/Trigger Warning : self harm!!/
Kalau biasanya niki memang selalu datang ke sekolah dengan tampang datar dan menyeramkan, entah mengapa juan merasa bahwa hari ini niki justru tampak 10 kali lebih menyeramkan. Auranya seperti mengatakan bahwa, 'berurusan sedikit aja sama gue lo bakal abis.' makanya juan yang biasanya bawel setengah mampus hari ini cuma diem aja liatin Niki yang tampaknya agak murung dari hari hari biasa.
Beberapa kali mulut juan terbuka, namun segera terkatup lagi kala menyadari sepertinya Ni-ki benar benar tidak ingin di tanyai. tapi, namanya juga juan. Sehari aja ngga ngomong pasti mulutnya udah gatel.
"Ki, napa sih, diem aja lu dari tadi." ucapnya menyenggol bahu niki yang kini memilih merebahkan kepalanya diatas meja. "Lo pusing? Lo masih sakit ya? Mau gue telponin--"
"Bisa diem gak ju?" tanya niki, menatap juan dengan tatapan datar.
Siang ini kebetulan sekali sedang jam kosong, sebenarnya mereka boleh melakukan apa saja, tapi tidak boleh keluar kelas. Tapi, namanya juga peraturan, kata mereka "peraturan itu ada untuk dilanggar." alhasil beberapa dari mereka pergi ke kantin untuk mengisi perut. Lumayan kan, di jam kosong itu kantin pasti sepi, dan mereka bisa memesan tanpa perlu repot mengantri.
Kembali lagi pada niki dan juan.
Niki memutuskan untuk membuka catatannya, membuka halaman paling belakang dan mencoret coret lembaran kosong di sana. dari tampak luar, niki terlihat begitu tenang, dan diam, berbeda dengan isi kepalanya yang terus menerus ribut meneriaki fakta yang tidak ingin niki dengar.
"Apa sikap saya selama ini tidak cukup jelas untuk kamu mengerti?"
Semakin tidak diinginkan, memori itu justru dengan kurang ajarnya kembali berputar.
"ITU KARENA SAYA BENCI SAMA KAMU!"
"Saya benci sekali melihat kamu sampai rasanya ingin melenyapkan kamu dari dunia ini."
benci.
lenyap.
mati.
Niki rasanya benar benar ingin teriak, kepalanya terasa sangat sakit hingga ingin pecah. tubuhnya sampai bergetar kecil, namun sepertinya tidak ada orang yang menyadarinya. Termasuk juan, karena tadi samar ia mendengar juan izin padanya untuk pergi ke kantin.
dengan tangan yang masih bergetar niki mengeluarkan sebuah benda berwarna silver yang sedikit berkilap di bawah terpaan cahaya matahari. sebelah tangannya terulur, mulai menggoreskan benda berkilau berwarna silver itu ke pergelangan tangannya.
satu kali..
dua kali..
tiga kali..
Bukannya kesakitan niki malah semakin menjadi. Bukan kesakitan, niki justru merasakan kelegaan yang tidak pernah di rasakan sebelumnya. Nafasnya yang semula sedikit memburu perlahan mulai sedikit tenang.
terlalu asik dengan pikirannya sendiri niki sampai tidak menyadari bahwa juan kini telah duduk manis di sebelahnya. lelaki berwajah chubby itu menepuk bahu niki dan menyodorkan sandwich cream cheese yang tadi di belinya di kantin untuk niki.
"Nih makan." Ucapnya menyodorkan setangkup roti itu pada niki. dengan perlahan, niki segera menggulung kardigan yang dipakainya hingga menutupi pergelangan tangannya kemudian menerima pemberian jungwon seolah tidak pernah terjadi apapun sebelumnya.
***
Semua--
Ralat, sebagian besar siswa di kelas niki sangat terkejut saat mengetahui hari ini mereka harus ulangan matematika. termasuk Niki. Namun beberapa lainnya tampak tenang membuat niki berasumsi bahwa mungkin memang ulangan ini sudah di beritahukan di minggu lalu. Mulanya niki ingin memprotes juan, namun ketika melihat juan yang sama paniknya niki tidak jadi marah.
KAMU SEDANG MEMBACA
promise
Fanfiction"Jay, janji kan gak akan tinggalin iki?" yang di tanya justru tertawa, sambil melihat adiknya dan mengusap kepala tersebut dengan penuh sayang. "emangnya Jay mau kemana iki?" yang lebih kemudian segera memeluk yang lebih besar, "Iki sayang banget sa...