Part 6

1.2K 188 26
                                    

Sekarang jam dinding sudah menunjukkan pukul sembilan malam, tapi Arka masih belum pulang ke rumah juga. Aura pun setia menunggu kepulangan sang suami dengan pintu kamar yang sudah terkunci rapat. Wanita cantik itu tak bisa tidur dengan tenang jika sang suami tidak berada di sampingnya. Maka dari itu, Aura memutuskan menunggu suaminya pulang terlebih dahulu, barulah nanti mereka tidur bersama-sama.

Sebenarnya Aura bukanlah perempuan manja yang apa-apa harus tergantung pada orang lain. Terlebih suaminya. Hanya saja sekarang ini ia berada dalam situasi sulit karena papa mertuanya kerap memiliki niatan cabul terhadapnya.

"Kamu kapan pulangnya sih, Mas?"

Resah dan gelisah bercampur menjadi satu menghinggapi dada Aura. Perasaannya tak bisa tenang karena tidak ada Arka di sisinya. Ia takut jika papa mertuanya nekat datang lagi. Harus dengan apa dirinya melawan?

Malam itu, Aura mondar-mandir di dalam kamar selagi menunggu Arka. Setelah shalat isya tadi ia sempatkan mengaji dan berdoa minta perlindungan. Sempat pula membaca buku pengetahuan untuk mengisi waktu luang. Dan sekarang ini hampir lima belas menit ia mondar-mandir tak karuan.

"Mas Arka...," lirih Aura pelan dan ketakutan saat telinganya mendengar suara langkah kaki mendekat. Aura takut jika yang datang adalah papa mertuanya. Sekalipun pintu sudah terkunci, tapi papa mertuanya bisa menghalalkan segala cara untuk membukanya.

Keringat dingin mulai membasahi dahi Aura karena ketakutannya. Yang di depan tidak mungkin suaminya. Sebab, Arka sama sekali tak bersuara untuk sekadar memanggilnya. Tubuhnya bergetar dan matanya membelalak saat terdengar suara kunci yang diputar. Apa jangan-jangan Hamid memiliki duplikatnya?

Aura mencoba berpikir dan mencari cara untuk melawan Hamid. Tatapan matanya pun tertuju pada vas bunga berbahan plastik yang ada di atas meja dekat tempat tidur. Tapa berlama-lama, ia ambil vas itu untuk berjaga-jaga.

Seiring dengan pintu yang mulai terbuka, Aura sudah siap melayangkan vas bunga itu pada papa mertuanya.

"Aaww! Aura, ini Mas, Sayang," ujar Arka lirih seraya memegangi kepalanya yang sempat terbentur vas. Beruntung tidak begitu sakit. Sementara Aura, wanita itu terkesiap karena tak menyangka jika yang datang adalah sang suami. Aura pun sigap meletakkan vas itu di atas lemari lantas menghampiri Arka dan mengusap kepalanya.

"Maafin aku ya, Mas. Soalnya aku pikir kamu itu maling. Habisnya kamu nggak ngabarin kalo mau pulang sih," ujar Aura yang merasa bersalah. Andai tahu Arka yang datang, Aura tak akan sepanik itu dan memukulnya. Dielusnya rambut sang suami secara lembut seraya meniupnya karena takut Arka kesakitan.

"Sudah, nggak apa-apa kok," sahut Arka seraya mengulas senyum. Lelaki itu meraih tangan Aura dan membawa istrinya masuk ke kamar.

"Jadi kamu belum tidur, hm? Makanya bisa ngeh kalo ada yang mau buka pintu?" Arka bertanya sambil membelai pipi sang istri yang Aura balas anggukkan kepala.

"Aku nungguin kamu. Soalnya nggak bisa tidur," tukas Aura jujur yang membuat Arka tersenyum. "Ngomong-ngomong, kamu kok bisa buka pintu? Punya duplikatnya ya?"

"Iya, Sayang. Masing-masing kunci di rumah ini 'kan emang ada dua. Buat jaga-jaga kalo misal yang satunya lagi hilang."

Arka mengelus rambut Aura dan membawa istrinya itu ke dalam pelukannya. Lantas dikecupnya puncak kepala sang istri. "Ya udah, Mas mau ganti baju dulu ya. Baru setelah itu kita tidur."

"Heem."

Keduanya merebahkan diri di atas kasur dengan Arka yang memeluk Aura dari belakang. Karena sudah mengantuk, mata mereka pun mulai terpejam dengan bibir mengukir senyum.

Di lain pihak, Hamid malah mengumpat kesal karena niatnya gagal. Ia memang sempat berencana mendatangi Aura setelah istrinya tidur. Tapi rupanya Arka sudah pulang yang sontak saja menggagalkan rencananya. Tapi lain kali, Hamid bertekad tidak akan gagal. Ia pasti bisa mendapatkan kesenangan dari menantunya lagi.

Imperfect WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang