Part 5

1.3K 182 16
                                    

Aura yang sedang membuatkan kopi untuk Arka terkesiap ketika merasakan tubuhnya dipeluk dari belakang. Ia menolehkan kepala ke belakang dan merasa sangat terkejut begitu melihat papa mertuanya. Aura pun berusaha sekuat tenaga untuk melepaskan pelukan lelaki tua itu darinya.

"Lepas!"

"Jangan berisik, Aura. Atau semua orang akan tau tentang kita," sahut Hamid berbisik. Pria tua itu semakin mengeratkan pelukannya terhadap Aura dengan tangan yang sudah bergerilya meremas payudara kenyal milik menantunya itu.

"Jangan kurang ajar sama saya!" tepis Aura seraya menjauhkan tangan Hamid. Matanya berkaca-kaca karena dilecehkan seperti ini oleh mertuanya sendiri. Orang tua kedua baginya.

"Kamu jangan sok jual mahal, Aura. Apa kamu lupa kalau kita sudah pernah berhubungan? Saya sudah pernah menikmati tubuh indah kamu ini," balas Hamid disertai senyum licik. Tak merasa puas dengan meremas bagian depan tubuh Aura, lelaki tua itu pun berpindah meremas bokong sintal sang menantu.

"Lepasss!" jerit Aura lagi. Ia tak peduli jikalau Arka bahkan mama mertuanya mendengar suara jeritannya. Malah bagus jika mereka berdua memergoki kebejatan Hamid.

Sungguh tak Aura mengerti mengapa papa mertuanya bisa bersikap seperti itu. Padahal ia tak berpakaian mengundang hasrat sama sekali. Aura selalu mengenakan pakaian tertutup sekalipun di dalam rumah. Kecuali saat berada di kamar, barulah dirinya melepas hijab.

"Aura... Masih lama ya, Sayang?"

Begitu terdengar suara Arka yang semakin mendekat, sekuat tenaga Aura berusaha mendorong papa mertuanya. Beruntungnya Hamid mau melepaskan kurungannya hingga mereka tidak ketahuan. Aura sama sekali tak pernah berselingkuh dari Arka. Ia berusaha menjaga perasaan dan martabat sang suami. Namun, apalah dayanya yang lemah dan tak bisa berbuat banyak untuk menghentikan perbuatan bejat sang papa mertua.

"Ini kopinya udah selesai kok, Mas," sahut Aura ketika sang suami sudah berada di hadapannya. Kening Arka berkerut dalam kala mendapati kehadiran papanya di dapur bersama Aura. Tetapi kemudian ia maklum karena mungkin papanya ingin mengambil air minum.

"Oh iya, makasih ya, Sayang," sahut Arka seraya meraih gelas kopi dari tangan sang istri. Ia menyesapnya sedikit lantas memberi kecupan di kening Aura. "Papa mau kopi juga nggak, Pa? Biar Aura buatin," tambahnya sambil menatap sang papa.

"Nggak usah, Ka. Papa tadi cuma mau minum air putih biasa aja kok. Kalo gitu Papa keluar duluan ya. Papa nggak mau gangguin kalian," balas Hamid disertai ulasan senyum yang Aura tahu hanya basa-basi busuk semata. Sampai saat ini Aura tak mengerti, mengapa Hamid bisa berbuat jahat pada anak dan menantunya sendiri. Hamid sudah dengan sangat tega memperkosa dan merenggut keperawannya yang harusnya milik Arka.

"Oh, ya udah, Pa."

Hamid menganggukkan kepala kemudian melangkah meninggalkan sepasang suami istri itu. Sementara Aura langsung menghambur memeluk pinggang sang suami. "Jadinya kapan kita pindah, Mas?"

"Kamu beneran nggak betah tinggal di sini ya? Kenapa emangnya, Sayang? Mama sama Papa 'kan baik sama kamu?" tanya Arka penuh kebingungan. Ia sudah sempat berbicara tentang rencana pindah rumah dengan mamanya, tapi Amelia tetap ingin mereka tinggal bersama di rumah ini.

Aura tak mampu menjawab dan hanya bisa menggelengkan kepalanya. Ia sudah tak sanggup lagi tinggal bersama mertuanya selagi papa mertuanya masih mencoba melecehkannya. Ia takut jikalau kejadian malam itu terulang lagi.

"Jujur sama Mas, ada apa sebenarnya? Apa ada yang ngeganggu pikiran kamu?" tanya Arka lagi seraya membingkai wajah Aura. Ditatapnya lekat mata cantik milik istrinya itu. "Sayangnya Mas... Ada apa, Sayang?" ulang Arka lagi.

Imperfect WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang