19 : "Just For Me"

1.2K 174 4
                                    

.

.

Hamam sent a picture

Hamam : Rame bgt.

Aku terkekeh melihat pesan yang Hamam kirimkan. Gambar yang dia kirim adalah suasana rumahnya yang terlihat berbeda. Tenda khas hajatan terpasang rapi di sana. Akibat itu pula cahaya yang masuk ke dalam rumah cowok itu jadi minim.

Aku tahu penyebab Hamam sangat kesal. Ya, apalagi kalau bukan karena suara musik yang begitu memekakkan telinga. Mungkin sekarang lelaki itu tengah menggerutu dalam kamar sambil bermain game di komputer.

Me : Aku dah sampe halaman rumahmu. Tinggal parkir bentar.

Ponsel hitamku langsung aku taruh ke dalam tas. Rumah Hamam benar-benar ramai. Tidak heran memang, sebagian besar teman bapak itu orang kaya. Menghadiri acara seperti ini tidak lengkap tanpa menggunakan mobil mewah.

"Kamu bawa yang di kardus belakang 1, Mbak. Nanti yang lain biar Ibu yang bawa."

Aku hanya mengangguk seraya beralih pada jok belakang mobil. Ibu Hamam memesan 3 kardus puding dengan berbagai varian rasa. Ibuku yang sudah profesional membuat puding, akhirnya membuat 1 kardus berisi varian baru yaitu puding fla buah.

Namanya juga ibu-ibu. Kalau datang ke acara seperti Darma Wanita, PKK, atau arisan rutin pasti akan sangat rempong. Lihat saja kelakuan ibuku ini. Dia masih saja bercermin pada kaca spion padahal bapak sudah masuk ke dalam menyapa para rekan kerjanya.

"Ibu kelamaan, ayo dibawa masuk dulu. Nanti dicariin ibunya Hamam," ujarku agak kesal.

Ibu hanya berdecak kemudian membantuku membawa 2 kardus lainnya. Baru kami akan masuk ke halaman rumah Hamam, di sana cowok itu sudah berdiri tampak gagah dengan pandangan ke arah ponsel. Tak seperti biasanya, hari ini Hamam menggunakan setelan kemeja garis-garis dengan warna yang cerah.

"Mam?" panggilku dengan berbisik. Sementara ibuku sedang menyapa ibu Hamam.

Hamam menoleh padaku dengan pandangan aneh. "Lama banget," katanya seraya mengambil kardus puding di tanganku.

"Eh, ndak usah. Biar aku aja yang bawa." Belum aku menyentuh kardus itu, Hamam lebih dulu menjauhkannya dari jangkauanku.

"Aku aja."

"Bawa ke dapur ya, Mam. Nanti minta tolong Mbak Yuyut ditata lagi," titah Ibu Lisna.

Hamam mengangguk kemudian menengok ke arahku. "Nanti aku samperin lagi."

Setelah Hamam pergi, aku dan ibu bersalam-salaman dengan ibu-ibu yang lain. Anggota Darma Wanita di SMP ini memang sangat banyak dan kompak. Sekarang saja mereka sama-sama mengenakan gamis coklat dengan motif renda dibagian tangan.

Kalo dibandingkan denganku pasti akan kalah jauh. Penampilanku hari ini tidak istimewa. Hanya gamis biru dengan polkadot putih dipadukan kerudung berwarna senada. Memang sih, ini gamis baru yang dibelikan Lik Intan untuk lebaran tahun lalu. Tapi jarang sekali aku gunakan.

"Eh, Dana ikut juga. Itu adikmu ndak ikut?" tanya Bu Sintya, ibunya Dedek Kyra.

"Mboten Bu, tirose seg jalan-jalan kalih kancane." (Nggak Bu, katanya lagi jalan-jalan sama temennya).

"Oh, padahal Kyra mau main sama Mbak Gina, nih." Seperti menyetujui perkataan ibunya, Kyra langsung bergumam khas bayi kepadaku.

"Ih, Dedek Kyra cantik banget. Kal-" Pujianku terhenti kala menyadari ada seseorang yang berdiri tak jauh dariku.

FLOW (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang