Terimakasih untuk kalian yang udah baca cerita ini. Semoga suka dengan karya Author ya!
- HAPPY READING GUYS! -
------------------------------------------------
"Semakin tinggi ekspetasi, semakin tinggi pula peluang depresi."
------------------------------------------------
Sesampainya di UKS, Rasta membaringkan tubuh Dewi di brangkar. Saat ini, UKS terlihat begitu sepi. Karena kegiatan belajar mengajar sudah mulai sejak 10 menit yang lalu.
“Ras, lo tunggu disini, ya. Gua mau ngambil kompresan dulu.” Dewi mengangguk.
Dewi yang merasa tidak nyaman tiduran pun mengganti posisinya menjadi duduk. Tak lama kemudian, Rasta datang dengan baskom berisi air dingin dan kain khusus untuk mengompres.
“Lho? Kok duduk? Tiduran aja Ras, biar gua obatin luka-luka lo.”
“Gua nggak apa-apa kok. Sans aja kali. Oh iya, Vivi mana?”
Rasta yang sedang membasahkan kain untuk mengompres Dewi pun, menoleh. Menatap gadis di depannya yang penuh dengan luka lebam.
“Vivi lagi bersihin kelas, darah kalian berempat berceceran tau nggak? Terutama darah dari kepala lo!” ujarnya dengan sedikit meninggikan suaranya dan juga sambil mengompres pipi Dewi yang terdapat luka lebam.
Dewi menundukan kepala nya, “Ssshh…M-maaf.” cicit Dewi pelan.
Rasta yang sadar karena ia sudah membentak Dewi pun langsung mengangkat dagu Dewi dengan jari telunjuknya. Dan mengusap lembut pipi Dewi yang memar.
“Maaf, gua nggak bermaksud buat nyalahin lo. Gua cuma khawatir lo kenapa-napa. Tadi juga, gua punya niat buat misahin kalian. Tapi setelah denger bentakkan lo, gua mengurungkan niat untuk misahin lo pada. Karena gua yakin, lo ngelakuin itu pasti ada alasannya, kan? Lagi pula gua percaya kok! Rarasnya gua kan hebat."
Rasta berucap panjang lebar sambil tersenyum manis, tanpa berhenti mengusap pipi Dewi dengan lembut.
Dewi yang diperlakukan seperti ini pun tertegun, dan jantungnya berdetak cepat untuk pertama kalinya.
Dewi pun memegang dada kirinya, untuk memastikan detak jantungnya yang kini sedang menggila. Tapi, Rasta yang melihat itu justru panik bukan main.
“Eh—Ras lo k-kenapa? Ada yang sakit? Mana-mana?” Rasta yang panik pun terus membolak-balikan badan Dewi. Sedangkan Dewi yang melihat tingkah Rasta pun terkekeh.
“Enggak kok, gua nggak apa-apa. Ngga usah panik juga kali.” Balasnya sambil tertawa kecil.
Kenapa rasanya jantung gua kayak mau kayang, ya? Gua harus tanya ini ke lord Vivi, segera! Batin Dewi.
“Eh-eh, Ata. Tadi gimana sparing gua? keren ngga? Tapi gua rasanya ngga puas deh, cuma sebentar!”
Dewi mengerucutkan bibir nya.
“Heh! Sebentar bapak lo sugeng? Tadi itu lo sparing hampir sejam anjir.”
“Hah? Serius? Tapi kok berasa sebentar, ya? Lain kali, rasanya gua mau gelut lagi, tapi lebih lama, kalo bisa sampe berjam-jam.”
Rasta melotot ke arah Dewi, "Nih! Urusin dulu pala lo. Enak aja, udah babak belur, masih aja mau sparing. Lu cewek atau betina sih?"
"Lah, apa beda nya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
ADA Bukan Tiada
Teen Fiction"Setia itu memang ada, tapi kesetiaan dalam sebuah hubungan yang bualan semata." **** "Kamu nggak apa-apa, Ras?" "Lain kali jangan ngelawan sama yang lebih tua!" "Jangan ngeluh. Kita berjuang bareng...