.
.
"Gila!"
Nggak sengaja aku mengumpat pelan mendengar kata sayang terlontar begitu enteng dari mulut Hamam. Kalau tidak ada ibunya, pasti aku akan langsung meninju lengannya. Dasar rese!
Namun, akhirnya Ibu Lisna pamit ke dalam mengantar para tamu yang mulai pulang. Acaranya sudah berakhir beberapa menit yang lalu. Setelah salat Dhuhur beberapa dari para tamu pamit pulang ke rumah masing-masing.
"Mbak, udah selesai belum?"
Ibu tiba-tiba datang dan langsung menodongku dengan pertanyaan. Agaknya ibu sudah bersiap untuk pulang, tampak dari tas yang sudah ia bawa.
"Selesai ngapain, Bu?"
Ibu tersenyum misterius. "Pacaran, lah."
Aku menahan napas mendengar itu. Harus sabar menghadapi godaan ini. Apalagi Hamam yang malah meletakan tangannya di bahuku.
Dengan terpaksa aku pun menjawab, "Iya." Dengan agak ketus.
Melihat ibu pamit, aku memutuskan bangkit dan melepas rangkulan tangan Hamam. "Aku pulang ya, Mam?"
Dia cemberut tapi ikut bangkit juga. "Iya, hati-hati."
Lantas, aku pergi menyusul ibu dan bapak dengan diikuti Hamam. Kusalami seseorang yang aku ketahui sebagai kepala sekolah yang baru itu. Seusai berpamitan kami akhirnya menuju tempat parkir mobil.
"Na," panggil Hamam.
Kuhentikan langkah kaki dan menengok ke belakang. "Hmm, kenapa?"
"Kalo udah sampe kabarin, ya."
Keningku berkerut, namun aku tetap mengangguk. "Iya."
^_^
Semenjak hari itu entah kenapa aku merasa Hamam agak aneh. Sikapnya bila di sekolah juga berubah. Dulu mungkin dia memang anak yang pendiam, tapi masih bisa berbaur serta mengobrol bersama teman-temannya yang lain.
Namun, sekarang dia berubah jadi sangat dingin. Setiap istirahat dia habiskan berdiam diri di kelas. Kadang Aldi juga mengajak cowok itu bergabung membahas game, tetapi tidak Hamam hiraukan. Teman-teman yang lain pun nggak berani menengurnya.
Sementara sikapnya padaku juga sama. Dia nggak pernah lagi mengirimiku pesan setiap malam. Nggak pernah menyapaku atau bahkan tersenyum. Hamam sangat berbeda. Beberapa hari yang lalu aku beranikan diri menghubunginya lewat pesan singkat. Dan yang aku dapati, dia sama sekali nggak baca pesanku.
Aku dengar keluarganya tengah tertimpa musibah. Bapak bilang ayah Hamam pun berubah jadi lebih dingin. Keluarganya seakan menutup diri. Entah musibah apa yang mereka alami. Yang jelas aku berdoa semoga Hamam dan keluarganya dapat kembali seperti dulu.
Jujur, aku merasa kesepian sekarang. Rasanya aneh melihat Hamam yang seakan nggak pernah mengenalku. Hari-hariku pun serasa nggak ada yang spesial. Melihat cowok itu seperti tengah depresi membuatku ikut merasakan sedih.
Ini kali pertama aku melihat Hamam serapuh itu. Sorot matanya meredup, tubuhnya tambah kurus, dan penampilan yang berantakan. Walaupun aku bertanya-tanya, namun cowok itu nggak pernah memberi jawaban.
Malam ini aku tidak henti-hentinya memikirkan Hamam. Sudah dua hari dia nggak masuk sekolah. Wali kelasku bilang dia ada urusan keluarga. Tapi setiap temanku ingin menanyainya lewat grup kelas pasti dia nggak akan menjawab.
Tengah berbaring dengan menatap langit-langit, aku menoleh ke arah ponsel yang berdering. Begitu aku melihat siapa peneleponnya, mataku reflek membola.
KAMU SEDANG MEMBACA
FLOW (Complete)
Historia CortaMenyukai Sadana Prameswari adalah rencana tak terduga yang dialami Hamam Prayoga. Ragu pun hadir tatkala menyadari keduanya belum sedekat itu untuk bisa saling menyukai. Kedua insan yang tidak pernah menyangka liburan bersama ke Jogja membawa awal b...