Kesepian

36 25 7
                                    

Ketika mulut tidak bisa menjelaskan
Biarkan waktu yang menjawab

^^^^^^^^^^

'Bin, lo ngapain disini?' Pertanyaan yang membuat Bintang harus memutar otak. "Itu gw nemenin teman berobat. Lo juga ngapain disini?" Ucap Bintang bernapas lega setelah mendapat alasan.

Jihan ber oh ria, walau perasaan curiga masih ada. Ia mencoba menepisnya. "Nara masuk rumah sakit lagi, dari kemaren gw coba menghubungi lo, tapi nomor lo ga ada yang aktif."

Bintang terkejut bukan main, lagi? Ada apa dengan anak itu. Bukankah kemaren Nara terlihat baik-baik saja, lalu kenapa sekarang ia berada dirumah sakit lagi. Seakan sadar dengan kekhawatiran Bintang, Jihan meraih tangan pemuda itu. Menggenggamnya erat, ia tatap manik coklat itu dalam. "Nara mencoba mengakhiri hidupnya," ucap Jihan dengan sendu.

Bintang menyentak tangannya yang di genggam Jihan. "Lo jangan becanda, Ji." Tegas dan dingin.

"Kalau gw becanda, gw tidak akan ada disini." Jihan merotasi matanya malas.

Bintang kembali menghela napas, "dimana ruangannya?"

Setelah tau dimana ruangan Nara dirawat, Bintang berjalan dengan langkah besar ke arah ruangan Nara. Bintang meninggalkan Jihan yang masih berdiri di depan ruangan spesialis kanker itu, "kalau iya Bintang nemenin temannya. Kenapa sekarang langsung pergi tanpa memberitahu kepada temannya? Kayaknya gw harus cari tau, " batin Jihan.


Bintang POV

Hari ini adalah jadwal konsultasi penyakit kankerku. Aku merasa waktuku sudah semakin dekat. Tuhan lelah rasanya, jemput aku tuhan. Hanya kata kata itu yang terlintas dibenakku saat dokter itu membahas penyakit yang makin hari makin parah.

Sebenarnya dokter menawarkan ku untuk melakukan kemoterapi, tetapi aku menolaknya. Aku masih ingat betul bagaimana sakitnya aku melakukan kemoterapi di umur yang sangat muda, dan sekarang aku tak mau melakukan itu lagi.

Setelah dokter itu memberi tahu kondisi ku, aku langsung bergegas untuk pamit. Jujur aku sudah tak betah berlama lama diruangan nuansa putih ini. sial seseorang memanggil namaku, aku menoleh untuk memastikan suara siapa itu. "Shitt Jihan." Umpatku, bagaimana jika ia bertanya. Aku belum siap untuk memberitahunya.

"Bin ngapain lo disini?" hanya dengan satu pertanyaan dari Jihan berhasil membuat aku kegalapan Harus jawab apa.

Aku spontan menjadikan temanku alasan kenapa aku disini dan untung saja Jihan percaya dengan apa yang aku katakan. 'Maaf Ji gw harus boong ke lo,' batin Bintang.

"Lo sendiri ngapain disini?" Tanyaku balik kepadanya.

'Nara mencoba mengakhiri hidupnya' itu berhasil membuat jantung ku berdetak lebih cepat, apa lagi ini. Kenapa ia seakan diamuk oleh semesta. Luka hatinya belum sembuh karena ulah penyakit yang menjalar di tubuh ini, dan sekarang apa, orang yang menjadi alasan aku tetap berjuang terkapar di ranjang pesakitan itu.

"Dimana ruangannya?" Pertanyaan terakhir yang ku ucapkan sebelum pergi meninggalkan Jihan disini.

"Ruangan ***** "

Setelah aku mendapat kan jawaban dari Jihan, aku berjalan menyusuri koridor rumah sakit itu dengan gelisah, terus mencari dimana letak ruangan Nara berada. Hati ku tak berhenti merapalkan zikir yang aku ingat.

Akhirnya ruangan yang kucari ketemu juga, aku melangkah kan kaki ku secara perlahan ke arah pintu itu, dapat aku lihat wanitaku terbaring dengan mata yang enggan untuk terbuka( sejak kapan nara jadi wanita lu Bintang, jadian aja kagak 😂).

RAIN NARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang