16. Bingung

28 5 0
                                    

"Gue mau pindah dari sekolah ini."

Sejenak Sagra terdiam membeku di tempat. Baru saja ia bertemu Titus dan ingin sedikit menghiburnya akibat raut wajahnya masam, tapi sekarang ia berbicara seolah akan pergi ke luar negara.

"Tus, lo lagi becanda kan?" Sagra tertawa renyah. Menepuk bahu Titus namun segera ditepis mentah-mentah.

Titus menunduk dalam. Raut wajahnya menyendu. "Tolong anggep gue sebagai halaman tengah buku tulis yang selalu lo sobek ketika butuh dan lo jadiin kapal terbang lalu hilang."

Titus ....

Sagra membisu. Lidahnya kelu. Rasa khawatirnya mulai kembali. Kenapa dunia begitu jahat? Saat dia sudah mulai bisa mendekati orang tercintanya dan berpikir suatu hari nanti bisa mengungkapkan perasaan itu. Tapi apakah harus berakhir dengan hal yang tak terduga tanpa penjelasan apa permasalahannya?

"Minggu depan," Titus berujar dingin.

Tangan Sagra mengepal kuat. Titus mendekat, menepuk pelan bahu Sagra. "Ayo kita jadi orang asing yang tak pernah tau maupun kenal sama sekali. Dan jangan pernah berharap lagi, Gra."

Deg!

Bak disambar sesuatu. Tubuh Sagra melemas, kata-kata Titus seolah membuatnya harus menyerah saat ini juga.

Baru saja Titus beralih menatap kedepan. Berjalan dua langkah meninggalkannya tapi Sagra langsung menyeletuk, "Bisa izinkan gue buat nganterin lo pulang, Tus? Untuk terakhir kali hanya sebagai teman."

Titus mengangguk kemudian berlalu pergi.

Pikiran Titus tak sejauh apa yang orang lain lihat. Bagi kebanyakan teman menganggapnya tak pernah ada karena tampilan wajah jutek seolah tak ingin memulai suatu pergaulan atau obrolan semata. Padahal dalam dirinya ingin sekali memiliki teman perempuan yang bisa mengerti keadaannya. Namun kenyataan menamparnya dan jalan satu-satunya adalah menyendiri tanpa seorang penyemangat maupun penguat disaat masalah menerpa.

Titus terkadang bingung saat dirinya bercermin. Apa ada dua dirinya dengan kepribadian yang berbeda? Atau hanya pantulan dari sebuah benda mati.

Kenapa ia tidak bisa mendapatkan teman?

Kenapa dirinya selalu salah di mata orang lain?

Apa mereka tidak menyukai orang seperti dirinya yang sekarang? Atau mereka hanya pilih-pilih teman dengan rupa fisik yang sempurna?

Titus juga mempunyai hak seperti orang lain. Hak untuk bahagia, jalan-jalan, hang-out sana-sini seperti teman sebayanya. Menikmati masa remaja.

Jikalau melampiaskan stres dengan menulis suatu cerita dan sekarang di stop akibat larangan orang tua. Juga lingkungan yang tidak mendukung seolah mengatakan kalau ia takkan mampu menjadi seorang penulis dan mereka selalu menganggapnya mustahil. Padahal hanya hobi apakah salah?

Yang orang-orang tau tentang Titus hanyalah pemalas dan tidak berguna. Selalu membuang waktu dengan rebahan sampai sore, tidak keluar rumah setelah pulang sekolah sampai tetangga bercakap tentang bagaimana kabarnya akhir-akhir ini sebab jarang terlihat.

Mulut memang pandai melontarkan kata. Tak peduli menyakitkan atau tidak bagi orang lain. Yang paling utama adalah puas. Puas mengatai seseorang tanpa ragu sedikitpun.

Titus terkadang lelah. Berdebat dengan pikirannya, apalagi masih berpikir tentang mereka, apakah dirinya berbuat salah atau membuat keonaran sehingga dijauhi?

Titus berusaha melupakan pikiran-pikiran yang membuatnya semakin larut dalam mengartikan sikap orang-orang di sekitarnya.

Jam pelajaran berganti. Guru mata pelajaran sekarang sedang tidak bisa menghadiri karena sakit. Alhasil jam kosong akhirnya. Sementara tiga orang mengobrol dan bercanda ria membahas mata pelajaran atau gosip entah dari siapa. Titus pikir dunia hanyalah tempat bagi orang-orang penggila harta juga kekayaan semata. Ternyata tidak semua. Hanya setengahnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 15, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

TITUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang