06 : "Talk About Us"

1.7K 231 4
                                    

.

.

Mungkin beberapa hal tidak bisa kita ungkapkan secara langsung. Memilih memendamnya hanya untuk diri sendiri, aku yakin sebagian orang pasti punya satu rahasia. Atau mungkin, berbagi cerita adalah hal yang terbaik. Setiap orang itu berbeda.

Mustahil mungkin kata yang pas untuk menggambarkan apa yang ada dibenakku saat ini. Aku kira hanya ilusi, namun nyatanya bukan sekedar halusinasi. Berulang kali aku mengerjap memastikan bahwa lelaki yang berada dihadapanku kini adalah Hamam Prayoga.

"Biasa aja dong mukanya."

Pandangan Hamam terpaku pada interior masjid, namun dia tahu kalau aku masih memandanginya dengan raut terkejut. Hamam? Ikut liburan ke Jogja? Bagaimana bisa?

"Udah aku bilang, Ayahku itu guru di SMP ini. Dan Amel itu adikku. Terus aku ikut ke Jogja. Jelas, 'kan?" jelasnya lagi.

Sudah 3 kali Hamam menjelaskan kronologi mengapa dia sekarang berada dihadapanku. Sulit dipercaya, jadi dia ini masnya Amel. Kok aku nggak ngeh, ya? Mereka berdua sebenarnya mirip tapi sifatnya yang berbeda. Kalau Hamam cenderung dingin, lain dengan adiknya yang hangat sehangat matahari. Okay, Dana kendalikan dirimu!

"Mmm, sebenernya aku masih kaget. Tapi, ya udah, deh," gumamku.

"Udah salat?" Kali ini Hamam mengarahkan pandangannya padaku. Sementara aku mengangguk pelan.

"Ya udah, ayo masuk bus!" ajaknya. Mungkin dia kedinginan berada di luar sini.

Segera aku menggeleng cepat. "Kamu duluan aja, aku nanti."

Hamam berdecak. "Kenapa sih?"

"Aku mau itu...eum-pipis dulu," cicitku dengan wajah yang tertunduk.

Dia mengangguk lalu melenggang pergi. Setelah memastikan Hamam masuk bus, aku langsung pergi ke kamar mandi untuk menuntaskan hajat. Kalau sedang dingin seperti ini, aku akan sangat mudah untuk buang air kecil. Tangan dan kakiku pun akan sama dinginnya.

^_^

Kali ini aku masuk bus dan mendapati Hamam tengah memejamkan mata di bangku depanku. Aku diam saja lalu kembali duduk. Dia juga sepertinya sangat lelah. Baru aku duduk, Gina dan Amel sudah kembali setelah melakukan salat.

"Mbak Dana nggak tungguin aku." Ah, gadis ini marah padaku rupanya.

"Kamu, 'kan sama Ibu. Mbak Dana capek, ah." Kusilangkan tangan di dada. Berpura-pura merajuk pada adik kecilku ini.

"Ih, jahat." Aku membalas dengan tawa renyah saja.

"Ini mau ke Merapi ya, Mbak?" Amel tiba-tiba berdiri dari bangkunya lalu menengok ke arahku dan Gina.

"Kayaknya, sih ke hotel dulu, nanti jam 8 kita ke Merapi."

"Oh, ya udah. Aku mau lanjut bobo," tutur Amel.

Kedua gadis ini melanjutkan tidur mereka. Lain denganku yang hanya memandang jendela melihat pemandangan yang jarang aku jumpai. Suasana dini hari Jogja sungguh indah. Mungkin aku tak bisa mendapati ini semua di desa.

Setelah menempuh perjalanan yang cukup jauh, akhirnya rombongan kami sampai di hotel. Dengan pelan, aku bangunkan Gina yang masih tertidur pulas.

"Dek, udah sampe, ayo bangun." Meskipun tak tega, aku harus tetap membangunkannya.

Kami bangkit dan berjalan ke luar dari bus. Gina, Amel, dan aku membawa koper kami masing-masing. Sebenarnya ini melatih kemandirian pada anak sejak dini. Agar saat dewasa mereka sudah terbiasa dengan sikap disiplin. Kalau soal Hamam, dari tadi aku nggak melihatnya. Pasti dia sudah masuk ke hotel terlebih dahulu.

FLOW (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang