Titus menyuruh Sagra fokus padanya. Tangan kanannya mengambil ancang-ancang.
Plak!
"ADUHHHHHHHH!!!"
Sagra refleks membungkam mulut Titus. Tersenyum kikuk kearah orang-orang. "Maklum, lagi PMS."
Balik lagi ke topik awal. "Lo ngapain nepak bekas tamparan Erin tadi? Pengen pipi lo lebam, hah?!"
Titus menyingkirkan tangan Sagra dari mulutnya kemudian berdecak. "Gara-gara elo nih."
"Lah?"
"Jadi orang jangan ngerasa gak tegaan. Nanti lo sendiri yang susah. Kalo gue bilang bukan salah lo, ya, bukan pe'a." Titus menoyor kepala Sagra pelan.
"Tapi gue gak enakan orangnya."
Kening Titus mengerut. "Hilangin."
"Mana bisa goblok."
"Situ apa gue yang goblok?" Titus memutar balik pertanyaannya.
Sagra menghela napas kasar. "Oke, mulai sekarang. Lo harus di samping gue kapanpun dan di manapun."
"Gue ngikut aja."
Sagra memesan dua es teh. Titus meneguknya sampai tak tersisa. "Pelan-pelan, keselek mampus lo."
Titus bersendawa kecil. "Leganya..."
Sagra memperhatikan bekas tamparan Erin. Menoel dengan ibu jarinya. "Pipi lo keliatan tambah memar. Sakit, ya?"
Titus menggeleng pelan. Bibirnya terangkat. "Sakitan juga waktu empat tahun yang lalu."
Deg!
"Lo ... keinget terus, ya?" tanya Sagra sepelan mungkin.
Titus menunduk. Menggigit kuat bibir bawahnya. "Gue harap, lo gak manfaatin gue demi uang kayak mereka, Gra."
Titus...
Sagra mengusek surai lepek tersebut. Membuatnya mendongak.
"Gue tulus, gak pengen apapun dari lo," ucapnya lembut.
Titus menarik ujung bibirnya. Sedikit lega mendengar jawaban Sagra. "Kalo nikah ya, gue pengen."
"Pengen apa?"
"Pengen punya Titus kecil," ucapan Sagra membuat pikirannya travelling seketika.
Titus menendang tulang kering Sagra. Berlalu pergi disertai wajah memerah, meninggalkan si empu yang terbahak-bahak.
"Woy, bayar dulu, Tus!"
"Yang ngajak berarti yang bayar," Titus menjulurkan lidah, baru satu langkah ingin menuju kelas.
Tangan Sagra mencekal tangan Titus sebelum pergi menjauh. "Lo gak bakal gue lepasin."
Titus melenguh. Membiarkan dirinya menunggu kembalian uang Sagra di kantin.
KAMU SEDANG MEMBACA
TITUS
Teen FictionIni cerita tentang gadis yang malas mengenal dunia. Tak pernah mau dipaksa atau memaksa. Sebab ia tahu kalau terluka bisa karena ucapan tanpa pikir panjang. Manusia sekarang bercanda kelewatan di bilang wajar, sedangkan pembullyan dianggap benar. He...