Part 3

2K 247 31
                                    


Aura memejamkan mata untuk menghalau air mata yang ingin membasahi pipinya. Menarik selimut hingga ke leher, Aura lantas berbaring menghadap dinding kamar dan memunggungi Arka. Suaminya itu terdiam dan tak bersuara setelah mereka menyatu tadi. Meskipun Arka tak mengatakan apa-apa, tapi Aura tahu jika sang suami menyadari kalau dirinya sudah tidak perawan lagi.

Sementara itu, Arka turun dari tempat tidur seraya mengacak rambutnya. Ia mengambil pakaiannya yang tergeletak sembarang di lantai lalu memakainya. Setelah itu pun, Arka melangkah keluar kamar, meninggalkan Aura yang sudah menangis.

Walaupun belum pernah berhubungan seksual sebelumnya, tapi Arka tidak sebodoh itu. Ia pernah belajar IPA tentang sistem reproduksi. Sehingga ia bisa tahu kalau Aura sudah bukan perawan lagi sebelum melakukan hubungan suami istri dengannya. Sebab, Arka tidak menemukan adanya penghalang yang biasa orang-orang sebut sebagai selaput dara.

Arka sama sekali tak menyangka mengapa bisa Aura sudah tidak perawan lagi. Selama ini yang dirinya tahu Aura adalah sosok gadis baik yang taat agama. Rasa-rasanya tidak mungkin jika istrinya pernah berbuat amoral dengan laki-laki yang bukan suaminya. Tapi, bukti sudah terpampang nyata kala mereka berhubungan suami istri untuk yang pertama kalinya.

"Aarrgghhss...," jerit Arka seraya mengacak rambutnya. Jujur saja, Arka pernah berharap jika dirinya adalah orang pertama untuk Aura. Arka berpikir mereka sama-sama melakukan untuk yang pertama kali dan pastinya akan terasa begitu indah. Tetapi, harapan itu sirna ketika Arka menyadari Aura sudah terjamah.

"Ka, kamu ngapain malam-malam begini di luar? Nggak nemenin Aura di dalam?" tanya Hamid sambil menyentuh bahu putranya yang sedang duduk di kursi teras. Dari wajah kusut Arka, Hamid bisa menebak apa yang sudah terjadi.

"Arka lagi nyari angin aja sebentar, Pa. Papa sendiri ngapain?" jawab dan tanya balik Arka.

"Papa juga begitu. Ngomong-ngomong gimana sama kerjaan kamu? Soalnya Papa perhatiin wajah kamu kusut banget. Ada masalah ya?"

"Kerjaan lancar kok, Pa. Nggak ada masalah yang berarti. Oh ya, Pa. Selama Arka pergi, Aura ngapain aja ya?" tanya Arka ingin tahu.

"Istri kamu kerja kayak biasa aja. Emangnya kenapa?" tanya balik Hamid pura-pura tidak tahu.

"Nggak ada apa-apa sih, Pa. Ya udah, Arka balik ke kamar dulu ya, Pa," pamit Arka yang dibalas anggukan kepala oleh Hamid.

"Maafin Papa, Ka. Istri kamu memang sangat menggoda," batin Hamid berbicara. Pertama kali melihat Aura, ia sudah tertarik. Ditambah lagi beberapa hari lalu, Hamid pernah melihat Aura hanya mengenakan handuk usai mandi saat dirinya mengintip dari lubang kunci.

Begitu sudah sampai di kamarnya, Arka bisa melihat kalau Aura belum tidur dan sepertinya sedang menangis karena punggungnya yang bergetar. Ingin rasanya Arka mendekat lalu memeluk Aura untuk menenangkannya. Tapi rasa kecewa lebih mendominasi hatinya.

"Katakan jujur sama Mas, Aura. Kamu pernah berhubungan seks sebelumnya atau pernah mengalami kecelakaan sehingga udah nggak perawan lagi?"

Aura tida menjawab pertanyaan Arka dan hanya bisa menangis. Bibirnya seolah kelu dan tak bisa mengeluarkan suara. Aura takut suaminya marah meskipun sekarang ini saja Arka sudah marah karena tahu dirinya bukan perawan lagi.

"Jawab, Aura! Biar semuanya jelas!" tuntut Arka yang membuat Aura memejamkan matanya.

"Ma-af, Mas. Maafin aku," cicit Aura teramat pelan karena takut.

"Jadi benar kalo kamu sudah pernah ngelakuin seks sebelumnya. Sama siapa, Aura? Siapa yang sudah pernah nyentuh kamu? Kasih tau sama Mas!"

Kali ini Aura kembali terdiam dengan air mata yang kian deras membasahi pipinya. Terlalu sulit untuk mengatakan siapa yang sudah melakukan itu karena Aura takut sang suami tak percaya dan malah balik menuduhnya yang tidak-tidak. Sehingga yang bisa Aura lakukan hanya menutup mulut seraya menangis.

Imperfect WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang