II

1.2K 186 21
                                    

Ibunya kembali dengan lebam baru dan bekas merah di tangannya. Tenggorokan Sanji tercekat ketika melihat ibu Zoro sedang mengobati luka ibunya. Zoro yang berada di samping Sanji hanya bisa termenung. Ia tidak tahu harus apa dalam keadaan seperti ini. "Zoro, bawa Sanji main ke rumah ya sayang," wanita paruh baya itu tersenyum pada anak semata wayangnya.

Zoro menggaruk belakang kepalanya. "Tapi hari ini Hiyori mau datang,"

Sanji tahu itu. Sanji tahu Zoro sudah punya pacar. Pacar dari Roronoa Zoro adalah seorang gadis primadona sekolah. Tinggi, cantik, berbakat, populer, baik hati, tidak ada yang tidak menyukainya. Sosok perempuan yang diidamkan setiap orang ada dalam wujud Kozuki Hiyori. Siswa populer dan siswi populer, pasangan yang serasi. Sanji tersenyum balik pada ibunya dan ibu Zoro. "Tante, aku bisa pergi dengan Luffy dan teman-teman lain kok,"

"Aduh maaf ya Sanji, setidaknya tolong antar dia ke rumah Luffy ya!"

Zoro mengangguk. Mereka berdua melangkah keluar dan berjalan menuju rumah sebelah. Zoro memasuki rumahnya dan keluar membawa kunci mobil. Ia segera mengeluarkan mobil dari garasi dan membukakan pintu samping pengemudi untuk Sanji. "Masuk," ajaknya.

Perjalanan dalam mobil terasa sunyi dengan keheningan yang mencekik. Sanji merasa mual membayangkan Zoro dan Hiyori yang akan berdua saja di atas kasur yang sama dengan yang sering ia tiduri bersama Zoro. Dia mual membayangkan tangan Zoro yang nantinya akan mengusap pipi Hiyori seperti tiap kali pria hijau itu menenangkannya. Atau ketika Zoro menunjukkan senyumnya. Segala pikiran mengenai hubungan Zoro dan Hiyori membuatnya gelisah. Mobil akhirnya berhenti di depan lampu merah. Zoro yang sedari tadi memperhatikan gerak-gerik pria di sebelahnya akhirnya bertanya. "Kenapa?"

Sanji tidak menjawab. Ia memandang langit yang mulai redup. Cahaya matahari sudah tersembunyi di balik gumpalan awan kumulus. Mendadak ia rasakan tangan hangat lain menggamit sebelah tangannya. Tapi Sanji tidak berpaling. Tidak akan.

Pada akhirnya lampu berganti hijau. Tangan yang sebelumnya menggenggam miliknya akhirnya kembali menjalankan persneling. Perjalanan mereka hanya ditemani suara deru AC dan mesin mobil tanpa radio yang biasa Zoro putarkan untuk Sanji.

Akhirnya mereka tiba di depan sebuah rumah besar dengan gerbang menjulang. Sanji segera mengirimkan pesan pada Luffy, memintanya untuk membukakan pintu. Ia berdiri di samping gerbang, sempat bertatapan dengan Zoro. Tapi pria itu tidak kunjung menjalankan mobilnya. "Aku sudah sampai, kau jemput Hiyori saja," ujar Sanji.

Zoro menggeleng. "Aku akan menunggumu sampai benar-benar sudah masuk ke dalam," tukasnya. Semburat merah menjalar pelan di wajah Sanji. Mungkin memang hal-hal kecil seperti ini yang membuat Sanji sedikit menyukai teman masa kecilnya satu itu. Ia harus segera berhenti sebelum rasa sukanya bertambah besar. Suatu saat perasaan itu akan meledak dan berakhir menyakiti dirinya sendiri.

Mendadak ia dengar langkah kaki tergesa-gesa dari belakang. Sanji menoleh, berharap Luffy ada di sana menyambut kedatangannya. Tapi yang muncul adalah Ace, kakak sepupu Luffy yang juga ia anggap kakak sendiri. Senyum Sanji melebar ketika melihat Ace. Keduanya berpelukan untuk beberapa saat kemudian Ace melirik sosok di dalam mobil. "Makasih Zoro udah nganterin Sanji sampai sini!" Ia mengangkat tangan kanannya pada si hijau. Zoro membunyikan klakson untuk terakhir kali sebelum pergi mengendarai mobil jauh dari rumah besar di sudut jalan. "Ayo masuk, Luffy ada di dalam,"

"Kenapa bukan Luffy yang buka pintu?" tanya Sanji penasaran.

Ace hanya terkekeh dan berjalan santai. "Aku langsung membuka pagar ketika tahu kau mau datang," ujarnya dengan wajah agak memerah.

Jemari Sanji bertaut canggung. Sudah lama ia tahu Ace menyimpan perasaan padanya. Tapi entah apa yang menahannya untuk tidak membalas perasaan kakak Luffy satu itu. Padahal jelas-jelas dia tampan, punya segalanya, seorang yang mapan dan dermawan. Apa lagi yang kurang?

Yang kurang dari Ace hanya satu.

Dia bukan Zoro.

.
.

Hari itu Sanji habiskan bermain di rumah Luffy, Nami dan Usopp segera datang ketika mendengar kehadiran Sanji di sana. Chopper sebenarnya juga mau datang tapi dia sudah membuat janji dengan Dokter Kureha. Jadilah mereka berlima menyibukkan diri di dalam mansion megah milik keluarga Luffy. Tawa dan canda yang berasal dari teman-temannya itu membuatnya lupa sejenak akan kehadiran Hiyori di rumah Zoro. Sampai akhirnya ia mendapat panggilan dari Zoro.

"Ayo pulang, aku sudah di depan,"

"Kenapa tidak hubungi aku dulu lewat chat?"

"...Ayo pulang."

Sanji merasakan darahnya mendidih. Ia menyukai Zoro, memang benar begitu. Tapi pria itu selalu melakukan segala sesuatu seenaknya sendiri tanpa membiarkan Sanji berkomentar. Sanji mematikan panggilan lebih dulu kemudian menoleh pada Luffy yang kelihatannya masih sibuk dengan kartu UNO. "Aku harus pulang, Zoro sudah di depan."

Si gadis berambut sewarna marigold menatap heran. "Cepat sekali," celetuknya. Sanji mengangkat bahu. Ia hanya berdiri dan berjalan ke arah pintu.

"Aku pulang duluan ya, dah," ia melambaikan tangannya sebelum menutup pintu.

"Hati-hati di jalan Sanji! Sampaikan salam ke Zoro ya!" seru Luffy.

Sanji mendekati mobil merah yang berhenti di depan pintu pagar. Ia membuka pintu kursi belakang dan menjatuhkan tubuhnya ke kursi mobil. "Duduk di sampingku," pinta Zoro. Sanji mendengus kesal. Ia tidak bergerak sedikit pun dari tempatnya. Zoro hanya menghela napas. Ia sudah terbiasa dengan sifat keras kepala Sanji sejak keduanya masih berada di sekolah dasar. Telapak tangannya segera memindahkan gigi dan mobil berjalan menjauhi kediaman Monkey D.

~•-•~

Makasih banyak buat vote dan komennya! ❤️

The Times We Spent TogetherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang