X

858 140 26
                                    

Zoro sadar semuanya sudah terlambat. Sanji bukanlah miliknya dan tidak akan pernah menjadi miliknya selama ia masih bersama Hiyori. Namun ia tidak mau menjadi orang jahat dengan memutuskan hubungan dua tahunnya bersama Hiyori. Hubungan mereka sudah berjalan selama itu dan Zoro ingin memutuskannya hanya untuk bersama dengan teman masa kecilnya?

Selama ini ia mengira Sanji akan jijik jika ia menyatakan perasaannya. Jadi ia kubur perasaan itu dalam-dalam dan memaksakan diri untuk melupakan Sanji tanpa harus menjalin hubungan yang serius dengan orang lain. Kebetulan pula ia berpapasan dengan seorang gadis berparas cantik saat hendak berlatih kendo. Ia dengar kabar bahwa gadis itu kerap mengunjungi tempat latihannya hanya sekedar memandanginya lewat sela jendela. Tapi Zoro tidak peduli. Sampai ketika tiba saatnya ia berkenalan dengan pemilik rambut toska tersebut.

"Kozuki Hiyori." Ia masih ingat senyuman dan intonasi lembut gadis itu saat pertama kali memperkenalkan diri. Tangan putihnya juga terulur untuk berjabatan dengan milik Zoro. Dua sudut bibir gadis itu terangkat, menunggu balasan dari Zoro dengan tenang. Tentu sebagai seseorang yang baik dan bermoral, ia menerima jabatan tangan tersebut.

"Roronoa Zoro." Jawabnya sama singkatnya.

"Zoro, nama yang bagus,"

Zoro mengangkat sebelah alisnya. "Tidak ada arti khusus untuk nama itu," kemudian ia masuk ke dalam ruang kendo ketika mendapat panggilan dari Kuina. Tapi Hiyori tetap berdiri di sana, melihat permainan Zoro dengan antusias dan menunggu hingga waktu ekskul berakhir.

"Kau seharusnya pulang," Zoro meneguk isi botolnya. Jus tomat, sepertinya Sanji memaksa memasukkan botol minuman dingin itu ke dalam tasnya.

"Aku mau menunggumu," Hiyori berjalan mendekatinya masih dengan senyum menempel di wajah. Seperti boneka porselen. Ya, gadis itu mirip dengan boneka poselen, dengan mata besar, kulit putih, dan bibir meronanya. Zoro ingat saat ia menerima pernyataan Hiyori di taman belakang. Ia tidak mempertimbangkan perasaannya masak-masak. Bahkan tidak ada sedikit pun perasaan yang ia gunakan ketika menerima pernyataan Hiyori. Segalanya hanya sekedar rasa penasaran yang meluap dan keinginan untuk lupa.

Bahkan selama dua tahun ia berkencan dengan Hiyori, tidak pernah ia menggunakan perasaannya, sekali pun.

Hiyori hanyalah seorang gadis murah hati di matanya. Seseorang yang pantas untuk dihargai. Seseorang yang pantas untuk dicintai, tapi bukan olehnya.

Ia sudah mendapatkan omelan dari Kuina. Puluhan kali, bahkan mungkin ratusan kali rentetan emosi keluar begitu saja dari perempuan berambut biru gelap itu. Ia keberatan dengan fakta bahwa Hiyori mau-maunya dibodohi seorang Zoro yang jelas-jelas masih memendam perasaan pada orang lain. Dan Zoro juga sepakat mengenai hal itu.

Ia orang jahat, benar-benar jahat.

Tapi ia tidak sepenuhnya bersalah kan?

Sudah sekali ia peringatkan Hiyori bahwa jauh di lubuk hatinya ia masih menyukai seseorang. Tapi Hiyori percaya diri kalau suatu saat ia yang akan menaklukkan perasaan Zoro. Ia meyakinkan Zoro untuk tetap bersamanya, tetap bertahan selama mungkin untuk melupakan sosok yang masih membayangi Zoro.

Zoro mampu bertahan selama mungkin. Ia seseorang yang loyal. Tapi walau bagaimana pun, perasaannya tidak kunjung tumbuh dan hal mengenai Sanji masih juga tidak hilang.

Sampai akhirnya hari itu tiba juga. Hari kelulusan.

Hiyori berdiri tegak di depan Zoro dengan air mata mengalir di wajahnya. Ia mengusapnya berkali-kali, bahkan Zoro membantu mengelap air di wajah gadis itu dengan tisunya. Hiyori tertawa pelan, tapi bukan tawa lega melainkan getir.

"Kita sudahi saja hubungan ini ya,"

Zoro tidak percaya hal itu keluar dari mulut Hiyori. Ia terdiam sejenak sebelum bertanya, "Ada masalah?"

Hiyori mengangguk kecil. "Selalu ada masalah Zoro, setiap detik kau bersamaku."

"Aku ragu kalau kau benar-benar mencintaiku, mungkin memang benar kau sungguh mencintai Sanji, kupikir dengan bersamaku kau bisa melupakannya walau sejenak..." Hiyori menarik napas dalam. Tangannya bergetar dan suaranya juga sama. Ia mengibas tangan di depan wajah sambil tersenyum lemah. "Tapi aku salah, maaf telah menyia-nyiakan waktumu selama 2 tahun terakhir, kuharap kau bisa bersama orang yang lebih kau cintai Zoro."

Selama ini Hiyori tahu siapa orang yang Zoro suka. Selama ini dia tahu tapi tetap memilih diam dengan harapan suatu saat Zoro akan berpaling.

"Kau tahu aku menyukai Sanji?" Zoro terhenyak.

"Tidak ada yang tidak tahu, kemungkinan besar hanya Sanji yang tidak mengerti tentang perasaanmu,"

"Sejak kapan?"

"Entahlah..."

Angin kembali berhembus, menerpa rambut Hiyori hingga helainya terbang dibelai angin. Hiyori menatap dua ujung sepatunya kemudian berbalik. "Baiklah, terimakasih atas dua tahunnya Zoro."

Zoro masih terdiam di luar. Ia tidak menyangka hubungan yang sudah ia jalani akan berakhir di saat hari kelulusan. Di mana kebanyakan pasangan menyelebrasikannya dengan berfoto bersama maupun mendiskusikan masa depan bersama. Pemuda hijau tersebut menendang kerikil di dekat kakinya kemudian melangkah goyah memasuki gedung. Ia berjalan mendekati kumpulan temannya kemudian duduk di salah satu kursi kosong.

"Kau kenapa di sini sendiri Zoro?" tanya Luffy. Ia memang sengaja datang menghadiri undangan sebagai teman yang baik untuk Zoro dan Sanji. Sekalian mencicipi makanan juga.

"Aku baru saja putus dengan Hiyori,"

Luffy memandang, tampak tidak begitu terkejut. Ia menggigit daging di atas piringnya kemudian melempar pandang ke sekitar, mencari kehadiran seorang yang lain. "Kalau begini kau bisa mengencani Sanji kan?" dengan lugunya ia bertanya.

Dua bibir Zoro serasa terkunci rapat. Tidak mungkin ia berani melakukan tindakan bodoh seperti itu setelah menyiksa Sanji bertahun-tahun. Zoro menggeleng pelan. "Tidak usah,"

"Kenapa?"

Tangan Zoro terangkat untuk menepuk kepala Luffy pelan. "Kau tidak akan paham."

"Hmm..."

.
.

"Berhenti membangkang dan ikuti aku,"

"Aku tidak ada perlu denganmu,"

"Turuti saja perkataan ayahmu,"

"Ayah?! Sejak kapan kau menjadi ayahku?! Aku tidak sudi menjadi anak dari sampah sepertimu! Kau membuatku muak! Pergi!"

"Kalau perkataan saja tidak bisa membuatmu menurut, aku akan menggunakan paksaan,"

Dua jari tangan kanannya terangkat, memberikan kode pada dua orang dalam mobil untuk menyeret Sanji masuk ke dalam mobil dengan bius. Kemudian mobil tersebut melaju dengan cepat menuju bandara.

"Tujuan Italia."

~•-•~

Makasih buat yang udah mau baca, vote, dan komen! (。・ω・。)ノ♡

The Times We Spent TogetherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang