Padahal kamu anak yang berprestasi, sebentar lagi sudah mau SMA Hayden. Saya tidak menyangka kamu bisa berbuat seperti ini"

Hayden diam, percuma ia mau membela diri sekeras apapun.

"Maaf pak"

"Permisi pak" ucap siswa yang masuk keruang kepala sekolah, Satria.

Hayden menatap Satria marah sementara yang ditatap justru mengeluarkan seringainya.

"Minta maaf bukan ke saya Hayden, tapi ke orang yang kamu paksa berbuat hal buruk seperti itu"

Satria menatap Hayden remeh.

"Maaf, kak"

Satria mengangguk, "Gapapa dek, kakak maafin. Jangan paksa siswa lain ya? kasian paru paru mereka" Hayden menatap Kakak kelasnya itu malas.

"Baiklah saya anggap masalah ini beres, untuk Hayden" kepala sekolah menjeda ucapannya sembari menatap tajam Hayden.

"Sekali lagi kamu ulangi, saya tidak segan segan mengeluarkan kamu dari sekolah ini! tidak peduli seberprestasi apa kamu, mengerti?" lanjut kepala sekolah dengan tegas.

Hayden mengangguk lalu keluar dari ruangan itu.

[ Kanarandra ]

Malam Hayden bersyukur setelah keluar dari ruang kepala sekolah Satria tidak mengganggunya lagi, kini ia sudah sampai dirumah.

Dering telfon memudarkan lamunan Hayden, "Halo Bulan" sapa Hayden sembari tersenyum.

"Maaf ya, hp aku disita ayah. Nanti kita boncengan ya hari minggu"

Hayden menyirit bingung "Bulan kenapa? kok suaranya bergetar kayak lagi nahan nangis?"
Hayden menjeda kalimatnya.

"Bulan kalau mau nangis, nangis aja jangan ditahan. Hayden ada disini! atau mau Hayden samperin?" lanjut Hayden.

Hayden setia menunggu Bulan yang kini sedang mengeluarkan kesedihannya.

Biarkan Bulan berbagi kesedihannya.

"Sudah sedikit tenang cantik?" tanya Hayden lembut.

"Hayden, mama pukul aku buat ngelampiasin amarahnya karena papa selingkuh hiks mama bilang 'Harusnya aku yang mati' aku anak pembawa sial ya Hayden hiks?" tanya Bulan susah karena sesegukan.

Hayden menggeleng, jahat sekali ibu Bulan ini!! sakit sekali mendengar ucapan Bulan tentang ibunya, "Sekarang kamu dimana?"

"Aku dikamar, dikunciin dari luar"

"Tenang ya? aku samperin mau? kirim lokasi Bulan"

"Jangan, aku gak mau jadi beban kamu"

"Bulan" bentak Hayden.

"Gak ada yang beban!! kita sama! kita hidup satu atap dengan manusia manusia egois" lanjut Hayden.

"Hayde, sudah dulu ya? aku ngantuk"
lalu telfon dimatikan sepihak.

"Hayden" panggilan itu membuat pandangan Hayden beralih, Bundanya.

"Iya bun?"

Sang bunda berjalan mendekat, lalu duduk didepan Hayden.

"Jaya sedih ulangan matematika nya jelek, kamu mau ya mengalah?"

Bingung, Hayden bingung. Apa maksud sang bunda,
"Hayden besok ada ulangan harian ips?  ngalah ya nak?" Ah sekarang Hayden mengerti.

Hayden mengangguk, 'Baiklah aku akan mengalah'

[ Kanarandra ]

Pulang sekolah Hayden segera meletakkan sepatunya berniat untuk tidur.

Lelah sekali, sehabis ulangan Hayden berniat pergi kekantin namun Satria dan teman temannya kembali menyeretnya kegudang.

Beruntung mereka tidak melayangkan pukulan diwajah nya, tapi perut dan punggungnya membiru sekarang.

'Tak apa, semua akan baik baik saja. Sakitnya juga akan hilang' batin nya berusaha melupakan rasa sakitnya.

Baru ingin menaiki tangga suara bundanya menghentikan langkahnya, "Jaya tidak usah sedih, nilai 80 itu bagus. Liat itu Hayden dia hanya bisa memperoleh nilai 20, mengecewakan sekali!! emang anak pembawa sial" kata sang bunda.

"Brengsek" umpat Jerico

Sekarang bukan hanya fisiknya yang sakit namun hatinya juga.

'Tidak apa apa Hayden. Jangan marah! ini demi saudaramu!' batin Hayden.

-------
Maaf ya hari senin PTS, maaf kalau up nya gak bisa sehari sekali/dua kali lagi

Kalo kalian lagi dihadapan Yuna, apa kira kira yang mau kalian ucapin?

Kalo kalian lagi dihadapan Yuna, apa kira kira yang mau kalian ucapin?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kanarandra  [END] / RevisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang