VII

864 160 7
                                    

Hari ini kompetisi kendo diadakan. Suhu di luar masih panas seperti biasanya. Gemerisik daun dan dahan pohon begitu ditiup angin membuat suasana sedikit lebih sejuk. Zoro sudah berangkat lebih dulu, ia harus berlatih sebelum bertanding, anggap saja pemanasan.

"Ibu ayo! Tante sudah menunggu di luar!" seru Sanji. Mereka berencana untuk berangkat bersama menggunakan mobil ibu Zoro. Sora keluar sambil membawa tas jinjingnya dan segera duduk di kursi depan. Sanji masuk ke kursi belakang dan mobil berjalan menuju tempat turnamen kendo diadakan.

Ketika sampai sudah ada beberapa mobil yang terparkir di sana. Untunglah tempat itu masih belum seramai yang ia prediksi. Masih ada beberapa bangku kosong yang cukup untuk ditempati bertiga. Sanji duduk di sebelah ibunya dan memperhatikan lapangan yang masih diisi juri dan beberapa fotografer. Setelah beberapa menit berlalu, mendadak Sanji melihat Hiyori berjalan mendekatinya. Gadis itu menyapa Sanji singkat kemudian menyapa ibu Zoro dengan ramah. Ia segera duduk di samping Sanji dan melepaskan tasnya. Tangannya merogoh isi tas dan mengeluarkan beberapa permen.

"Aku beli dari Positano, ini untukmu," ia meletakkan tiga buah permen di tangan Sanji. Senyuman setia terpatri di wajah cantiknya. Kemudian ia menyamankan diri di atas kursi dan menoleh kanan kiri. "Belum dimulai ya?"

Sanji merasa tercekik ketika ingin bicara. Ia merasa tidak nyaman. "Iya, masih belum," jawabnya pelan.

"Kira-kira berapa lama lagi?" tanyanya penasaran. Rambut toskanya berayun ketika ia memaju mundurkan kepalanya tidak sabaran. Sanji mengangkat bahu. Beberapa menit kemudian 3 wasit memasuki area pertandingan disusul dua atlet kendo dengan masker pelindung wajah.

"Itu Zoro!" bisik Hiyori girang. Dia mulai meluruskan punggungnya, menunjukkan ketertarikannya pada pertandingan kali ini. Sanji hanya bisa melihat wajah si hijau di balik maskernya. Lamunan tentang beberapa tahun lalu terulang. Saat itu Zoro kalah dalam pertandingan kendo ketiganya. Dan untuk pertama kalinya Sanji melihatnya menangis. Entah kali ini apa yang akan terjadi.

Di atas area persegi panjang itu mereka saling memberi hormat dengan membungkukkan badan. Kemudian keduanya maju dan berjongkok dengan shinai di masing-masing tangan, menunggu aba-aba. Akhirnya pertandingan dimulai.

Kedua atlet tampak dipenuhi tekanan. Mereka menunggu celah untuk menyerang. Sedikit kesalahan saja bisa fatal akibatnya. Mereka siap menyerang dan siap menangkis di saat yang bersamaan. Kesabaran mereka menunggu waktu yang tepat membuat seisi gedung ikut terdiam.

Zoro berhasil melayangkan pukulan pertama di kepala lawannya dengan cepat. Sanji bahkan tidak bisa melihat gerakan yang pria itu lakukan. Wasit mengangkat bendera merah, menyatakan poin untuk Zoro. Dua poin lagi dan pria itu bisa menang.

Sanji menatap pertandingan dengan gelisah karena Zoro sempat lengah untuk beberapa detik. Tapi dia tetap mampu menangkisnya. Namun serangan telak akhirnya dilakukan lawan, pedang bambu mengenai badan Zoro. Bendera putih diangkat, kote ippon. Poin untuk lawan.

Tinggal satu serangan lagi untuk menentukan pemenang.

Tak!

Pedang bambu mengenai tenggorokan. Zoro menahan napas kemudian bendera merah diangkat. Ia tersenyum puas dan menurunkan pedangnya dari lawan. Sanji terperanjat dan tidak bereaksi bahkan ketika Hiyori berdiri sendiri dan bertepuk tangan, menyoraki kekasihnya yang bertanding di bawah sana. Mereka kembali ke posisi awal dan wasit mengangkat bendera merah untuk terakhir kali, menyatakan pemenang dari pertandingan.

Sanji melihat Zoro mengangkat men-nya. Ia menatap pria itu dari kejauhan lewat sela iris safirnya. Zoro melambaikan tangannya pada Hiyori sebentar kemudian beralih pada Sanji dan ia tersenyum lebar. Sanji balas tersenyum. Bagaimana bisa ia tidak bahagia melihat senyuman teman masa kecilnya itu.

Mereka turun dari bangku penonton dan memeluk Zoro. Tapi Sanji hanya menjabat tangan Zoro. Kemudian Hiyori memeluk Zoro erat dan berkata, "Aku bangga padamu!"

Sanji merasa kekanakan karena kesal dengan Hiyori. Sebenarnya ia ingin mengatakan itu juga pada Zoro. Aah, perasaannya campur aduk sekarang.

"Sanji," Sora menyenggol sisi kirinya. Sanji mengangkat kepala. "Ayo beri selamat juga untuk Zoro," tegur ibunya.

Sanji tersenyum agak terpaksa dan berkata, "Selamat atas kemenangannya ya,"

.
.

Lampu Zoro hanya menyisakan pendar kuning dari sudut jendela kamarnya. Sepertinya sudah bersiap untuk tidur. Sanji sendiri juga sudah dalam posisi tidurnya. Tapi ia dengar notifikasi dari ponselnya berbunyi.

Zoro: sudah tidur?

Sanji: belum

Zoro: hari ini menyenangkan

Sanji: iya

Zoro: kau mau cerita?

Sanji berhenti mengetik sebentar. Ia masih menimbang apa ia mau mengatakannya pada Zoro.

Sanji: aku kesal

Zoro: oh, kenapa?

Sanji: aku juga mau bilang kalau aku bangga padamu

Zoro: katakan langsung di depan wajahku

Sanji: tidak bisa, Hiyori sudah duluan mengatakannya

Zoro: tidak apa

Sanji merenung, menatap langit atapnya yang ditelan gelapnya malam.

Sanji: aku akan kelihatan bodoh nanti

Zoro: tidak

Sanji: kau tahu apa tentangku

Zoro: aku tahu kalau kau sudah bodoh sejak awal

Sanji: sialan

Ia mematikan ponselnya dan mengintip kamar Zoro yang berseberangan degan miliknya. Pria itu juga tampak memandangi kamarnya dari sela jendela kaca. Angin semilir meniup daun jatuh dari pangkal dahan. Ketika daun melewati kaca Zoro, Sanji menutup tirai kamarnya dan menjatuhkan kepala ke atas bantal.

~•-•~

Kadang ada kalanya pacarnya crush itu ramah bgt, baik bgt, sempurna pokoknya gaada celah. Jd tambah sakit hati krn gabisa ngebenci dia :')

Makasih banyak buat yang udah mau baca, vote, dan komen! Semoga suka! ❤️

The Times We Spent TogetherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang