Mata Titus memanas. Mengerjap beberapa kali kemudian memegang kepalanya yang berdenyut hebat. Ia berdiri, diikuti Sagra beraut wajah cemas.Sagra sudah siaga kalau Titus akan jatuh. Dia pun ikut khawatir melihat kondisi Titus berubah sangat drastis dari sikap biasa dari versi biasanya sampai tremor begini.
Sagra menggenggam tangan Titus. Nekat walau jantungnya sedang jedag-jedug tapi harus tetap cool di depan orang tercinta. Mata mereka saling menumbuk. "Sebelumnya gue minta izin sama lo."
Titus mengamati wajah Sagra lamat. Tak mempedulikan omongannya. Tanpa sosoknya mungkin dirinya tak bisa melihat apa itu dunia.
Grep
Bola matanya membulat. Sagra memeluknya tiba-tiba dan berbisik tepat di telinganya, "Maaf dulu gue gak tepat waktu."
Iris hitamnya melebar. Detik itu pula cairan liquid lolos tanpa disuruh.
Sagra menyadari kalau baju depannya basah. Terdengar isak tangis tapi begitu pelan.
Titus balas memeluk Sagra lebih erat. Suara serak-serak basah membuat Sagra tenggelam dilema. "Terimakasih."
Dagu Sagra tepat di pucuk kepala Titus. Mengelus surai pendeknya. Mengulas senyuman hangat. "Kembali kasih."
Andai. Andai bisa seperti ini setiap hari. Pelukan yang sudah sangat lama Sagra inginkan akhirnya come back.
Sagra mendudukkan Titus. Menenangkannya. Menarik napas dalam. "Lo tau apa yang bikin gue nyelametin elo waktu itu?"
Titus mendongak. Menyeka bekas air matanya. "Apa?"
"Karena hati kita begitu klop sampe gue denger rintihan suara lo." Sagra memegangi bagian dadanya.
Titus terkekeh pelan, "Masih sempat-sempatnya ngegombal, ya."
"Yang penting senyum lo merekah layaknya bunga."
"Bunga bangke?"
Sagra ngakak. Ucapan Titus melenceng jauh dari ekspektasi.
"Tapi gue boleh tanya satu hal, Gra?"
"Tanya apa?"
"Sewaktu gue pingsan gue di bawa kerumah lo?"
"Iya. Pingsan lo kelamaan, bikin gue kangen setiap saat."
Satu cubitan mendarat di perutnya.
Titus berkedip sekali. "Berapa lama?"
"Seharian. Lepas dari rumah sakit semua luka lo udah ditangani, lo dibawa ke kamar gue, ya gue tungguin sampe lo sadar."
"Terus?"
Sagra tersenyum jahil. "Lo mau tau lanjutannya?"
Titus mulai kepo. Mengangguk mantap. "Iya, cepetan lanjutin." Waktu itu dirinya hanya tau kalau sudah mendingan sampai di rumahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
TITUS
Teen FictionIni cerita tentang gadis yang malas mengenal dunia. Tak pernah mau dipaksa atau memaksa. Sebab ia tahu kalau terluka bisa karena ucapan tanpa pikir panjang. Manusia sekarang bercanda kelewatan di bilang wajar, sedangkan pembullyan dianggap benar. He...