"Hah?"Bentar-bentar. Otak Titus ngeleg.
Sagra mengangguk. "Daripin yang selalu lo liat tiap hari."
Titus memutar otak. Berpikir keras lalu mengeluh, "Gue mana punya sodara atau tetangga bernama dadaripin."
"Daripin," ralat Sagra.
Titus mengiyakan. Sagra menunjuk kamar Titus. "Daripin-tu kamar lo."
Satu detik
Dua detik
Tiga detik"Hebat ya, pintu gue lo namain daripin karena disitu tertera nomor ponsel gue yang di tulis Abang kampret."
Sagra menggaruk tengkuknya yang tak gatal sembari cengengesan.
"Lo hari ini sibuk gak?"
"Oh, jelas. Sibuk rebahan, baku hantam sama diri sendiri, debat sama isi kepala, ngomong sendiri jawab sendiri."
Sagra terdiam sejenak lalu terkekeh. "Itu namanya lo lagi gabut."
Titus melipat tangan di depan dada. Mengangguk-angguk. "Gabut dengan gaya."
"Anterin gue beli hiasan buat mading mau? Nanti pulangnya gue traktir seblak."
Titus menatap Sagra mengintimidasi. "Lo gak ada maksud apapun yekan?"
Capek. Sama orang yang berkali-kali dibilang kalimat serupa tetep tanya-tanya seolah gak konek-konek.
Sagra menyerah. Menggenggam tangan Titus menuju motornya. Menyerahkan satu helm.
"Gue izin dulu sama Bang Tigra bentar." Titus menjunjung kresek hitam pemberian Sagra. Dia paham, walaupun Tigra menjengkelkan tapi Titus tetap mau berbagi apapun, dari makanan atau uang juga barang.
Baru melangkah tangan yang satunya dicekal erat. "Gaboleh lama," pungkas Sagra.
"Iya."
Masuk ke dalam lalu tak berselang lama kemudian ia keluar memakai hoodie hitam tebal juga celana over size warna putih. Tigra melihat adiknya jarang rapih. Sekalinya keluar pake baju brandit.
"Mau ke mana?" tunjuk Tigra tepat saat Titus melewatinya.
Titus meletakkan makanan di depan Tigra. "Nganter Mamang kurir."
Tigra membuka kresek hitam di depannya. Tak menggubris perkataan Titus. "Ini punya lo?"
"Buat Abang aja," Titus menutup pintu.
"Punya Adek kadang enak kadang muak," ujarnya lalu melahap martabak.
Titus kembali di depan Sagra. Jujur, Sagra cukup tercenung akibat perubahan Titus dari awal hingga kini.
"Lo enggak pake anting atau pernak-pernik apa gitu?" tanya Sagra.
"Mau terjun ke jalan banyak debu. Percuma dempul tebel tapi dihapus lagi nanti." Menghela napas sejenak, "lagian gue cuma pake bedak bayi, kok.
KAMU SEDANG MEMBACA
TITUS
Roman pour AdolescentsIni cerita tentang gadis yang malas mengenal dunia. Tak pernah mau dipaksa atau memaksa. Sebab ia tahu kalau terluka bisa karena ucapan tanpa pikir panjang. Manusia sekarang bercanda kelewatan di bilang wajar, sedangkan pembullyan dianggap benar. He...