.
.
"Cobain ayam bakarnya, Mam. Enak banget, lho."
Tanganku meraih daging ayam bakar yang terasa begitu empuk. Aku tunjukan pada Hamam agar dia tergoda. Soalnya dia bilang nggak suka ayam bakar dan lebih suka ayam goreng. Selera orang memang beda-beda.
"Nggak," tolaknya singkat.
Saat ini aku dan Hamam tengah menyantap berbagai hidangan ayam di warung lesehan sekitar Malioboro. Selepas bergelut dengan ramainya pasar, kami memutuskan untuk mengisi perut sebelum pulang ke hotel. Menurut planning, dini hari nanti rombongan akan berangkat untuk pulang.
"Sambel ayam gorengnya, boleh aku coba?" tanyaku dengan pandangan berbinar. Sambel ayam goreng Hamam terasa sangat nikmat meskipun belum aku coba.
"Boleh, nih." Tangannya mendekatkan wadah sambel itu ke arahku.
"Makasih, ya."
"Iya. Itu gantungan kunci dipasang di tas sekolahmu, lho."
Mataku menyipit. "Eh, kenapa? Nanti temen-temen pada curiga."
"Biarin aja." Hamam hanya mendengus seraya melanjutkan makan. Santai sekali dia ini.
"Kamu mah gitu. Iya, nanti aku pasang di tas. Tapi kamu jangan dipasang juga."
"Suka-suka aku lah." Kali ini giliran aku yang mendengus. Bikin kesal saja.
"Hmm, ya udah."
Kami melanjutkan makan dengan kondisi hening. Selama ini aku memang jarang menghabiskan makan malam dengan suasana kota yang ramai. Bapak tidak pernah mengajakku dan Gina untuk makan malam diluar. Kalaupun pernah, itu sudah sangat lama. Mungkin saat aku masih kecil.
"Nanti malem kamu bangun jam berapa?" Eh, aku nggak kepo. Ini cuma mau memastikan dia nggak lupa kalo nanti malem kita bakal pulang.
"Jam 1 kayaknya."
"Aku juga deh, tapi takut nggak bangun. Soalnya aku nggak mempan sama alarm ponsel," curhatku sedih.
"Mau aku bangunin?"
Aku langsung menatapnya tajam. "Nggak ada kayak gituan. Kamu nggak boleh masuk kamarku."
Hamam terkekeh sembari membuka topi dengan tangan kirinya. "Kenapa? Kemaren aja boleh."
"Itu beda, ya. Masa kamu mau ke kamarku tengah malem, nanti dikira yang aneh-aneh." Teringat cerita di novel-novel yang begitu dramatis.
"Drama banget." Tampangnya menyeringai misterius.
"Emang."
Kami melanjutkan makan dengan obrolan ringan seputar sekolah dan hal yang lainnya. Aku baru tahu kalau Hamam itu orangnya asyik juga. Cuma terkadang dia bersikap cuek pada orang yang belum dikenalnya.
^_^
Seusai menyelesaikan agenda jalan-jalan kami, aku dan Hamam memutuskan untuk kembali ke hotel. Malam semakin larut, nggak mungkin juga aku menghabiskan malam hari di luar sana. Nggak dengan jalan berdua sama Hamam.
Sebelum masuk ke kamar masing-masing, kuputuskan untuk berterima kasih pada Hamam karena telah mengajak aku jalan seharian ini. Pengalaman yang menyenangkan dan mungkin nggak terlupakan.
"Untuk hari ini, makasih ya, Mam."
Hamam menoleh dengan senyum tipis lalu mengangguk kecil. "Ya, sama-sama."
KAMU SEDANG MEMBACA
FLOW (Complete)
Short StoryMenyukai Sadana Prameswari adalah rencana tak terduga yang dialami Hamam Prayoga. Ragu pun hadir tatkala menyadari keduanya belum sedekat itu untuk bisa saling menyukai. Kedua insan yang tidak pernah menyangka liburan bersama ke Jogja membawa awal b...