00.06

579 99 10
                                    

Niki terbangun saat mendapati kerongkongannya terasa kering. Matanya melirik ke arah nakas, mendapati gelasnya telah kosong. Di luar sana langit tampak kelabu dengan hujan dan angin kencang turut menyertai membuat lelaki 15 tahun itu menghela nafas, hawa dingin di kamarnya membuatnya ingin bergelung saja dalam selimut. Pada akhirnya dengan langkah gontai ia melangkah menuju dapur untuk mengambil air.

Suasana rumah tampak sepi. entah kemana perginya semua orang, bahkan niki tidak melihat keberadaan kakaknya yang tadi mengantarnya pulang. Bagi niki, ada atau pun tidak ada jay juga tidak masalah, atau mungkin sebenarnya..

ia tidak peduli.

Bisa saja kakaknya itu sedang ada urusan mengingat tahun ini adalah tahun terakhir kuliahnya. Dari arah dapur, samar samar niki bisa mendengar suara pintu di buka.

'Ada yang datang.' pikirnya.

Niki segera berjalan menuju ruang tengah untuk melihat siapa yang datang, dan mendapati sang ibu sedang duduk sambil menyandarkan kepalanya di sofa ruang tengah. Dari arah dapur Niki menatap sang ibu lamat lamat, wanita yang sudah berkepala 4 itu tampak kelelahan.

Sebuah ide cemerlang tiba tiba melintas di kepalanya. Niki kemudian kembali ke dapur, memutuskan untuk membuatkan ibunya teh. Siapa tau teh buatannya bisa membuat lelah sang ibu berkurang.

Maka dengan wajah tampak berseri, niki segera membuatkan sang ibu teh. Tidak lupa turut menyajikan beberapa camilan sebagai pendamping.

"Mama.. ini niki buatin mama teh.." ucapnya dengan senyum yang tidak juga luntur dari wajahnya yang masih tampak pucat.

"Jangan ganggu saya. Lagi pula saya nggak suka teh." Ketus sang ibu jelas menggambarkan penolakan. Namun, niki tidak lantas menciut begitu saja mengingat bahwa ia juga menyajikan kue kesukaan sang ibu.

"Nggak papa kalo mama nggak suka teh nya, niki bawain mama kue jug—" belum selesai niki berbicara, sang ibu yang tadinya memejamkan mata, kini sudah duduk tegak sambil menatap lelaki 15 tahun itu dengan tatapan sinis.

"Heh?! Kamu tuli?! Hah?! Tadi saya bilang apa, jangan ganggu saya!! Kamu denger nggak sih?!" Bentak wanita itu, membuat senyuman niki seketika luntur.

"Tapi niki cuma buatin teh buat mam—" lagi, belum selesai niki berbicara, sang mama tau tau mengambil cangkir berisi teh panas itu dari meja, kemudian tanpa aba aba menyiram teh tersebut ke arah niki membuat laki laki itu memekik karena tangannya tersiram air panas dari teh yang di buatnya.

"Dasar anak sial! Padahal sudah saya bilang jangan pernah muncul di depan saya!" wanita itu kemudian melempar cangkir di tangannya hingga hancur berkeping keping.

PRANG!

seolah hal tersebut belum cukup, tangannya dengan ringan menampar wajah niki hingga sudut bibirnya terluka.

Plak!

"Berani beraninya kamu malah muncul! Dasar idiot! Kamu ngga ngerti apa artinya 'jangan muncul'." Jemari kurus milik sang ibu kerambat di sela sela rambut niki, kemudian menjenggutnya dengan keras. "Ngeliat muka kamu bikin saya muak tau nggak!" Bisik sang ibu kemudian mendorong keras kepala niki, hingga tubuhnya yang lemas itu tersungkur.Niki terisak saat sang mama berjalan meninggalkannya. 


"Mama kenapa jahat sama niki? hiks" Lirih nya namun masih dapat di dengar sang ibu membuat langkah wanita itu terhenti.

"...padahal niki ngga nakal, niki cuma buatin mama teh, kenapa mama marah.. hiks."

"Niki salah apa..?"

"Kenapa niki ngga pernah di perlakuin kaya kak jay.. hiks..kenapa niki selalu di kasarin sama mama.. hiks.. padahal niki juga mau di sayang.. hiks.."

promiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang