Jay menghela nafas menatap layar laptopnya yang menampilkan file skripsi nya yang sudah mulai memasuki bab 2. lelaki itu memutuskan untuk menyudahi acara mengerjakan skripsinya setelah ia menyadari bahwa sudah kurang lebih 3 jam ia berada di sini. Jay baru saja ingin memejamkan matanya, namun sebuah sensasi dingin tiba tiba merambati pipinya membuat lelaki itu reflek berjengit menjauhi sumber dingin tersebut.
"Sea?"
Gadis yang di panggil hanya tersenyum menatap jay, "Istirahat dulu, kamu pasti belum makan kan?" Jay tidak menjawab, karena apa yang di lontarkan sea sebetulnya hanya pertanyaan retorik yang gadis itu sudah ketahui jawabannya.
"Nih minum dulu." Ucapnya sambil menyodorkan sekaleng soda pada jay.
"Lagi gak mau soda."
"Yaudah aku pesenin jus ya? mau?" jay hanya mengangguk saja, sementara sea berlalu untuk memesan jus. Jay mengedar pandang ke segala penjuru cafe. Suasananya tidak terlalu ramai, tetapi juga tidak terlalu sepi. Beberapa tampak sedang bersantai, berbicara, menghabiskan waktu bersama orang yang di sayangi, sedangkan beberapa yang lain terlihat serius belajar. Tempatnya yang strategis dengan harga makanan yang terbilang cukup murah membuat cafe ini menjadi sasaran empuk untuk mahasiswa yang ingin mengerjakan tugas.
Suara denting bell cafe mengiringi langkah seorang pengunjung yang baru saja masuk bersama kedua putranya. Ia tampak sibuk memesan kue sementara kedua putranya (yang sepertinya tidak memiliki jarak umur yang jauh) sibuk bermain sendiri. Terkadang saling mengejar, atau melontarkan tawa satu sama lain.
Senyum sendu tanpa sadar terlukis di wajah jay. melihat kedua anak itu mengingatkannya pada masa lalu dimana hubungannya dengan niki masih baik baik saja. Bahkan bisa di bilang niki itu bisa berubah menjadi sangat manja kalau sudah berhadapan dengan jay.
saat itu niki masih berumur 3 tahun.
Sudah sejak 10 menit lamanya niki berusaha membujuk sang kakak untuk bermain bersama. Tetapi Jay tetap pada pendiriannya, bahwa ia sedang tidak ingin bermain. Jay hanya ingin menonton tv karena sebentar lagi acara kartun favoritnya akan segera di mulai.
Niki yang merasa kesal pun akhirnya berlalu meninggalkan jay sambil mengancam "Awas aja kalo jay minta main ama iki. iki ndak akan mau nelima. iki ndak mau temenan ama jay. jay nyebelin."
yang saat itu hanya di balas jay dengan "Ya.. ya.." yang membuat bocah 3 tahun itu semakin merasa kesal di buatnya. Awalnya niki hanya berniat bermain di halaman belakang saja. Karena kata papa, kalau nggak di temani jay, niki tidak boleh keluar. tetapi netranya tanpa sengaja melihat seorang anak kecil yang mungkin sepantaran dengannya sedang bermain di luar menggunakan sepeda roda tiga.
Niki yang melihat itu seketika bersemangat. Entah bagaimana caranya, tetapi niki berhasil keluar dari rumah. tidak ada yang menyadari bocah kecil itu mengayuh sepedanya begitu saja keluar dari kawasan rumah.
"Kamu mau kemana?" tanya niki tiba tiba muncul di sebelah anak yang ia lihat dari dalam pagar tadi.
"Mau belmain ke tulunan. kamu mau ikut? selu sekali looh." katanya terlihat bersemangat.
"oh ya?"
"iya lasanya kaya belmain pelosotan dengan sepeda. pasti selu. ayo ikut aku, kita balapan, yang duluan sampai, dia yang menang."
"oke, siapa takut." ucap niki.
keduanya mengayuh sepeda dengan cepat ke arah tanjakan. sampai di sana keduanya mulai menghitung mundur dan bersiap meluncur.
"3..2..1.. melunculll..." teriak keduanya bersamaan.
Niki terlihat tertawa begitu senang, begitu pun bocah di sebelahnya. benar yang di katakan anak itu, bahwa rasanya menyenangkan seperti bermain perosotan dengan menggunakan sepeda. Entah mendapat ide dari mana, niki mengayuh sepedanya agar meluncur lebih cepat.

KAMU SEDANG MEMBACA
promise
Fanfiction"Jay, janji kan gak akan tinggalin iki?" yang di tanya justru tertawa, sambil melihat adiknya dan mengusap kepala tersebut dengan penuh sayang. "emangnya Jay mau kemana iki?" yang lebih kemudian segera memeluk yang lebih besar, "Iki sayang banget sa...