Yumna dan Lagunya

100 27 15
                                    

Ketawa aja sampe lupa sakitnya kaya apa.
Ketawa terus sampe akhirnya luka ilang dengan sendirinya.

🛵🛵🛵

Cuitan burung yang bersahutan menjadi musik alami di pagi hari, di bawah langit Jakarta. Laskar dengan sabar, sambil mengukir senyum membantu Yumna mandi dan bersiap ke sekolah. Abian dan Sutan sudah rapi dengan seragam merah putih, lengkap dengan dasi juga topi. Keduanya telah duduk manis di ruang makan, menunggu jatah sarapan dari Tante Amara, ibu tiri mereka.

Namun, hingga Laskar dan Yumna yang wangi kayu putih bergabung, sarapan belum jua terhidang. Laskar menatap kanan kiri, tak ada tanda-tanda Tante Amara memasak. Sekedar wangi bawang goreng juga tak tercium.

Melihat tampang kedua adiknya yang sudah layu, maklum mereka biasa makan pagi, Laskar memutuskan mencari keberadaan Tante Amara yang ternyata, masih di dalam kamar bergulung di bawah selimut sambil main ponsel.

"Bu, belum buat sarapan?" tegur Laskar, mengintip dari balik pintu.

"Duh, Kar. Kamu tuh dah gede bikin sendiri sana!" sahut Tante Amara, ketus.

"Yumna suruh ke sini!" titah Tante Amara dan diiyakan oleh Laskar.

Laskar balik ke ruang makan, menyuruh Yumna menemui mamanya di kamar dan bilang pada Sutan juga Abian tunggu sebentar, Laskar buat sarapan dulu. Hanya ada satu telur di kulkas, Laskar memutuskan membuat nasi goreng saja agar telurnya bisa satu untuk bersama.

Selesai membuat nasi goreng, sarapan pun secepat kilat mereka habiskan. Laskar menyuruh kedua adik lelakinya segera menunggu dirinya di teras.

"Ninja Abang lap dulu ya joknya," titah Laskar dan diiyakan oleh dua adiknya.

Sementara itu, Laskar secara kilat mencuci perabotan terlebih dahulu agar terhindar dari amukan Tante Amara. Bagi Laskar, biar Tante Amara kurang ramah ke Laskar dan adik-adik, yang penting wanita itu sayang pada bapak.

Setelah berhasil menyelesaikan kegiatannya, Laskar berlarian ke luar sambil mengenakan jaket. Dia dapati kedua adiknya setia menunggu di samping si ninja biru.

"Ok, Ninja ... ayo kita kemon!" seru Laskar sambil naik ke atas motor.

Lalu setelah kedua adiknya bertengger di jok belakang, Laskar mulai melajukan motornya. Membelah jalanan yang padat, cowok itu berhenti sejenak di depan sekolah kedua adiknya. Berpesan pada mereka agar belajar dengan baik, jangan bolak-balik izin ke toilet terus. Laskar juga berpesan, jajannya makanan berat. Nanti pulang sekolah harus bersama, nggak boleh saling ninggalin. Terakhir, Laskar berpesan jangan buat ulah di sekolah. Semua pesan Laskar, diiyakan oleh kedua adiknya.

🛵🛵🛵

Laskar sampai di sekolah bersamaan dengan genk Bleeding Underwear tiba. Genk motor yang kata orang rusuh, tapi sebetulnya anak-anak baik. Apalagi ketuanya, cowok ganteng pujaan satu sekolah, termasuk Sahla. Laskar bersikap biasa saja pada ketujuh Genk Bleeding Underwear, dia menyapa ramah dan menyalami satu per satu teman satu angkatannya itu.

"Apa kabar, Kar?" sapa si cowok paling ganteng dengan jaket kulit penuh stiker, tersenyum miring.

"Baik banget, Bang. Elo apa kabar?" balas Laskar, cowok berkumis tipis itu tersenyum menampakan barisan giginya.

"Baik, sih. Gue cuma mau ingetin, kalo ngelintas ke SMA BI, jangan pake almamater, ya." Perkataan si cowok ganteng itu Laskar tanggapi dengan anggukan, lalu secepat kilat dia melesat pergi sebab melihat Sahla sudah berjalan di koridor kelas.

Laskar berlari-lari kecil agar bisa berjalan di belakang Sahla yang hari itu mengenakan jaket rajut hitam. Rambut  panjang Sahla tergerai indah, wangi parfumnya bahkan bisa Laskar hirup. Sungguh nikmat Tuhan yang sayang dilewatkan. Hingga tiba di kelas, Laskar masih berjalan di belakang Sahla. Namun, cowok itu segera berbelok ke bangkunya saat Sahla duduk. Teman lain yang tahu, betapa Laskar memuja Jelita Sahla Hermawan hanya senyum-senyum saja. Definisi dari Laskar yang tak berani mengungkapkan rasa, dan Sahla yang tak pernah peka.

Sementara itu, di bangku paling belakang cewek bernama Pelangi memandang malas ke arah Laskar. Bagi Pelangi,  Laskar itu buang-buang waktu sudah suka ke Sahla. Kedudukan Laskar dan Sahla bagaikan langit dan bumi, jauh sekali. Pelangi tahu, Laskar dari keluarga kalangan apa. Pelangi juga paham, Sahla itu cewek seperti apa. Bukannya mau merendahkan Laskar, tapi Laskar dengan segala kekurangannya pasti tak akan mampu menarik perhatian Sahla.

Pelajaran dimulai ketika guru memasuki kelas. Pagi-pagi sudah diberi materi matematika dengan angka dan rumus yang buat Laskar jadi pening sendiri. Cowok itu bukan tipe anak pintar, tapi dia termasuk anak yang rajin belajar, meski lama sekali menangkap materi.

"Duh, materi kemaren aja gue belum paham," gerutu Laskar dalam hati.

Demi merefresh otak, sesekali Laskar menengok ke arah Sahla. Rasanya langsung segar kembali. Apalagi ketika Sahla menengok ke bangku Aluna, otomatis Laskar bisa melihat wajah cantik cewek itu.

Pelajaran matematika usai, antara senang dan kesal seluruh siswa menanggapinya. Senang sebab berpisah dengan angka dan rumus, kesal sebab diberi tugas banyak.

"Ini tugas Pak Edwin kayak kasih ibu ya?" teriak Juli, setelah Pak Edwin keluar kelas.

"Lah, ngapa kayak kasih ibu dah?" timpal Utami, sang bendahara kelas.

"Iya, tak terhingga sepanjang masa," jawab Juli sambil menepuk jidatnya kemudian ditimpali riuh tawa teman-teman satu kelas, termasuk Laskar.

🛵🛵🛵

Langit keabuan ketika Laskar mengambil motor di parkiran, lagi-lagi dia bertemu dengan geng Bleeding Unnderwear. Ketujuh cowok itu tumben sekali tak kabur. Biasanya hanya ketua gengnya yang bertahan hingga akhir pelajaran.

"Aneh ya, lihat kita masih formasi lengkap?" Salah satu anggota Bleeding Underwear menebak raut bingung Laskar.

"Kagak, Bang. Bagus, pertahankan dan tingkatkan." Laskar memakai helm kemudian pamit pergi lebih dulu. Perutnya sudah keroncongan minta diisi, jangan sampai jadi dangdutan nanti diomeli tetangga yang lagi ngaji.

Tiba di rumah, Laskar lihat ada sepatu bapak di bibir pintu. Senyum cowok itu langsung mengembang. Sudah dua minggu tak bertemu bapak, jelas saja Laskar rindu.

Di ruang tamu, bapak sedang mengobrol dengan Tante Amara. Ada Yumna yang duduk di pangkuan bapak. Juga ada Abian dan Sutan di samping bapak. Bapak terlihat semakin hitam, urat-urat di tangannya yang menonjol mencerminkan betapa pria itu sudah bekerja keras selama ini. Menjadi buruh bangunan dengan gaji kecil, kadang sering dicurangi sang mandor. Namun, tak membuat bapak berhenti bekerja. Bapak tak punya ijazah, bahkan buta huruf. Selain kerja berat begitu, bapak tak punya pilihan lain.

"Abang Akar!" teriak Yumna, begitu mata indahnya melihat sosok Laskar.

Laskar merentangkan tangan, membuat Yumna berlarian ke arahnya minta digendong. Laskar mendekat ke arah bapak dengan Yumna nemplok bak anak kangguru di tubuhnya.

"Sehat, Kar?" bapak mengusap kepala Laskar saat cowok itu mencium tangannya.

Laskar mengangguk, balik bertanya. "Bapak juga sehat, 'kan?" Sebab barusan tangan bapak terasa hangat, nyaris panas. Wajahnya juga nampak layu.

"Sehat dong," sahut bapak cepat.

"Makan dulu, gih, Kar. Ibu masak tumis ikan teri kesukaan kamu." Tante Amara memang pintar akting, depan bapak dia berlagak layaknya bawang putih.

Laskar jelas memanfaatkan momen itu dengan mengajak dua adiknya makan banyak. Bahkan Laskar sengaja menyuruh kedua adiknya menumpahkan makaroni dalam stoples ke plastik untuk disimpan di kamar. Pokoknya, momen keberadaan bapak di rumah Laskar gunakan sebaik-baiknya untuk mengisi perut. Biar saja Tante Amara kesal.

🛵🛵🛵

Malam hari Laskar dan ketiga adiknya mengerjakan PR bersama di ruang tamu, sedangkan bapak dan Tante Amara pergi ke luar mengunjungi orang tua Tante Amara. Berkali-kali Yumna merengek, katanya PR-nya sulit. Saat Laskar periksa, padahal hanya menebalkan titik-titik saja. Yumna malah menangis, seperti sedang kesal.

Laskar kewalahan, ia bujuk Yumna dengan segala cara. Mulai dari pura-pura jadi Mamah Dedeh dengan menggunakan selimut sebagai kerudung. Pura-pura ceramah hingga Yumna kembali tertawa. Lalu cowok itu juga menyimpan boneka Teddy bear Yumna di atas kepala sambil nyanyi burung kakak tua.

"Beruang Yumna tua, hinggap di kepala Abang. Yumna masih muda, mukanya cantik jelita." Laskar jelas membuat Yumna terpingkal-pingkal. Sedangkan Abian dan Sutan hanya tersenyum, bangga juga ke Laskar. Selalu sayang ke Yumna yang kadang manja.

LaskarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang