PROLOG

20.2K 921 24
                                    

"Ayasha..."

Aku mendongak dan menemukan sosoknya sudah berdiri tegak di hadapanku. Potongan pempek kapal selam yang hendak masuk ke mulutku terjatuh begitu saja ke mangkoknya hingga menciptakan cipratan kecil dari cukonya. Aku melongo dan nggak bisa berkedip sama sekali. Rasa semangat karena setelah sekian lama nggak makan pempek--karena tadinya pengin diet, tapi nggak jadi, seketika hilang entah ke mana.

Sosoknya yang jangkung itu dibalut tuksedo biru tua yang tampak rapi dan sangat pas dengan bentuk tubuh bugarnya. Dasi kupu-kupu melingkar di sekitaran lehernya. Senyum lebar tiga jarinya menghiasi wajah tampannya. Apalagi ada janggut-janggut tipis nan kasar di sekitaran dagu dan lehernya semakin membuatnya ganteng maksimal.

Kalau saja kondisinya berbeda, aku nggak segan akan memuji penampilannya yang benar-benar menghipnotis itu.

Kehadirannya itu bagaikan slogan Miss Indonesia. Semua mata tertuju pada Anda.

Tapi sayang nggak bisa kulakukan. Karena siapa yang nggak kaget sampai bingung atau bahkan susah mencerna semuanya ketika sedang enak-enaknya menyantap pempek palembang di kedai pinggir jalan, tiba-tiba ada seorang laki-laki dengan penampilan super rapi seperti hendak menghadiri acara pesta dansa tengah berdiri tegak.

Aku yakin, penjual dan pembeli lainnya tampak kaget melihat kehadairannya.

"I have a something for you, Ayasha." Bola mata kehijauannya itu terlihat berbinar di bawah lampu bohlam kedai tersebut. Menandakan auranya tumpah-tumpah dan nggak tertutup sama sekali. "Ini nggak bisa saya tunda lagi."

Aku yang masih terpaku di tempat dudukku betul-betul nggak tahu apa yang akan dia lakukan selanjutnya. Berharap itu nggak membuat kegaduhan di kedai pempek ini.

"Saya ... punya perasaan sama kamu."

Ya kali, setiap orang pasti punya perasaan juga, kan?

"Perasaan apa?" sahutku terdengar bingung kayak orang yang baru saja bangun setelah sepuluh tahun tidur. "Saya juga punya perasaan juga."

"Perasaan sayang sama kamu."

Sayang sebagai atasan ke bawahan?

Hal yang aku maklumi karena bisa selesai sesuai target.

"Perasaan cinta yang nggak bisa saya tepis."

Oh, perasaan cinta seorang atasan ke bawahan. Wajar saja, sih. Mengingat aku sudah lama kerja di perusahaannya. Mengabdikan hidupku hampir tiga tahun bekerja bersamanya.

"Saya mau lebih sama kamu."

Oh, kalau dia minta lebih jam kerja dariku, jelas saja aku nggak mau dan nggak bisa. Masih ada kehidupan yang mesti saya jalani. Kehidupan normal yang isinya bukan tentang kerjaan doang.

"Saya mau menghabiskan banyak waktu sama kamu, Ayasha."

Memangnya dari Senin sampai Jumat aku kerja di perusahaannya masih kurang ya?

"Mau nggak kamu jadi ... pacar saya?"

"Ya nggak mau lah, Pak. Ini apaan sih? Nge-prank, ya?" Oh atasanku memang sering iseng. Aku yakin, dia juga sedang iseng sekarang. "Kalau iya, biarin saya habisin pempek dulu, Pak. Sayang banget kalau harus dibuang."

Dia malah tertawa renyah. "Saya udah dandan rapi kayak begini, masa dianggap prank, sih? Kurang serius ya sama di mata kamu?" tanyanya. "Setelan Tom Ford saya kurang bikin kamu terkesima, ya?"

"Bapak kalau lagi kerja kan emang serius."

"Nggak nyambung kamu, Aya. Ini nggak ada sangkut pautnya sama kerjaan."

"Terus apaan?"

"Saya lagi nembak kamu."

"Mati dong saya?" Tambah bingung lah aku. Sumpah.

"Ya kalau nembaknya pakai pistol," balasnya, senyumnya masih tertahan di wajahnya. "Ini kan nembaknya bukan pakai pistol, Ayasha."

"Terus pakai apa?"

Aku memasang ekpresi takut dan jaga-jaga siapa tahu dia beneran menembakku pakai senjata selain pistol.

"Pakai cinta." Senyumnya bukan selebar tiga jari lagi. "Mau kan kamu terima cinta saya?"

***

Hai, hai... setelah sekian lama dan nggak tahu arah tulisannya ke mana, aku kembali buat nulis lagi 🥲

Kali kini mau coba office romance yang nggak pusing.

Doakan saja semoga saya teguh nulis cerita ini 🥲

Siapa yang udah nggak sabar? Komen di sini ya...

Really Bad Boss!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang