Hari ini, Kirei memutuskan untuk bertemu Nathan didekat danau seperti biasa. Dirinya pasti yakin jikalau Nathan tidak akan menolak permintaannya.
Lama anak itu menunggu hampir satu jam lebih, namun Nathan tidak kunjung memunculkan batang hidungnya.
Kirei menghela nafas pelan seraya menatap sekeliling tampak sepi, angin sore menambah kesan menyejukkan dibenak Kirei. Ia sedikit memejamkan matanya, seraya bergumam dalam hati. "Tuhan, jika aku membuka mataku dan menampakkan sosok lelaki, maka dia adalah jodohku." Perlahan ia membuka mata dengan bulu mata lentiknya, Kirei terkejut mendapati Nathan yang sudah berdiri didepannya.
"Nathan?"
"Kenapa ngajak gue kesini?" tanya Nathan langsung to the point.
"Aku mau cerita!"
"Cerita aja, gue enggak ada waktu banyak soalnya keburu terlalu sore." Helaan nafas panjang terdengar dari gadis didepannya ini, Kirei tampak cemberut ketika Nathan berbicara seperti itu.
"Memangnya, Nathan mau kemana? Biasanya juga enggak ngapa-ngapain,'kan dirumah." Kirei melipat kedua tangannya diatas lutut seraya menatap manik mata tajam milik Nathan.
"Nganterin Neysha ke perpustakaan," jawab Nathan dengan sangat datar.
"Nathan pergi saja sana! Takutnya Neysha nunggu lama, bye-bye Nathan. Aku pulang dulu." Kirei tersenyum senang lalu berjalan pergi, menjauh dari sosok Nathan.
Dari kejauhan raut wajah bersalah terpancar dari wajah dingin seorang Nathan, ia berniat menolak ajakan Neysha. Namun, dirinya juga tidak enak hati untuk menolak permintaan yang sangat sederhana itu.
Nathan dengan perlahan seakan menjauh dari kehidupan Kirei, cerita yang setiap hari selalu mengisi hari-harinya lambat laun menghilang dari pendengarannya. Satu bulan ini dirinya sangat jarang sekali menemui Kirei, bahkan di sekolahpun seperti itu.
Nampaknya semua akan berjalan sesuai dengan rencana Nathan, kencan pertamanya bersama gadis yang dapat memikat hatinya selama beberapa bulan terakhir ini.
"Ney! Sorry ya lama, ada urusan bentar tadi." Gadis itu tersenyum menampilkan gigi berbalut behelnya, meraih tangan Nathan lalu menggenggam tangan itu dengan erat.
Nathan hanya tersenyum tipis, mengikuti kemana gadis itu akan membawanya.
"Kak, duduk dipojok sana aja yah?" tawar Neysha, Nathan hanya mengangguk setuju.
Keduanya kini saling pandang satu sama lain, bahkan tidak sempat membaca buku yang ada diatas meja mereka. Sedari tadi kedua anak manusia itu hanya senyum-senyum tidak jelas dengan pipi yang sama-sama memerah.
Bahkan, mereka tidak menyadari jikalau ada seseorang yang mengikuti mereka dari belakang-- sebelum sampai diperpustakaan.
**
"WOI!!"
"Eh ... copot, sepatu copot." Dengan laju jantung yang memburu, Kirei menatap nyalang orang mengagetkannya tadi. Bikin orang ketahuan saja.
"Dion!! Bisa diem nggak?!" Anak itu sedikit mengecilkan suaranya, sebab Nathan menoleh kebelakang. Untung tidak ketahuan.
"Lo ngapain disini?" tanya Dion terkekeh pelan ketika tahu Kirei sedang mengikuti siapa. Pertanyaan tadi dirinya hanya basa basi.
Kirei memutar bola mata malas, ingin rasanya ia mencabik-cabik wajah sok cool pria didepannya ini. Tanpa menjawab, Kirei lantas menarik pergelangan tangan Dion dengan erat membawanya ke kedai es krim yang terletak pas di seberang depan perpustakaan.
"Karna kamu udah ngancurin rencana aku, beliin aku es krim. Sebagai ganti rugi." Kirei tersenyum puas ketika melihat wajah masam dari teman sekelasnya itu.
Memakan es krimnya dengan lahap sembari duduk dibawah pohon besar dengan angin yang berhembus menyejukkan hati.
Raut wajah itu seakan terus berpikir keras, diwajah itu pula sangat menggambarkan bahwa dirinya sedang cemburu.
"Lo suka sama Nathan?" tanya Dion dengan ekspresi yang bertanya-tanya.
Kirei hanya mengangkat bahunya lalu memalingkan wajahnya, "kamu sendiri kenapa bisa ngikutin aku?"
"Ini tempat umum, wajarlah kalo gue bisa ketemu lo disini." Dion was-was ketika ia mengucapkan kata-kata itu, terlihat dari wajah anak itu bahwa ia sedang mencurigai dirinya.
"Lo bohong,'kan? Ini bukan pertama kalinya kita ketemu ditempat umum loh." Anak itu kembali menginterogasi.
Dion hanya cengengesan dengan satu tangan menggaruk tenguknya, dirinya menatap konyol sedangkan Kirei menatapnya dengan penuh curiga.
"Dari pada lo natap gue kayak mau makan orang, mending kita sama-sama ngikutin pacar berkedok sahabat lo itu ... haha," ucap Dion terdengar meledek.
Anak itu tersenyum jahil lalu menarik tangan Dion membawanya masuk kembali kedalam perpustakaan itu. Terlihat Nathan sedang mengajari Neysha dengan jarak yang sangat dekat sekali.
"Dion, cariin aku novel anak remaja dong. Pengen baca yang romantis," ucap Kirei keras hingga terdengar ditelinga Nathan.
Pemuda itu menoleh dengan tatapan yang sulit diartikan, jaraknya dan Kirei hanya dibatasi beberapa meja saja.
"Kalau yang ini mau tidak tuan putri?" tanya Dion seakan tahu kemana rencana Kirei saat ini.
"Yang itu saja pangeran terima kasih," jawab Kirei tersenyum seimut mungkin. Sangat menjengkelkan memang memanggil dengan sebutan 'Putri dan Pangeran'.
Ketika dua anak manusia itu saling tertawa ketika membaca buku, Nathan datang menghampiri mereka, menarik keluar dari perpustakaan tangan Kirei.
"Nathan kenapa sih, seperti enggak suka aja sama aku. Emang aku salah yah, baca buku disana. Lagian,'kan ini tuh tempat umum." Gadis itu cemberut dengan raut wajah masamnya.
"Lo salah besar, Ki. Lo melanggar janji lo sama gue buat enggak temenan sama Alvino dan teman-temannya!" tegas Nathan disertai wajahnya yang memerah.
"Marahin orang lain jalan sama cowok, padahal situ sendiri jalan sama cewek lain. Ngaca dulu dong baru menyalahkan aku." Kirei melipat kedua tangannya diatas dada, ucapannya barusan dapat membungkam si mulut pedas seperti Nathan.
Menghentakkan kakinya lalu berjalan pergi dari sana, masa bodoh ketika Nathan memanggil-manggil namanya.
Dirumah, ia tidak menemukan siapa-siapa. Kesunyian, keheningan, kesendirian, menemaninya setiap waktu. Entah kenapa gadis itu merasa sudah terbiasa dengan semua ini, ia juga tidak bisa menyalahkan keadaan. Dirinya sangat tahu jika semua itu sudah diatur oleh sang Maha Kuasa.
Ingin menangis rasanya itu hanyalah hal yang sudah biasa dilakukan. Ia hanya bisa berdo'a agar Papa dan Kakaknya cepat kembali kerumah.
Matahari sudah diganti dengan bulan, malam ini seperti tidak akan turun hujan. Terlihat dari banyaknya bintang malam ini, biasanya jika terang bulan seperti ini. Ia dan Nathan akan memandang bintang itu sampai terlelap dan tertidur diatas loteng rumahnya.
"Aku rindu masa-masa kita dahulu Atan, dimana aku dan kamu selalu bermain bersama," batin Kirei bergumam.
***
Pulang sekolah, seperti biasa tidak ada jemputan. Gadis itu hanya menghela nafas kasar, ketika hendak pergi dari sekolahnya. Tangannya sudah ditarik lebih dulu oleh seseorang dan itu membuat Kirei terkejut.
"Bareng gue aja, gue tau lo nggak ada jemputan," ucap Alvino langsung menarik tangan itu, mengajaknya keparkiran tempat dimana motornya terparkir rapi.
"Lagian aku juga belum bilang iya." Kirei menerima helm itu lalu memasangnya.
"Nggak mau, tapi helmnya masih tetep dipasang ckck." Alvino hanya geleng-geleng kepala seraya terkekeh pelan, pemuda itu sudah anteng diatas motornya tinggal menunggu Kirei lagi.
"Ngebut ya Vino ice cup! Aku pengen ngerasain kebut-kebutan dijalan heheh," pinta Kirei sontak membuat mata Alvino membulat sempurna.
-TBC.
Sekian lama hiatus, akhirnya aku kembali lagi wkwk.
KAMU SEDANG MEMBACA
EDELWEISS [On Going]
Fiksi Remaja❝Kamu itu layaknya bunga Edelweiss, bisa kulihat. Namun, tak bisa kupetik❞ - Kirei Nashira - Kejadian menyakitkan itu terulang kembali ketika dirinya menginjak bangku SMA, kejadian yang menjadi trauma bagi seorang Kirei Nashira. Perjalanan cintany...