XIII

1.5K 172 19
                                    

Malam setelah misi membatalkan pernikahan, Reiju pergi kembali ke rumah lamanya untuk menjemput Sora. Tanpa sepengetahuan siapapun Sora berangkat dengan anak gadis tertuanya, meninggalkan furnitur lamanya dan hanya mengemas baju dan keperluan penting lainnya. Reuni ketiganya membuat Sora haru, air mata terus membanjir selama ia mendekap kedua anaknya erat. Tangis Reiju akhirnya pecah ketika ia bisa merasakan pelukan ibunya lagi. Sementara Sanji? Hatinya dipenuhi kebahagiaan yang tidak bisa dideskripsikan.

.
.

Sudah hampir tiga tahun Sanji tinggal di Praha di sebuah hunian apartemen bersama ibunya. Berbekal kepintarannya dalam beradaptasi dan kecepatannya mengenal bahasa baru, ia mampu dengan mudah menyesuaikan diri di Charles University. Walau tidak punya teman seperti di rumah lamanya, ia masih mampu menjalankan harinya di universitas dengan baik.

Ponsel lamanya sudah hilang, Reiju tidak tahu dimana ayahnya menyimpan ponsel tersebut sehingga ia harus mengganti dengan ponsel dan nomor baru. Nomor teman-teman lamanya sudah menghilang dari kontak, habis tak bersisa. Sanji hanya mampu melihat keseharian teman-temannya melalui sosial media mereka.

Rasanya aneh. Ia tidak tahu apa mereka sudah memiliki pengganti dirinya di sana. Apa mereka sudah mulai perlahan melupakannya dan merelakannya. Karena Sanji masih belum mampu lupa.

Ia dapat melihat kehidupan teman-temannya yang sudah jauh lebih baik, sepertinya. Nami diterima di sebuah universitas ternama di kota, Usopp memilih mendirikan usaha bengkel modifikasi otomotif bersama Franky, Chopper mendapatkan beasiswa di jurusan kedokteran, Luffy memilih bekerja di departemen kepolisian bersama Ace, Ace...

Pria itu tetap melanjutkan kehidupannya. Ia sudah menjalin kasih dengan seseorang yang baru. Yang lebih baik darinya. Ace berhenti menyukainya. Tentu saja, tiga tahun adalah waktu yang lama bagi keduanya untuk tidak bertemu. Potret yang Ace pamerkan dengan kekasihnya di sosial media menunjukkan betapa bahagianya ia sekarang. Ace sudah memulai kisah baru tanpa dirinya.

Ya, lebih baik begitu. Walau jujur Sanji sedikit merasakan sakit, kesepian, dan penolakan. Mungkin ini karma baginya setelah lama mengacuhkan perasaan Ace.

Zoro? Bagaimana dengan Zoro?

Sosial medianya terkunci. Tipikal Zoro. Tapi terkadang beberapa temannya memposting foto Zoro, pria itu tumbuh semakin tampan dengan rambut hijau yang ditata ke belakang. Foto-foto yang membuat kupu-kupu kembali beterbangan dalam perut Sanji, yang memunculkan rasa hangat, yang membawanya menari dalam nostalgia. Ia merindukannya. Sangat rindu.

Awalnya Sanji takut untuk menghubungi. Sampai suatu hari niatnya semakin bertumpuk, keberaniannya mulai muncul, dan ia segera mengubungi Nami lewat sosial media setelah tiga tahun memendam rasa takutnya.

Awalnya Nami tidak menjawabnya, butuh waktu sampai 6 jam bagi Nami untuk membalas Sanji. Dengan cepat Nami memaksa untuk menelepon Sanji. Tapi juga dengan cepat Sanji meminta Nami untuk tidak menghubunginya, ia hanya mau tahu keadaan di sana. Walau akhirnya ponselnya berdering dan Sanji tetap mengangkatnya.

"Sanji? Sanji kan?" suara gadis tersebut terdengar serak dan bergetar.

"Iya, halo Nami..." jawabnya pelan.

"Sanji... kau darimana saja? Selama ini kau kemana saja? Bagaimana keadaanmu? Kau baik kan? Tidak luka? Ya Tuhan Sanji... aku–" dalam pertanyaan demi pertanyaan yang dilontarkan gadis itu dipenuhi rasa khawatir.

"Aku baik-baik saja, maaf sudah membuatmu khawatir," jawab si pirang getir. "Aku sudah tinggal di Praha sekarang, bagaimana denganmu, apa yang lain sudah melupakanku?"

"Kau membuat kami hampir mati khawatir, kami tidak bisa melupakanmu walau harus memaksa, bahkan sampai detik ini..." dari suaranya tersirat pedih.

"... Nami, bagaimana keadaan Zoro?"

Nami terdiam sejenak. "Dia yang paling terpukul ketika tahu kau dan ibumu sudah tidak ada, butuh waktu lebih dari setahun baginya untuk melanjutkan hidup,"

Kini Sanji benar-benar merasa bersalah. "Tolong sampaikan maafku padanya."

"Kau bisa mengatakannya sendiri, akan kuberi nomornya,"

"Tidak, dia akan membenciku... jadi kumohon."

".... tapi kau berhutang cerita,"

"Pasti, akan kuceritakan semuanya," jawab Sanji mantap.

.
.

"Iya Bu, ini sedang perjalanan pulang, iya... aku akan mampir ke toko bunga dulu, nanti kuhubungi lagi," Sanji menutup panggilan. Ia mulai menghubungkan earphonenya dengan konektor port hp kemudian meletakkan ponsel ke dalam saku celana. Tangan lainnya membuka sebuah buku novel kecil. Hujan gerimis masih membasahi kota Praha. Suaranya menjadi gaung melodi di bawah payung bening yang melindungi tubuh si pirang. Sepatu bootsnya berjalan menginjak genangan air di antara gedung-gedung tua yang menjulang tinggi.

Keluar dari jalan kecil di antara gedung jangkung tersebut ia masih harus menempuh Karluv Most. Spot itu masih dipenuhi turis walau hujan membasahi kota. Dengan lihai Sanji bergerak di antara kerumunan orang sambil tetap membaca bukunya. Langkahnya semakin dipercepat mengingat ia masih harus membeli sebuket bunga. Toko bunga sebentar lagi akan tutup. Namun kemudian langkah Sanji terhenti oleh seseorang. Ia memperhatikan sepasang sneakers yang dikenakan pria di depannya. Merasa kesal, Sanji mengangkat wajahnya dari buku dan tangannya melepas sebelah earphonenya, ingin segera menegur sosok yang menghadang langkahnya.

Tapi ia tercekat.

Zoro ada di depannya. Dengan wajah yang sama terkejutnya mereka saling memandang. Keduanya kembali dipertemukan di atas jembatan terkenal yang melengkung melintasi Sungai Vlatva di kota seribu menara. Ya, mereka bertemu di kota Praha, di antara hiruk pikuk turis yang bersileweran di sisi kiri dan kanan, di atas Karluv Most dan seribu cerita tentangnya. Kota romantis Praha di jantung benua Eropa, kota yang menjadi titik temu dari dua insan yang masih dilanda kasih dengan masa lalu yang kerap membayangi.

"Zoro–"

Belum sempat Sanji menyelesaikan ucapannya, Zoro melepaskan payungnya dan memeluk Sanji cepat, menghapus jarak di antara keduanya. Ia memeluk si pirang erat, melepaskan kerinduan yang teramat, tidak lagi menghiraukan pandangan dari tiap sudut jalanan. Debar terdengar kentara dari si pirang yang masih terbalut emosi dalam fatamorgana sang kekasih. Kini mereka bagai kuncup bunga yang sudah mekar, yang mulai memahami afeksi satu sama lain.

Dua iris cokelat beradu dengan birunya pria yang menjadi sang pelipur lara, yang menjadi cinta pertamanya, yang menjadi penerang temaramnya. "Aku mencintaimu," ungkap Zoro, merangkul badan yang lebih ramping. Sanji menangis diam, berharap ini tidak terlalu indah untuk menjadi kenyataan.

Nyatanya ini indah dan ini nyata.

Ia melingkarkan tangannya di pundak Zoro, berbisik pada sang dewi agar waktu ini tersimpan selamanya dalam memori.

Mereka kembali bertemu di kota cinta, memutuskan memulai kisah baru bersama. Pedih, cinta, segala yang sudah mereka lalui akhirnya terbayar sudah. Inilah akhirnya.

~•-•~

Selesai! Yay! Makasih buat yang udah mau baca ceritanya sampe sini. Makasih buat yang sabar nungguin kelanjutannya sampe akhir, pokoknya makasih banyak! Buat yang udah vote dan komen juga I greatly appreciate it, cerita ini ga bakal lanjut kalo nggak ada kalian (ノ◕ヮ◕)ノ*.✧❤️

The Times We Spent Together selesai di sini! Bye bye!

The Times We Spent TogetherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang