I'm here

70 24 137
                                    

"Gw benci menjadi orang lemah seperti ini, Bin."

"Lo ga lemah"

***

Bintang melepas rengkuhannya dari tubuh Nara, memberi ruang untuk kedua gadis itu berbicara. "Gw keluar dulu. Ji, kalau ada apa-apa kabarin gw ya." Pamit Bintang.

Sekarang tersisa Nara dan Jihan dikamar itu, Jihan memeluk Nara erat. Memberi sedikit kehangatan kepada Nara, ia tau ini bukanlah hal yang mudah untuk Nara. Namun ia yakin sahabatnya pasti bisa melalui ini semua.

Bintang berjalan agak tergesa menuruni anak tangga, menemui salah satu maid disana. "Bi, tolong bereskan kekacauan di kamar Nara. Dan satu lagi tolong sembunyikan semua senjata tajam serta botol-botol obat itu dari kamar Nara," minta Bintang dengan sopan.

"Baik, tuan."

Disisi lain Jihan merasa canggung dengan keadaan yang hanya berdua dengan Nara, tak seperti biasanya ia merasa canggung seperti ini dengan sahabat nya. Namun kejadian tadi masih terngiang-ngiang di benaknya.

"Kalau lo mau pulang, pulang aja Ji. Gw ga apa-apa," ucap Nara memecah kecanggungan.

"Gw ga akan meninggalkan lo dalam keadaan kacau seperti ini, Ra. Gw tau lo capek, sekarang lo tidur aja dulu. Gw akan stay disini," ucap Jihan menatap mata Nara lembut.

Setelah memastikan Nara tertidur dengan pulas, Jihan berjalan pelan ke arah kamar mandi dengan langkah getir. Pelupuk matanya basah dengan air mata, ia memukul pelan dada yang terasa begitu sakit. 'lo tidak boleh egois Jihan. Bintang itu milik Nara, dan tidak akan pernah jadi milik lo. Sadarlah!" Monolognya sembari menahan isakan agar tidak menggangu tidur Nara.
 
Sedikit lega sehabis menangis, Jihan mencuci mukanya dan segera turun kebawah untuk mengambil beberapa cemilan agar moodnya bisa baik lagi. Namun langkahnya terhenti kala melihat Bintang duduk di ruang tamu.

"Gw pikir lo udah pergi." Jihan berjalan ke arah ruang tamu.

Lamunan Bintang buyar ketika mendengar suara Jihan, dia tersenyum getir melihat siluet sahabatnya mendekat. "Bagaimana gw bisa pergi kalau keadaan Nara seperti ini," ucapnya.

"Nara sekarang sudah baik-baik saja Bin, jadi sekarang lo ga perlu khawatir lagi," ucap Jihan memastikan.

"Gimana gw ga khawatir, disaat gw melihat dengan mata gw sendiri Nara menyimpan begitu banyak obat penenang, gw juga melihat beberapa bilah pisau dan silet di laci kamarnya.

Jihan terkejut bukan main mendengarnya, separah inikan kondisi sahabatnya. "Gw tidak pernah menyangka bahwa Nara separah ini, kenapa ini harus tejadi dia? kenapa Bin?" lirih Jihan dengan beberapa isakan kecil.

Bintang yang melihat Jihan yang begitu rapuh segera merengkuh tubuh mungil itu, sampai ia tak sadar cairan kental sudah mengalir dari hidung mancungnya. Tak lama cairan kental itu mengalir, tiba-tiba kepala Bintang berdenyut sakit yang membuat ia refleks melepaskan rengkuhan itu. Jihan yang kaget tiba-tiba Bintang melepaskan pelukannya membuat jihan mendongak melihat ke arah wajah Bintang yang menahan sakit. Matanya terbelalak melihat kondisi Bintang yang begitu kacau. "Lo kenapa, Bin?"

"Tolong ambilkan obat gw di tas!" Pinta Bintang dengan tertatih menahan sakit.

"Tas lo dimana?" Tanya jihan panik.

"Kamar Nara."

Jihan berlari tergesa menuju kamar Nara, namun berjalan pelan kala memasuki kamar itu. Matanya menelisik setiap ruangan guna mencari tas Bintang, sekarang langkahnya tertuju pada nakas di samping ranjang Nara. Meraih tas itu lalu segera pergi untuk memberikan obat kepada Bintang.

Namun terlambat, kala Jihan sudah berhasil membawakan obat itu ke arah ruang tamu, Bintang sudah tergeletak tak sadarkan diri di lantai dengan cucuran darah kental di hidung nya yang tak kunjung berhenti. Tanpa pikir panjang, Jihan segera membawa Bintang kerumah sakit terdekat.

1 jam sudah ia berada di depan pintu UGD itu, uring uringan menunggu dokter untuk segera keluar dan menjelaskan apa yang terjadi kepada sahabatnya. Jika kalian bertanya tentang orang tua Bintang, mereka masih di new York. Namun setelah mendengar kabar Bintang dari Jihan mereka segera bergegas menyusul dan akan sampai kurang lebih 3 jam lagi.

Beberapa menit berlalu, pintu UGD itu mulai terbuka menampakkan seorang dokter dengan jas putihnya

"Bagaimana sahabat saya dok? apa yang terjadi kepadanya?" tanya Jihan

"Untuk sekarang kondisi Bintang jauh dari kata baik, ia mengalami koma karena sel kanker nya menyebar dengan cepat, seperti nya kemoterapi benar benar harus dilakukan. Jika tidak kami tidak bisa menahannya lebih lama lagi" jelas sang dokter

Jihan membeku, ia sudah kehilangan kata kata, yang dia bisa hanya menunggu, menunggu orang tua Bintang dan segera menyetujui kemoterapi nya

Dengan langkah berat Jihan masuk menuju arah Bintang yang tertidur dengan lelap. Jihan memandang lekat wajah nan pucat itu. Dapat ia lihat wajah penuh ketenangan disana

"Bin!" Panggil nya. "Kenapa bisa lo menyembunyikan penyakit seberbahaya itu dari gw, kenapa, Bin? Ayo bangun! Gw disini disamping lo. Gw sayang sama lo Bintang!" Monolognya dengan mengelus wajah Bintang lembut.

Disisi lain Nara terbangun dengan mimpi buruknya. Ia mengedarkan semua pandangannya ke seluruh ruangan. Tapi yang ia dapati hanya ruangan hampa dan sunyi. Sekarang ia merasakan hatinya ikut hampa, kedua pasang matanya hanya menatap kosong kepada figura yang tertempel satu garis lurus dengan posisinya saat ini. Figura itu berisikan 2 orang dewasa dan 1 anak perempuan berusia 5 tahun, tampak jelas disana keluarga itu sangat bahagia berbanding terbalik dengan keadaan nya saat ini

Kurang lebih dua puluh menit gadis itu memandangi figura keluarganya, mendesah pelan karena rasa sakit dihatinya mulai terakit. Ia beranjak dari ranjang mengambil sebatang rokok  dari tasnya, menuju balkon kamar hanya untuk sekedar mengisap asap tembakau dan merasakan dinginnya malam. "ayo mulai permainannya!" Monolognya sembari mengeluarkan benda pipih dari sakunya, menekan tombol hijau disana.

"Hallo! Carikan informasi dimana tuan besar dan istrinya berada sekarang" perintahnya.

Nara melempar gelas yang terletak di atas meja itu dengan keras, menggenggam belahan kaca dengan kuat. Tanganya robek membuat darah mengalir dengan hebat, "akan aku buat semesta mendukungku untuk menghancurkanmu, aku tidak akan diam saja setelah kau menghancurkan hidupku ayah sialan. Mata dibalas mata, dan kelumpuhan hatiku harus kau bayar dengan menyerahkan hidupmu ditanganku." Nara menyiringai memperhatikan darah yang mengucur dari tangannya, ia tidak menangis lagi, matanya serat akan dendam.

Disisi lain raga Bintang yang terbaring meneteskan air mata, seakan berkata 'jangan menjadi monster Nara' namun keadaan membuat dia tak berdaya. Semoga semuanya akan baik-baik saja.

Diary Nara

Dunia kelam tanpa rembulan
Membawaku menelusuri jalan dengan kilatan petir
Hati bergetar sesuai ritme hujan
Rambut panjang ku mulai terurai
Menyisakan kuyup di tubuh memar
Wajahku memucat seiring waktu berjalan
Meneriakkan hati ini sedang terluka
Akan kah aku mampu
Mampu menempuh badai ini
Berkaca pada malam
Membuat aku semakin mencari
Misteri apa yang akan aku wujudkan
Berhentilah memanggil namaku
Rembulan
Ayolah perlihatkan wujudmu dimalam yang gelap
Sudahi derai ini
Jangan membuat aku semakin benci


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 13, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

RAIN NARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang