13| Rumor atau fakta?

409 22 1
                                    

Sederhananya, terlahir cantik dan tampan adalah anugerah dari Tuhan. Namun, memilih tampil menarik sekaligus unik adalah bagian dari pilihan.

***

Alam

Tha lo udah berangkat belum?

Belum

Ini gue udah dibawah

Hah? Kok gak bilang dulu sih?

Alam tak membalas pesanku lagi. Anak itu benar-benar aneh sekali. Semuanya suka sekali ia lakukan tiba-tiba tanpa persetujuanku terlebih dahulu. Aku mengintip dari balik jendela saat sudah turun dari kamar dan benar saja, ia sudah ada di depan gerbang rumah lengkap dengan pakaian seragamnya.

"Kok kamu main jemput aja sih, Lam? Nggak sopan tahu," cercaku saat ia sedang asyik memainkan ponselnya di atas motor.

Ia menyimpan ponselnya ke dalam saku seragamnya. "Siapa yang bilang mau jemput lo?"

Aku melongo mendengar jawabannya.

Dia tertawa renyah. "Bercanda! Serius amat lo, jadi gemes!" serunya seraya mengacak rambutku.

"Ih apasi ngacak-ngacak rambut mulu? Nggak lucu tau!" Aku menepis tangannya dengan segera.

"Akhir-akhir ini gue lihat lo selalu pakai cardigan mulu. Lo sebenarnya lagi sakit, ya?"

Alih-alih menjawab pertanyaannya, aku justru malah fokus merapikan kardiganku─takut jikalau dia tak sengaja melihat yang sudah kulakukan dengan lenganku. "Gapapa, lagi suka aja."

"Nggak usah bohong lo,"

Aku menelan ludah. Tak biasanya ia menekan ucapannya seperti barusan. Apa dia tahu sesuatu?

"Udah ah. Aku berangkat duluan ya, takut kesiangan." Dia menarik lenganku saat aku langsung berlalu pergi dari hadapannya.

"Lo nggak ngehargain gue banget, sih. Ngapain coba gue ke sini kalau bukan buat jemput lo?"

"Kan tadi─"

"Kan udah gue bilang itu cuman candaan, Dithaaa." Alam menyodorkan helmnya padaku. "Nih, atau mau gue pakein aja?"

"Nggak usah. Aku juga bisa pake sendiri," tolakku cepat. "lagian kalau bukan sama kamu, aku mana mau dijemput tiba-tiba kayak gini."

"Cieee... jadi maksudnya gue─"

"Gak. Sebelum kamu mikir yang aneh, aku tegasin kalau pikiran kamu nggak bener. Maksud ucapan aku tuh intinya aku mau ikut bareng karena aku ngehargain kamu sebagai temen."

Alam hanya tertawa kecil, kemudian melajukan motornya setelah memastikan aku duduk dengan benar. Bisingnya kendaraan lain memecah keheningan di antara kami, padahal tak biasanya Alam seperti ini. Aku pun tak tahu, mengapa sikapnya jadi sedikit berubah beberapa hari ke bekalang.

"Lo lagi deket sama Kak Juna, ya?"

"HAH?? KATA SIAPA?"

Alam sedikit menghindarkan kepalanya dariku yang refleks menjawab setengah berteriak. "Biasa aja kali, gue kan cuman nanya. Ngegas amat deh lo jadi gemes!"

Surat Cinta untuk Diriku SendiriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang