Part 4

1.3K 232 22
                                    

"Kamu udah pulang, Mas?" Aura bangkit berdiri lantas menghampiri Arka ketika mendengar suara pintu kamar terbuka.

"Hm," sahut Arka pendek tanpa repot-repot menatap Aura. Lelaki itu melangkah menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Sementara Aura hanya bisa terdiam dengan mata yang sudah berkaca-kaca.

Aura tak menyalahkan sikap Arka. Wajar memang suaminya kecewa karena tahu dirinya sudah tidak perawan lagi. Hanya saja hatinya terasa sakit karena satu-satunya orang yang Aura inginkan percaya malah menghindarinya.

"Maafin aku, Mas... Aku juga nggak mau jadi kayak gini. Aku takut, Mas," lirihnya pilu. Aura menekan dadanya yang terasa sangat sesak karena menyimpan beban sendirian. Sebab, Aura tak akan mampu membaginya dengan Arka maupun orang lain. Aura takut tidak ada yang percaya padanya.

Begitu Arka sudah keluar dari kamar mandi, Aura masih menangis sesenggukan. Sang suami sempat menatapnya sekilas tanpa berniat menenangkan. Hingga kemudian Arka merebahkan diri membelakangi Aura.

"Aku tau kalo kamu kecewa sama aku, Mas. Tapi aku nggak sama seperti apa yang ada di pikiran kamu. Aku juga nggak mau kayak begini. Aku-" Aura terdiam karena tak mampu melanjutkan kata-katanya sendiri. Ia tak bisa mengatakan kalau papa mertuanyalah yang sudah menggaulinya kala Arka belum pulang.

Arka menghela napas berat berulang kali. Ia tak tega melihat Aura yang menangis seperti ini. Ia ingin menenangkan istrinya, tapi Arka juga kesal karena Aura tak kunjung berkata jujur. Andai istrinya mau mengatakan yang sebenarnya, Arka akan berusaha menerima dan melupakannya.

"Kamu apa, Aura? Jawab Mas! Sejak kapan kamu nggak perawan lagi? Dan siapa yang sudah ngelakuin itu untuk pertama kalinya sama kamu?" tanya Arka seraya menyentuh bahu Aura. Lelaki itu bahkan sudah duduk dan menghadap istrinya. Sementara Aura hanya bisa menangis.

"A-aku diperkosa, Mas. Aku juga nggak mau kayak gini. Aku kotor dan hina, Mas. A-aku benci diriku sendiri. Aku udah ngecewain kamu," sahut Aura masih sambil terisak. Arka yang mendengar ucapan istrinya itu sontak terdiam. Ia menatap wajah Aura yang sudah basah dengan air mata. Juga tatapan mata istrinya yang terlihat sangat terluka.

"A-aku pasrah kalo memang kamu mau kita pisah. Aku berusaha ikhlas kalo kamu pengen menceraikan aku. Aku-"

Lagi dan lagi, Aura tidak bisa melanjutkan kata-katanya. Pernikahannya dan Arka baru seumur jagung. Belum genap sepuluh hari mereka menikah. Tapi jika Arka mau melepaskannya, ia pun tak bisa berbuat banyak. Namun, tangis Aura semakin berderai saat Arka membawanya ke dalam pelukan. Suaminya itu memeluk dan mengecup puncak kepalanya dengan penuh kasih sayang.

"Mas memang kecewa sama kamu, Aura. Tapi Mas tetaplah mencintai kamu. Mas nggak akan menceraikan kamu. Mas akan menerima masa lalu kamu dan berusaha melupakannya. Asalkan kamu tetap di samping Mas. Maafin Mas, Sayang. Maafin Mas karena udah nggak percaya sama kamu. Maaf karena Mas udah mengabaikan kamu. Mas harusnya tau kalo kamu nggak mungkin sengaja ngelakuin hubungan itu kalo nggak dipaksa," sahut Arka panjang lebar seraya mengelus punggung Aura.

"Maafin aku juga, Mas. Maaf karena nggak bisa ngasih yang pertama buat kamu. Aku-"

Arka menghentikan ucapan Aura dengan meletakkan jari telunjuk di depan bibir istrinya. "Kita lupain aja soal itu. Oke?"

Aura mengangguk lantas menghambur ke pelukan Arka. Ia kembali menangis di dada suaminya itu karena masih saja merasa bersalah. Suaminya yang teramat baik tak seharusnya mendapatkan bekas dari papanya yang bejat. Aura sangat muak melihat lelaki tua itu. Setiap kali tak sengaja menatap wajah papa mertuanya, ia akan teringat kejadian malam itu.

***

Aura tersenyum ketika Arka memeluknya. Ia merasa lega karena sikap sang suami sudah kembali hangat. Tadi Arka sengaja mencium untuk membangunkannya. Hingga sekarang ini mereka sudah mandi dan sama-sama berpakaian.

Imperfect WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang