Dua Puluh.

688 152 19
                                    

"Pergi lo dari rumah gue

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Pergi lo dari rumah gue."

Lelaki itu menautkan kedua alisnya bingung, "kok lo gitu, sih, Zan?"

"Gue gak suka liat lo disini."

Sagara melipat kedua tangannya didepan dada seraya menatap wajah kakak sambungnya dengan raut sedih karena telah diusir. Ia lalu mengeluarkan ponselnya dan langsung menekan tombol telpon pada kontak yang ia beri nama ayah.

Ia tunjukkan layar ponselnya pada Jauzan, "halo, Sagara? Kenapa?" Dan suara sang ayahlah terdengar disana.

"Kak Jauzan gak ngizinin Sagara buat nunggu disini." Ucap Sagara pada layar ponselnya yang tersambung dengan sang ayah.

"Ya udah kamu tunggu di cafe depan kantor ayah aja, gapapa, ya?"  Jawaban lembut dari sang ayah membuat Jauzan menyunggingkan senyumnya tanpa sadar. Namun dilain sisi ia juga masih kesal dengan apa maksud sang ayah menyuruh Sagara menunggu dirumahnya.

"Iya, Yah." Sahut Sagara lalu memutus sambungannya.

"Udah 'kan? Cabut."

Mendengar itu Sagara bangkit dari duduknya dan memasukkan kedua tangannya kedalam saku celana, "emang disini hidup lo yang paling enak, Zan."

Sagara benci dengan keadaannya saat ini, tidak adil. Padahal ayah Jauzan lah yang membuat dirinya berada di dunia ini.

Dan setelah itu Sagara melangkahkan kakinya keluar dari rumah keluarga sambungnya. Ia sendiri pun bingung apa maksud sang ayah menyuruhnya menunggu dirumah ini.

Yang Jauzan rasakan pun sama, ketidak adilan. Karena inilah mengapa selalu hanya ada Ayuna; sang bunda dan Jauzan saja didalam rumah ini, ayahnya selalu pulang kerumah Sagara. Bukankah itu tidak adil?

Jauzan mengusap wajahnya kesal lalu melangkah menuju kamarnya, ia juga tidak melihat bundanya keluar dari kamar Queen setelah kedatangan Sagara tadi.

Saat sampai disana Jauzan buru-buru membuka ponselnya dan mendapat beberapa missed call dari Dejun. Ia mengerutkan keningnya sebelum menelpon balik nomor Dejun.







𖤐𖤐𖤐








Sedari tadi Dejun terus bolak-balik kamar Renaka hanya untuk menawarinya ini dan itu namun jawaban dari Renaka tetap nggak mau. Dejun sampai bingung harus gimana lagi, Renaka juga nangis terus bikin Dejun khawatir.

"Ren, makan yuk?" Ajak Dejun pelan-pelan.

Renaka menggelengkan kepalanya lalu menyamankan posisi tidurnya menyamping sembari memeluk guling, tapi Renaka gak tidur, dia cuma ngelamun.

Lagi-lagi Dejun hembusin nafasnya sabar, "Jauzan mau kesini." Katanya membuat Renaka menoleh kearah Dejun.

"Siapa yang suruh Jauzan kesini?"

biasalah, jaemrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang