- P A P A -
.
Jaya menatap jengah ke arah sang Adik yang riweh karena memilih baju. Katanya Julian mengajaknya untuk kencan. Tentu saja Jaya bingung sekaligus terkejut, seperti kenapa Julian tiba-tiba mengajak Anna kencan? Atas dasar apa? Entahlah, Jaya bingung.
"Bang, yang ini bagus gak?"
"Enggak. Kamu pake baju apa aja juga jelek, mending gak usah keluar," ujar Jaya ketus. Anna mendesis pelan.
"Ya udahlah, ini aja. Bentar lagi mau jam lima, aku pergi dulu ya, Kak. Jaga rumah baik-baik, jangan sampai ada maling." Anna keluar dari rumahnya. Gadis itu naik ke ojek online yang barusan dia pesan, motor itu pun melaju.
Di sisi lain, Julian yang baru selesai mengganti popok Ken kini merebahkan tubuhnya ke sofa ruang tamu. Tubuhnya terasa sangat pegal setelah menjaga Ken seharian. Kenzo terlalu hiperaktif, bahkan mainan anak itu masih berserakan di lantai—belum sempat dirapikan—Julian lelah. Ah ya, belum lagi ditambah dengan tugas rumah yang diberikan oleh Pak Lukas tadi.
Beuh.
"Papa, mamam!" Julian terkekeh gemas melihat tingkah Ken.
"Ken laper ya, sebentar ya. Dibuat dulu makanannya," ujar Julian sambil menggendong tubuh kecil Ken. Pemuda itu segera menyuapi semangkuk bubur ke arah Ken.
"Ken, kita jalan-jalan yuk. Papa mau refreshing dulu sebelum kerjain tugas Pak Lukas." Anak itu tidak merespons. Lebih tepatnya sih tidak mengerti dengan apa yang dikatakan oleh Julian. Tak lama setelah selesai menyuapi Ken, dia langsung mengambil gendongan bayi untuk bawa Ken keluar.
Julian tertawa gemas ketika Ken berdumel kecil dengan bahasanya sendiri. "Duh, Ken. Mainannya jangan digigit. Kasian power rang*r nya jadi kesakitan," tegur Julian seraya mengambil mainan itu dari tangan anaknya.
Niatnya sih mau ambil mainan itu, tapi benda tersebut malah terjatuh hingga menggelinding ke suatu tempat. "Tuh kan, mainannya hilang. Kamu sih bandel banget," ketus Julian.
Ken nangis.
"Cupcupcup, jangan nangis lagi. Papa tadi bohong kok, kamu gak bandel. Ken anak baik, udah ya jangan nangis lagi. Nanti papa beliin yang baru sekalian sama rumahnya," kata Julian.
Omong aja dulu belinya mah belakangan, kalau kata Jemmie.
"Popi!!" seru Ken sambil memberontak. Popi itu nama mainannya, Julian sendiri tidak paham dari mana Ken bisa menemukan nama itu. Pemuda tersebut kebingungan, mainan Ken sudah jatuh menggelinding hingga masuk ke tempat kosong itu.
Masalah terbesarnya ... Julian takut.
"Udah ya Ken. Besok aja, tempatnya serem banget. Nanti kalau kamu diculik sama setan gimana? Papa, Om Jemmie, sama yang lain gak bisa nemuin kamu loh," ucapnya.
Bukan sulap bukan sihir, Ken semakin gencar menangis.
"Kak Juju?" Julian menoleh.
"Lah, Anna? Kok bisa di sini?"
"Lah, Kakak belum siap-siap ke sana?" Julian mengerutkan dahinya bingung.
"Oh, belum siap mental. Liat deh, tempatnya gelap banget. Mainan Ken ada di sana, kamu temenin Kakak masuk ke sana yuk." Sekarang giliran Anna yang kebingungan. Namun, tanpa pikir panjang si Anna mengiyakan ajakan Julian. Dia dan juga pemuda itu masuk ke dalam tempat kosong tersebut.
"Mainan Ken yang kayak gimana, Kak?"
"Power rang*r warna merah." Anna mengangguk paham, dia mengeluarkan ponselnya dan menyalakan senter untuk menerangi ruangan. Sekitar lima menitan mereka mencari keberadaan benda itu, tapi belum menemukannya.
"Kakak yakin jatuhnya di sini? Kayaknya gak ada deh, udah kucari di kolong-kolong juga gak nemu," ucap Anna.
"Bener, ada saksi mata kok."
"Siapa?"
"Nih bocah." Julian menunjuk ke arah Ken yang sudah terlelap.
"Eh bocahnya tidur," gumam Julian.
"Kak, kita keluar yuk. Kan janjiannya bukan di sini," ujar Anna sambil menarik lengan Julian.
"Hah? Janjian apaan?"
Anna bingung. Lah, dia yang ajak ngapa jadi dia yang bingung? Oh, apa mau kasih surprise kali ya?
"Engga, hehe. Salah ngomong aja. Ayo keluar, di sini pengap banget." Julian mengangguk setuju. Akhirnya mereka berdua memutuskan untuk keluar dari tempat tersebut.
Tamat.
Tidak, kok.
Mereka justru panik bukan main ketika pintunya tidak bisa dibuka. Padahal jelas-jelas tadi pintunya masih terbuka dan tidak ditutup sama sekali. Namun, kenapa jadi tertutup begini? Bahkan sangat sulit untuk membukanya. "Ini karna hantu gak sih?" kata Julian.
"Kayaknya mereka gak suka sama kita deh, makanya dikunciin," sambung pemuda itu.
"Kak Juju takut?" Julian mengangguk lucu.
"Haish, ini pintunya macet doang. Jangan aneh-aneh deh, kalo kata orang mereka tuh gak akan datang kalau kita gak sebut. Jadi, diem aja ya, Kak. Jangan mancing," ujar Anna sambil berusaha membuka pintunya.
"Sini, aku aja yang coba," ucap Julian.
Hasilnya sama saja. Pintu itu tidak mau terbuka.
"Gimana ini?!" pekik Julian.
"Sabar, Kak. Kita tunggu aja mana tau ada orang," ucap Anna.
"Mana bisa dih? Nanti Ken kepanasan di sini. Tempatnya pengap banget tau, coba deh kamu cari jalan keluar di sini. Mana tau ada pintu rahasia," titah Julian. Anna terkekeh.
"Kenapa bukan Kakak aja yang cari pin—"
"Gue takut woy, sana cepetan!" ketus Julian.
"Iya sabar." Anna pun beranjak dari sana. Namun, belum saja menjauh pemuda itu malah mencekal tangannya.
"Jangan pergi deh, di sini aja temenin Kakak. Kalau sendirian lebih serem tau," gerutu Julian. Anna mengangguk, jauh di dalam lubuk hatinya gadis itu sudah berteriak kegirangan. Ia bahkan sangat gemas dengan sikap pemuda yang ada di hadapannya.
Julian terlalu lucu baginya.
.
Haii maaf banget nih baru update:(
Apa kabar kalian? Semoga kalian semua sehat-sehat ya!
Btw, masih ada yang nungguin cerita ini ga sih? Wkwkwk
Ya udahlah ya, segitu aja dulu babai!!💚💚💚
KAMU SEDANG MEMBACA
Papa | Park Jisung (On Going)
Fanfiction(bahasa; au) Julian Andika hanyalah seorang bujang yang menjadi papa muda. Lika-liku dari kehidupan yang cukup curam sudah dia rasakan, dan ia berjanji akan merawat anaknya sebaik mungkin. [ Park Jisung alternative universe ] #4 in fandom #4 in fiks...