BAB 11

4.9K 506 55
                                    

Ayo absen dulu yang kangen Wirya dan Aya.

Jangan lupa vote dan komennya ya...

***

"Jadi, gimana hubungan lo sama Mas Wirya, Ya?"

Aku memutar bola mata jengah mendengar pertanyaan yang baru saja keluar dari mulut Rara. Hanya dia yang sampai sekarang selalu berharap atau menganggap kalau hubunganku dan Wirya itu serius pakai banget.

"Udah ada planning mau ke pelaminan nggak nih?"

"Ra, please deh...." sahutku malas dan enggan menanggapinya lebih jauh. "Bela-belain ya gue pulang kerja nganter lo belanja kayak gini. Kalau yang keluar dari mulut lo adalah pertanyaan kayak gini, gue ogah banget."

Rara berdecak pelan. "Dih, kok malah marah sih, Ya. Kan gue cuma tanya. Soalnya, gue yakin kalau Mas Wirya itu beneran suka sama lo."

"Lo baru sekali ketemu sama dia, udah bisa nebak kayak gitu?" Aku geleng-geleng kepala.

"Ya bukannya gitu, Aya. Tapi itu tuh kelihatan banget tahu suka sama lo. Ada aja tiap lima detik mantau tim yang dibawanya, pandangannya pasti belok ke elo."

Oh iya? Aku nggak tahu kalau Wirya pernah melakukan itu ketika timku tandi voli dengan tim yang dibawanya.

"Udah jelas banget, Ya. Udah gitu, ya...." Rara membenarkan posisi duduknya dan dia kelihatan begitu antusias atas penalarannya. Iced cappucino di depannya saja dia geserkan agar bisa memangku kedua tangannya di atas meja. "Tiap kali lihat lo, pasti aja selalu senyum-senyum. Apa lo nggak pernah ngerasain kalau dia suka sama lo?"

Kalau saja dia tahu apa yang telah aku lakukan bersama Wirya, pasti dunia akhirat juga akan dibuat ramai dan heboh olehnya.

"Nggak."

"Buta berarti mata lo, Aya. Cowok secakep dia sampai nggak bisa lo taksir. Sumpah deh, Ya, kapan-kapan lo harus ngerasin kerasukan setan jablay biar bisa melek lihat cowok seseksi Mas Wirya," Rara geleng-geleng kepala. "Emang kenapa sih, Ya, lo nggak bisa suka sama dia?"

Rara nggak tahu saja kalau aku hampir kerasukan setan jablay sebanyak dua kali.

"Ketuaan."

"Ih, Aya...." Rara mencubit tanganku gemas. "Lo harus tahu ya, tua-tua juga dia kelihatan seksi banget. Biasanya nih, ya... yang tua kayak gitu performanya suka bagus."

"Performa apaan?"

"Bikin lo enak di atas kasur."

"Sialan lo, Ra!" Aku memelototinya dan dia terbahak.

"Serius deh, Ya. Lo nggak mau cobain? Apa nggak penasaran sama bentukannya?"

"Bentukan apa?!"

"Barangnya. Pasti bisa bikin lo puas. Dijamin seratus persen lebih besar dan panjang dari naga."

"Rara anjir lo nggak lihat kita di mana?!" kataku penuh penekanan yang tentu saja akan diabaikannya. "Bisa nggak sih ngomongnya difilter sedikit? Gue tahu ya, mulut lo itu biadab dan kotornya udah nggak manusiawi lagi. Tapi ya nggak usah dibahas di sini juga kali!"

"Heboh banget sih lo, Ya." Rara tertawa kecil lagi. "Lagian nih nggak ada yang dengar."

Aku bersedekap sambil memasang ekspresi sebal kepadanya. Rara pasti bodoh amat karena dia sudah biasa mengatakan hal-hal dari mulutnya yang merupakan calon penghuni neraka jalur VIP.

"Gue serius, Ya..."

"Serius lo itu cuma kebohongan, Ra."

"Eh, kali ini beneran deh," ucap Rara. "Gue bisa lihat kalau Mas Wirya itu beneran suka sama lo. Dia kayaknya tipe yang setia dan loyal banget sama pasangannya. Gue yakin deh, lo nggak akan hidup miskin kalau sama dia."

Really Bad Boss!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang