The Truth Untold

461 44 0
                                    

4 Tahun lalu

Sunghoon membanting pintu kamarnya. Ia marah dan lelah. Marah karena nilai ujiannya tak bagus dan lelah karena omelan kedua orang tuanya yang tak henti henti.

Sunghoon terduduk di lantai. Memeluk lututnya serta menggigiti kukunya hingga berdarah. Namun semua itu tak membuat pikiran negatifnya hilang.

Tok tok tok...

Suara ketukan itu membuat Sunghoon kaget. Namun ia tak berniat membukanya.

"Abang, ayo makan dulu. Nanti abang sakit." Bujuk Yuna. Sunghoon tak bergeming

"Abang kalau gini terus, gue bakal bilang ke Sunoo ya! Biar abang dimarahin dia." Mendengar nama Sunoo disebut  membuat Sunghoon tertegun. Ia tak mau sahabatnya melihatnya seperti ini.

Jujur selama ini Sunghoon menyembunyikan luka yang teramat dalam. Dan hanya keluarganya saja yang tahu keadaan terburuknya.

Sunghoon membuka pintu, nampak Yuna yang masih menggenakan seragam SMP yang sama dengannya.

"Ayo makan dulu." Yuna menyeret kakaknya itu ke meja makan

***
"Nggak! Aku nggak mau pergi ke psikolog. Aku sehat!" Sunghoon menggebrak meja makan

"Sayang, Mama tau kamu sehat. Pergi ke psikolog bukan berarti kamu sakit nak. Mama hanya mau kamu bisa sedikit mengendalikan emosi mu."

Yebin mulai terisak. Ia tahu jika putranya sedang tak baik-baik saja. Prestasinya mulai menurun, dan masih saja tak mau bersosialisasi dengan teman sebayanya. Hanya Sunoo satu satunya teman yang putranya punya. Jika dibiarkan ia takut anak sulungnya itu semakin tak terkendali.

Sunghoon ikut  bersedih melihat Mamanya menangis, Yuna yang sedari tadi menunduk pun ikut menangis. Baiklah ia sudah memutuskan untuk menerima tawaran itu.

"Oke Ma, aku mau tapi dengan syarat nggak ada siapapun yang tau jika aku ke psikolog terutama Sunoo."

Yebin menggenggam tangan Sunghoon. Bersyukur anaknya mau menerima ajakan itu.
***

2 tahun lalu

Yuna menyiapkan kue kecil buatannya sendiri, hari ini hari terakhir Sunghoon pergi ke psikolog. Kakak satu-satunya itu sudah banyak berubah menjadi lebih baik semenjak konsultasi dengan psikolog.

Terdengar suara pintu terbuka. Yuna langsung menghampiri Sunghoon bersama kuenya

"Abang selamat udah survive sampe hari ini. Abang hebat!" Ucap Yuna tulus

"Wah makasih banyak adek! Makasih udah mau bantu gue buat selamat sampe detik ini."

Sunghoon memeluk Yuna. Sebenarnya ia kaget karena hampir tak pernah kakaknya itu memeluk dirinya seperti ini.

"Eh makan dulu kuenya ya! Ini gue bikin sendiri lho!" Seru Yuna gembira.

***
"Abang enak nggak kuenya?" Tanya Yuna hati-hati

Sunghoon nampak berpikir.
"Hmm enak! Cuma agak kemanisan aja." Ucap Sunghoon

"Itu karena abang makannya sambil ngelihat gue sih!" Ujar Yuna dengan bangga

Sunghoon memutar bola matanya.

"Abang, mau tanya boleh?" Kali ini nada bicara Yuna berubah serius. Sunghoon mengangguk.

"Abang kan udah sahabatan lama sama Sunoo. Kira-kira dia punya pacar nggak? Atau gebetan gitu? Tipe idealnya gimana?" Cecar Yuna

Sunghoon kaget. Pasalnya tidak biasa Yuna menanyakan hal ini. Padahal Yuna sendiri pun dekat dengan Sunoo

"Setahu gue sih dia belum pernah pacaran sama sekali. Kalau soal tipe ideal sih gue ga pernah nanya. Emang kenapa sih nanyain ini? Lo suka sama Sunoo?" Sunghoon menjawab sembari memasukkan sesendok kue ke mulutnya

"Iya, gue suka Sunoo sejak sebulan lalu." Jawab Yuna tersipu.

Uhuk!
Sunghoon tersedak kue yang ia makan. Padahal ia hanya bercanda, namun ternyata Yuna benar suka pada Sunoo.

Sial. Sunghoon harus mundur. Ia tak mungkin menyukai orang yang adiknya juga sukai. Tiba-tiba rasa kue yang ia makan tak lagi kemanisan namun terasa pahit getir.

SEWINDU / Sunghoon X Sunoo AU (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang