1.8 hah

331 61 8
                                    

"Gila lo! Gue—"

"Lo cakep Ste, cocok sama gue. Lo pernah senasib sama gue dan mungkin lo cari pelampiasan positif lo itu lewat kerja. Lah gue? Gue lewat apa lagi kalau bukan lo? Gue butuh pengganti Anna di hati—"

"Ju, dengerin gue." Julian berhenti berbicara dan menatap Stela. 

"Bukan ini caranya. Percuma kalau lo mulai hubungan dengan 'terpaksa', semua gak akan berjalan dengan baik. Lo gak bisa langsung berprasangka semua akan baik-baik aja selama lo sama gue ya ada komitmen, gak semudah itu. Lo sama gue juga gak ada rasa sama sekali Ju. Lo bisa cari pelampiasan lain dengan ikut apa gitu, seminar kek buat perkembangan anak, atau jalan-jalan bareng Ken," tutur Stela.

"Inget Ju, dunia lo bukan cuman sebagai orang biasa yang kerja di kafe doang. Lo kerja cari duit buat Ken, buat anak lo. Lo gak bisa karena hal ini langsung lupa sama tanggung jawab penting lo di sini. Gue gak nolak sih, tapi gimana ya? Gue takut," imbuhnya. Julian menunduk, ah betul sih. Yang dikatakan Stela tadi ada benarnya. Toh kalau seperti itu bukannya dia malah makin kepikiran Anna ya?

"Gue ada tiket travel 3, kita jalan-jalan aja buat healing. Mana tau patah hati lo bisa bermanfaat ye kan abis dari Malioboro." Julian langsung mengangguk ceria. Siapa sih yang mau melewatkan tiket gratis itu? Semua orang pasti mau lah.

"Nih, makan lagi pudingnya. Anggep aja itu hati lo, lo hancurin aja. Mana tau orang-orang anggep lo psiko," cibir Stela.

"Intinya sih, jangan lupa tiket konser gue ya! Kalo enggak, awas aja lo. Gue bilangin ke mereka semua rahasia lo, terus anak lo gue culik." Julian langsung memicingkan matanya tajam.

"Lo kalau mau nyulik tuh yang pinter dikit napa, lo mau nyulik anak ngomongnya malah di depan bokapnya, gimana cerita sih?" Stela cengengesan. Jauh di sana, Anna tidak menikmati jalannya acara pertunangan dia sendiri. Rasanya tuh bosan, tapi yang membuatnya merenung seperti ini ya karena itu—Julian dan Stela—yang datang ke pesta ini sebagai pasangan. Jih, dia kira mah Julian masih sendiri, tanpa dia ketahui sudah ada seseorang yang bersandar di hati Julian.

Itu berarti, rencananya bersama si Kakak tidak akan bisa terlaksana dengan lancar. Toh Julian sudah punya orang, mana mungkin sih Anna rebut gitu aja? Bisa-bisa dia disangka sebagai pelakor oleh orang-orang, dan bisa mengkhianati Jeno juga. Coba lihat pemuda itu, dari tadi senyum manis tidak hilang dari wajahnya. Anna tidak habis pikir, apakah Jeno tidak merasa pegal tersenyum terus? Anna sendiri sih sudah jenuh.

Yah, tapi mau bagaimana lagi sekarang? Jeno dan dia sudah sebagai tunangan yang sah di mata orang lain. Mau tidak mau, Anna harus mulai melupakan Julian dan berfokus pada Jeno. Iya, itu hal yang penting.

Acara berjalan cukup lama dan waktu sudah larut, Ken yang dari tadi ada di gendongan Julian pun tertidur pulas. "Ayo pulang, gue udah capek nih. Lo yakin mau tunggu sampe semua tamu pulang? Malem banget cuy, gue mau rebahan," gerutu Stela.

"Atuh sabar dulu sebentar, ini juga bentar lagi pulang."

"Anak lo udah tidur dari tadi itu woi! Dari mukanya aja udah capek banget, gak kasian apa sama Ken? Duh, gue aja lah yang bawa pulang anak lo sini!" Stela hendak membawa Ken dalam gendongannya. Namun, hal itu langsung ditepis oleh Julian.

"Gak, yaudah ayo kita pulang dah. Naik angkot lagi ye?"

"Ju, lo pilih golok apa pisau karatan rumah gue?"

"Iya, iya, bercanda anjir. Serem banget lo," desis Julian. Keduanya pun berpamitan dengan yang lain, untungnya ada Kevin yang berbaik hati menawarkan jasa sopirnya untuk mengantar mereka pulang. Untung aja.

Mereka pun segera masuk ke dalam mobil hitam yang telah disediakan. Stela menghela napas lega, akhirnya setelah berjam-jam dia berdiri, sekarang dia bisa beristirahat sambil menunggu perjalanan ke rumahnya. "Anter ke rumah lo dulu ya?" Stela langsung membulatkan kedua matanya.

"G-gausah, rumah lo dulu aja."

"Lah, gapapa. Lo cewek, gak baik pulang sendirian." Julian bersikeras.

"Asli, gue gak apa-apa pulang belakangan."

"Lo kenapa dah?"

"Gue pulang belakangan aja," ujar Stela.

"Dengerin gue, walaupun lo belum gue suka sepenuhnya, ini udah jadi tanggung jawab gue buat pastiin lo bisa balik ke rumah dengan selamat. Jangan keras kepala gitu, oke?"

"Lah, emang gue terima tadi?"

"Heh, lo udah terima ya. Lo bilang lo gak tolak, tapi agak gimana gitu." Stela terkekeh. Dia baru ingat kalau hari ini itu hari pertama mereka.

"Lo gak bakal ngejek gue kan kalau udah sampe ke tempat tinggal gue?" Julian mengerutkan dahinya.

"Enggaklah, kenapa coba harus gue ejek?"

"Yaudah, kalau begitu. Pak, nanti di depan bunderan langsung ambil ke kiri ya pak. Masuk gang pertama pagarnya warna putih," ucap Stela. Mobil itu melaju melewati bundaran sesuai dengan perkataan gadis tersebut. Julian menatap ke luar jendela dan menyadari kalau di luar sedang gerimis.

"Berhenti di sini, Pak." Mobil berhenti sesuai dengan instruksi Stela.

"Gue turun duluan ya Ju?" Julian menatap Stela sebentar.

"Gue anter ya? Luar gerimis, baju lo ... entar lo kedinginan."

"Gue gapapa, tinggal lari sebentar aja kok. Kalau lo ikut, nanti Ken bisa kena air hujan. Kalau dia sakit gimana?" Julian terdiam, perkataan Stela benar. Dia tidak bisa membahayakan Ken dalam kondisi seperti ini.

"Gue duluan." Julian mengangguk. Stela segera beranjak keluar dari mobil dan berlari kecil memasuki bangunan minimalis itu. Julian tersenyum kecil, sekarang ia tahu kenapa Stela berkata untuk tidak mengejek dirinya. Rupanya gadis itu tinggal di panti asuhan.

Julian kira Stela hanyalah anak yang merantau ke Jakarta, rupanya alamat yang dikatakan oleh gadis itu padanya hanya alamat palsu ya?

Lucu. Kena tipu.

TBC

Haii!! Apa kabar kalian semua?

Gimana nih chapter kali ini? Adakah yang masih berharap juju sama anna? Atau apa🌚🌝

Dah ah, babaiii

Papa | Park Jisung (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang