BAGIAN 4

97 9 0
                                    

Satu kenyataan yang paling sulit diterima Datuk Gadang adalah sebuah kegagalan. Demikian pula yang terjadi ketika Prabangkara melaporkan apa yang dialami.
Setelah melihat keadaan tangan kanan Prabangkara yang hangus, laki-laki gemuk tinggi itu sudah dapat menduga kalau lawan yang dihadapi orang andalannya ini pastilah memiliki kepandaian lebih tinggi. Dia tidak pernah berpikir bahwa ternyata Datuk Panglima Hitam mempunyai anak buah yang memiliki kepandaian tinggi.
Datuk Gadang bisa menduga begitu, karena tahu betul kehebatan yang dimiliki Prabangkara. Dengan Kecapi Setan di tangannya, jasa-jasa Prabangkara tidak sedikit terhadap apa yang telah dicapai Datuk Gadang.
"Jadi Menda tewas di tangan gadis itu?" tanya Datuk Gadang, setelah lama terdiam.
"Benar, Datuk!" sahut Prabangkara, berbohong. Padahal, Menda tewas di tangan Pendekar Rajawali Sakti.
"Kami sebenarnya sudah hampir sama-sama mati. Tetapi Dewi Mawar Selatan cukup cerdik Dia melepaskan pukulan dahsyat di saat kami sama-sama mengadu tenaga dalam. Inilah akibatnya...!" jawab Prabangkara.
"Mengapa kau tidak mampus saja sekalian?!" dengus Datuk Gadang, ketus.
"Kalau aku mati, tentu tidak ada yang melaporkan kejadian ini pada Datuk. Lagi pula aku telah bertekad untuk membalaskan segala sakit hati pada gadis itu!" geram Prabangkara.
"Bagus! Mudah-mudahan gurumu mendengar kekalahanmu, sehingga aku tidak perlu susah payah mengundang kakek berangasan itu!" sambut Datuk Gadang, penuh harap.
"Aku malah berharap semoga Guru tidak mendengarnya, Datuk. Sebab, nanti beliau menghukumku!"
"Bodoh! Jika gurumu Dura Seta datang membantu, tentu kita tidak akan begitu berat dalam menghadapi lawan!" bentak Datuk Gadang.
"Terserah bagaimana pendapat Datuk, yang penting aku akan mematuhi perintah Datuk!" sahut Prabangkara, yang tampaknya memang tidak suka berdebat dengan majikannya.
"Sekarang sudah hampir larut malam. Sebaiknya kau istirahat. Mudah-mudahan malam ini tidak seekor kecoa pun yang datang ke sini!"
Ucapan Datuk Gadang sama sekali tidak ditanggapi Prabangkara, karena kakinya sudah melangkah menuju ke kamarnya. Namun ketika melewati salah satu kamar yang ditempati istri Datuk Gadang, Prabangkara jadi kaget. Dia melihat ceceran darah di depan pintu.
Dengan tangan gemetaran didorongnya pintu yang sedikit terbuka. Begitu pintu terbuka, tubuh Prabangkara mengejang. Matanya melotot seperti melihat hantu. Di dalam kamar ternyata sembilan istri Datuk Gadang telah menjadi mayat dalam keadaan bertumpuk.
"Datuuukkk...!"
Teriak Prabangkara membuat Datuk Gadang yang baru saja masuk ke dalam kamar pribadinya tersentak. Laki-laki tinggi besar ini langsung berbalik, memburu ke arah datangnya suara.
"Ada apa, Prabangkara?" tanya Datuk Gadang begitu sampai di depan tangan kanannya.
"Lihatlah ke dalam, Datuk. Semua istri Datuk telah tewas secara mengenaskan...!" seru Prabangkara.
Tanpa membuang-buang waktu Datuk Gadang langsung menerobos ke dalam ruangan. Dan dia jadi terkesima, melihat darah menggenangi lantai, membanjiri mayat-mayat istrinya yang berserakan tumpang tindih.
"Keparaaattt...!"
Datuk Gadang meraung seperti harimau terluka. Tidak terkirakan betapa terpukulnya hati laki-laki ini. Setelah cukup lama memandangi mayat kesembilan istrinya, matanya yang telah berubah memerah tampak memandang ke langit-langit kamar.
"Setelah melihat luka-luka di tubuh mereka aku tahu ini bukan perbuatan Dewi Mawar Selatan! Rupanya kau telah datang sendiri kemari, Datuk Panglima Hitam!" desis laki-laki berbaju kuning ini geram.
"Apa yang harus kulakukan, Datuk?" tanya Prabangkara cemas.
"Kumpulkan seluruh penjaga yang berada di dekat sana. Malam ini, kita sambut tamu paling istimewa selama hidupku!" perintah Datuk Gadang tegas.
Prabangkara segera melaksanakan perintah majikanya. Dia berlari cepat ke depan. Namun setelah sampai, Prabangkara langsung tercekat. Karena, ternyata tiga puluh orang anak buah majikannya telah terkapar menjadi mayat!
"Datuuukk..!" teriak Prabangkara kembali tanpa sadar.
Datuk Gadang jelas mendengar jeritan anak buahnya. Tubuh laki-laki ini langsung berkelebat ke depan. Setelah sampai di halaman depan dia tertegun. Ternyata, semua anak buahnya sudah tewas dibantai secara mengerikan pula.
"Heaaa...!"
Dalam puncak amarahnya, Datuk Gadang berteriak keras. Suaranya membelah kesunyian malam yang sedemikian mencekam.
"Kau rupanya telah datang, Datuk Panglima Hitam. Satu hal yang paling sangat kusesali, mengapa harus membunuh orang-orang yang kucintai?!"
Sejenak suasana berubah sunyi. Ucapan Datuk Gadang tidak ada seorang pun yang menjawabnya. Hanya sebagai orang yang menganut ilmu 'Cindaku' Datuk Gadang tahu kalau lawannya berada di sekitar situ. Namun, entah mengapa orang yang dimaksud tidak kunjung datang juga. Atau karena lawan ingin menghabisinya secara sembunyi-sembunyi?
Pertanyaan Datuk Gadang tak lama terjawab, ketika tiba-tiba saja berkelebat satu sosok bayangan merah. Dan tahu-tahu di depannya telah berdiri satu sosok tinggi besar berpakaian merah. Datuk Gadang jelas terkejut. Sebab Datuk Panglima Hitam tidak pernah berpakaian merah.
"Datuk Merah?!" seru Datuk Gadang terkejut, karena salah duga. Pikirnya, yang akan datang adalah Datuk Panglima Hitam. Tak tahunya, Datuk Merah.
"Benar! Aku Datuk Merah," sahut laki-laki berkumis serta berjenggot panjang ini dingin.
Untuk beberapa saat mereka hanya saling berpandang, seakan-akan mencoba menjajaki kepandaian masing-masing setelah terpisah selama bertahun-tahun.
"Apa kesalahanku padamu, Datuk Merah? Mengapa kau begitu tega membunuh orang-orang yang sangat dekat denganku?" tanya Datuk Gadang, memecah kebisuan.
"Kesalahanmu? Apakah kau lupa sejak kematian Guru Lebai Nan Rancak, kita memang sudah berseteru? Aku secara pribadi memang mencoba melupakan masa lalu. Juga, kekalahanku waktu itu. Tapi tindakan anak buahmu yang bernama Dewi Mawar Selatan sungguh keterlaluan dengan membakar hidup-hidup seluruh muridku! Jika aku kehilangan orang yang sangat kusayang, apakah tidak cukup adil kalau kau juga harus kehilangan orang yang sangat kau sayangi?" tukas Datuk Merah.
Sadar atau tidak, sebenarnya telah terjadi kesalahpahaman di antara mereka. Namun, Datuk Gadang malah menganggap kalau Datuk Merah hanya menutupi kesalahan Datuk Panglima Hitam. Karena dia tahu, antara kedua orang itu masih terjalin hubungan sangat baik
"Kau hanya menutupi kesalahanmu sendiri, atau mungkin juga kesalahan Datuk Panglima Hitam. Menurut sepengetahuanku, Dewi Mawar Selatan adalah orang yang berada di pihak Datuk Panglima Hitam. Kau tentu memutarbalikkan kenyataan dan bersikap pura-pura!" sergah Datuk Gadang.
"Seribu kata dapat kau ucapkan, Datuk Gadang! Sangat jarang orang yang mau mengakui kesalahannya di dunia ini. Tahukah kau, sebenarnya aku muak bicara denganmu!" sambar Datuk Merah, sengit "Kepalang basah! Aku akan mengabulkan apa pun keinginanmu!"
Mendengar kata-kata bernada tantangan, Prabangkara tentu tidak tinggal diam. Segera dihadang Datuk Merah.
"Biarkan aku yang menghadapi Datuk Merah! Aku ingin tahu sampai di mana kehebatannya!" kata Prabangkara tanpa menoleh pada Datuk Gadang. Sementara matanya menatap tajam pada Datuk Merah.
"Bagus! Sekarang saatnya kau tunjukkan kesetiaanmu padaku!" sambut Datuk Gadang.
"Aku segera membunuhmu, tidak sampai lima jurus!" leceh Datuk Merah.
"Manusia bermulut besar! Rasakanlah! Hiyaaa...!" teriak Prabangkara disertai satu lompatan ganas.
Kecapi Setan yang sudah dilepas, langsung meluncur deras ke bagian kepala Datuk Merah. Namun kakek berbaju merah ini cepat melenting ke udara sambil berjumpalitan beberapa kali.
Melihat sabetan Kecapi Setan miliknya tidak mengenai sasaran, Prabangkara segera mencabik tali kecapinya. Seketika terdengar gelombang suara yang menyakitkan gendang-gendang telinga.
Datuk Merah yang seharusnya akan melepaskan tendangan ke dada, terpaksa diurungkan. Segera indera pendengarannya ditutup setelah mengerahkan tenaga dalam yang dimiliki.
Twing! Twing! Twing!
Dengan demikian, pengaruh petikan kecapi yang dapat menghancurkan gendang-gendang telinga lenyap. Prabangkara kiranya tidak menyadari kalau Datuk Merah telah mampu mengatasi serangan melalui suara ini. Sehingga kecapinya terus dipetik.
"Aku akan merobek-robek tubuhmu!" teriak Datuk Merah.
Seiring kata-kata yang diucapkannya Datuk Merah mengerahkan jurus 'Harimau Keluarkan Kuku, salah satu jurus dari rangkaian jurus 'Harimau' yang dimiliki
"Heaaa...!"
Set! Set! Set!
Kedua tangan Datuk Merah yang terpentang membentuk cakar meluncur deras ke arah Prabangkara. Laki-laki yang sekujur tubuhnya hangus ini mempergunakan Kecapi Setan di tangannya untuk menangkis serangan.
Twing! Trang! Prak!
Kecapi Setan Prabangkara kontan hancur tercabik-cabik. Akibat pecahnya senjata aneh itu, timbul asap hitam yang menebar memenuhi sekitarnya. Asap hitam yang semakin menebal perlahan-lahan membentuk sesosok tubuh berwarna hitam. Wajah sosok itu tampak angker dan lonjong. Alisnya tebal. Sedangkan pada sudut-sudut bibirnya, tampak dua pasang taring mencuat panjang!
"Iblis!" desis Datuk Merah. Datuk Merah terpaksa menarik kepalanya ke belakang saat sosok hitam yang terbentuk dari gumpalan asap menjulurkan tangan ke bagian leher. Ternyata tangan makhluk jejadian itu dapat memanjang. Bahkan semakin lama bertambah panjang. Tubuhnya terus bertambah tinggi, seakan ingin menggapai langit.
Datuk Merah tidak kehilangan akal. Disadari betul kalau sosok tinggi hitam yang jadi lawannya sekarang hanya penjelmaan dari kepingan Kecapi Setan yang telah dihancurkannya. Untuk mengatasinya, segera kedua tangannya dirangkapkan dan digosok-gosokkan satu sama lain. Semakin lama, mulai mengepul kabut tipis berwarna putih. Kabut itu kemudian membubung tinggi ke udara.
Bersamaan dengan itu pula, terbentuk sesosok makhluk yang sama-sama mengerikan. Sosok jejadian berwarna putih ini langsung menyerang sosok jejadian yang berasal dari kepingan Kecapi Setan. Datuk Merah kini berdiri tegak dengan tangan terlipat di depan dada. Demikian juga Prabangkara. tampaknya masing-masing sedang mengadu kekuatan hitam.
Sosok hitam yang menjulang tinggi terus bertarung dengan sosok putih yang diciptakan Datuk Merah. Seiring terdesaknya sosok hitam tubuh Prabangkara pun tergetar. Dan tiba-tiba...
Glarrr!
Bersamaan terdengarnya ledakan, tubuh Prabangkara terlempar dan terguling-guling. Sekujur tubuhnya tampak meneteskan darah. Sedangkan sosok hitam miliknya meraung keras lalu lenyap. Datuk Merah yang hanya jatuh terduduk segera bangkit berdiri. Sosok yang diciptakannya pun telah lenyap.
Sementara, Datuk Gadang tidak menyangka kalau lawannya telah memiliki kepandaian yang sedemikian pesat dan mengagumkan. "Jika kau mempergunakan ilmu sihirmu untuk menghadapi aku, maka kematianlah bagimu!" desis Datuk Gadang.
"Aku dapat berbuat apa saja untuk membunuh musuh besarku!" ejek Datuk Merah.
"Manusia busuk!" maki Datuk Gadang.
"Kau pun jauh lebih busuk dariku!" balas Datuk Merah, tidak kalah sengit.
Mereka tampaknya tidak perlu bertegang leher lagi. Datuk Gadang segera mengerahkan jurus andalan. Kedua kakinya melakukan gerakan-gerakan cukup aneh. Sedangkan tubuhnya terhuyung ke kiri, lalu seperti rubuh ke kanan. Setelah itu tubuhnya melesat ke arah Datuk Merah. Tangannya yang terkembang meluncur deras ke arah perut lawannya.
"Hm... Dia mengerahkan jurus 'Harimau Keluar Kandang'. Baik! Akan kutandingi dengan jurus 'Harimau Merobek Mangsa'."
Datuk Merah yang memang mengetahui dasar-dasar jurus lawannya karena memang berasal dari satu guru, langsung bisa membaca setiap gerakan lawan. Maka tak heran kalau dia langsung mengerahkan jurus andalan, 'Harimau Merobek Mangsa.
Datuk Merah sama sekali tidak menghindari serangan. Malah kedua tangannya telah terpentang. Dan dari setiap ujung jemari tangannya mencuat kuku-kuku berwarna hitam beracun.
Datuk Gadang menggeram. Masih dalam keadaan melayang, serangannya dicobanya untuk ditarik kembali. Tetapi tangan kiri Datuk Merah lebih cepat merobek pergelangan tangannya.
Crasss!
"Aaarkh...!"
Datuk Gadang menjerit keras sambil memegangi tangannya yang hancur, namun cepat membuat salto ke belakang. Dengan cepat ditotoknya urat besar di tangannya untuk mencegah agar darah tidak banyak keluar. Begitu darah berhenti mengalir, dibuatnya beberapa gerakan aneh.
Zeb! Zeb!
"Huup...!"
Datuk Gadang tiba-tiba berguling-guling. Inilah serangan paling berbahaya dibanding serangan pertama tadi.
"Jurus 'Harimau Kehilangan Anak'! Huh! Aku tidak akan mundur!" dengus Datuk Merah.
Saat itu juga laki-laki berbaju merah ini pun mempergunakan jurus yang sama, untuk menahan serangan. Karena mereka sama-sama mempergunakan jurus-jurus tingkat tinggi, maka tidak heran jika pertempuran berlangsung semakin seru.
Dalam keadaan terguling-guling itu, mereka melakukan serangan-serangan gencar. Tidak jarang kaki mereka saling membentur. Namun tiba-tiba Datuk Gadang melompat. Dan kakinya sekuat tenaga menginjak badan Datuk Merah.
Duuk!
"Huugkh...!"
Datuk Merah mengeluh. Sudut-sudut bibirnya tampak meneteskan darah, pertanda bagian perutnya mengalami luka dalam.
"Grauuung...!"
Untuk pertama kalinya Datuk Merah meraung dahsyat. Mulutnya yang meneteskan darah tampak berkemak-kemik. Inilah saat yang paling menegangkan. Karena Datuk Merah memang tengah membaca mantra-mantra ilmu 'Cindaku' untuk menjadikan dirinya sebagai harimau siluman.
Datuk Gadang bukan tidak menyadari betapa berbahayanya bila Datuk Merah telah berganti wujud menjadi harimau siluman. Namun tampaknya dia terlalu yakin dengan kemampuan yang dimilikinya.
"Grauung... !"
Auman panjang disertai berjumpalitannya tubuh Datuk Merah sebanyak tujuh kali, mengawali serangan. Ketika kakinya menjejak tanah, Datuk Merah telah berganti wujud menjadi seekor harimau besar berwarna merah belang-belang hitam.
Binatang jelmaan Datuk Merah itu dengan sangat buasnya menerkam Datuk Gadang. Gerakannya yang cepat disertai desiran angin halus. Kuku-kuku yang panjang menyambar tengkuk Datuk Gadang. Sedangkan taringnya mengarah pada bagian tengkuk.
Dua serangan yang datangnya, secara bersamaan ini tentu membuat Datuk Gadang menjadi terdesak Secepat kilat tubuhnya dilempar ke samping.
"Pukulan 'Raungan Harimau Senja Hari'!" teriak Datuk Gadang sambil mengibaskan tangannya.
Wuuut! Blarrr!
"Graung!"
Pukulan keras mengandung hawa dingin ini hanya membuat harimau penjelmaan Datuk Merah terbanting. Namun agaknya pukulan barusan tidak membawa akibat apa-apa. Terbukti, harimau siluman itu sudah bangkit berdiri. Bahkan kini menerkam kembali dengan kecepatan berlipat ganda!
Datuk Gadang tidak sempat berkelit menghindar. Terpaksa dipapaknya serangan. Ternyata walaupun Datuk Merah telah berubah menjadi harimau siluman, namun tidak mudah untuk membunuh lawannya. Kiranya di luar sepengetahuan Datuk Merah, Datuk Gadang sekarang telah memiliki ilmu kebal yang entah didapat dari mana.
Pertarungan jarak rapat ini terus berlanjut, sampai kemudian Datuk Gadang tampaknya mulai terdesak juga. Seketika tubuhnya melenting ke belakang untuk membuat jarak. Dan setelah terbebas dari cengkeraman lawan, mulutnya komat-kamit. Tidak lama, seperti yang dilakukan Datuk Merah, Datuk Gadang juga berjumpalitan beberapa kali.
Ketika Datuk Gadang menjejakkan kakinya kembali, wujudnya telah berubah menjadi seekor harimau kuning belang-belang hitam. Harimau kuning ini sama besarnya dengan harimau merah yang sekarang telah menyerang kembali. Saat itu juga suara-suara raungan keras pun mewarnai perkelahian kedua ekor harimau jadi-jadian ini.
Setelah wujud mereka sama-sama berubah, maka cara berkelahi pun tidak bedanya binatang lainnya. Maka saling terjang, saling pukul, saling cakar, dan sesekali melakukan gigitan mematikan.
Kini harimau merah tampaknya kehilangan cara untuk menghadapi harimau kuning. Cakaran kukunya tidak membuat harimau kuning terluka. Taring-taringnya yang sempat menghujam ke tengkuk, tidak membuat harimau penjelmaan Datuk Gadang binasa.
"Grauung!" Disertai auman keras, sekarang giliran harimau kuning melakukan serangan balasan. Namun harimau merah juga tidak ingin menyerah begitu saja.
Berulang kali binatang siluman berwarna merah itu berkelit. Namun, satu lompatan yang dilakukan harimau kuning tak bisa dielakkan lagi. Kukunya yang runcing mendarat tepat di tenggorokkan harimau merah. Harimau merah penjelmaan Datuk Merah mencoba berbalik. Tetapi kuku-kuku harimau kuning begitu kuat menghujam!
Crak! Crak!
"Auuummm...!"
Robekan pada bagian tenggorokkan disertai robekan-robekan pada bagian lain, membuat harimau merah terkapar disertai auman yang semakin lemah dengan tubuh berlumur darah.
Tidak lama, harimau merah kembali ke wujud asalnya. Sedangkan harimau kuning setelah berjumpalitan beberapa kali, berubah pula menjadi Datuk Gadang kembali.
"Hari ini, dirimu yang menjadi korbanku. Besok atau lusa, giliran Datuk Panglima Hitam yang menjadi sasaran!" desis Datuk Gadang, begitu angkuhnya!

***

197. Pendekar Rajawali Sakti : Dewi Mawar SelatanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang