"Mamaaa", teriak seorang anak berusia lima tahunan, menghampiri ibunya yang menjemput.
"Sayangnya mama, maaf ya baru bisa jemput, tadi di jalan macet lumayan lama", wanita itu memeluk anaknya yang menghampiri.
"Nak Jake, terimakasih ya sudah mau nemenin anak saya"
Jake tersenyum ramah, "Sama sama bu, sudah kewajiban saya sebagai salah satu guru di taman kanak kanak ini"
"Yasudah, saya duluan ya", pamitnya
"Kak Jake, besok kita main lagi ya!", seru anak itu sambil melambaikan tangan kepada Jake dan dibalas lambaian tangan pula.
Iya. Jake memutuskan menetap bersama Heeseung daripada balik lagi ke Australia. Ia teringat akan permintaan terakhir Ethan di surat yang ia temukan.
"Sudah bisa pulang?", tanya Heeseung yang menjemputnya.
"Sudah, maaf ya kak jadi lama", Jake menundukan sedikit kepalanya karna Heeseung memasangkan helm dikepalanya.
"Gapapa, udah ayo naik"
Jam makan siang di tempat kerja Heeseung itu sama dengan jam pulang di tempat Jake mengajar. Jadi Heeseung selalu menjemput Jake setiap makan siang. Agar bisa makan bersama katanya.
"Mau makan dimana?", tanya Heeseung
"Haa? Apa kak?", tannya balik Jake karna tak bisa mendengar Heeseung dengan jelas
"Mau makan dimana?"
"Dirumah aja, kan tadi kaka masak"
Berakhir mereka sampai dirumahnya. Iya, masih dirumah yang sama dengan rumah di rumah yang dulu.
Mereka makan berdua di meja makan. Tak ada pembicaraan karna Jake belum mengawalinya. Mau bagaimana lagi? Heeseung bukanlah seseorang yang pandai mencari topik.
"Kak Hee, masa tadi ada murid ku yang ngomong kasar, ga baik banget padahal masih kecil", Jake berbicara sambil mengunyah makanannya.
"Iyaa ngomong kasar ga baik, tapi ngomong sambil makan juga ga baik", Heeseung menunduk. Wajahnya terlihat masam.
Jake menelan makanannya, "Kaka kenapa? Kaka okay?"
Heeseung merogoh sakunya. Mengeluarkan sebuah kaca kecil. Kemudian menghadapkan wajah itu ke kacanya.
"Kangen... Ethan..", ucap Heeseung
Jake mempoutkan bibirnya. Dirinya juga merindukan bayangan kakanya itu. Teringat bagaimana Ethan sangat peduli padanya, bagaimana Ethan mengajarinya segala hal baru.
Jake menyalakan layar ponselnya. Disana terdapat fotonya bersama Ethan. Ah tidak, mereka tidak boleh sedih. Bukannya Ethan mengorbankan dirinya agar mereka sama sama bahagia?
"Kaka jangan sedih ya, kalau kaka sedih nanti kak Ethan sedih", bujuk Jake
"Siapa yang sedih? Gue ga sih kok, cuma kangen aja", Ia merapikan kacanya itu kemudian merubah mimik wajahnya menjadi datar kembali
"Kak semua saudara dari papah bisa kaya kaka ya?"
"Iyaa, cuma kamu doang yang ga bisa"
Jake menyadari hal itu dari lama sebenarnya. Sempat ia berfikir bahwa dia bukanlah anak kandung papahnya. Tapi kakaknya selalu meyakinkan bahwa 'hal' itu bukanlah penentu garis keturunan.
seakan akan bisa membaca isi fikiran Jake. Heeseung berkata,"Walaupun kamu ga bisa, bukan berarti kamu bukan anak papah kok, kamu anak biologisnya papah, bahkan yang paling disayang"
"Iyasih", Jake mengaduk teh nya dengan pola berantakan. Walaupun kakanya sudah ribuan kali mengatakan hal hal seperti itu. Ia tetap penasaran.
"Sudah jam segini, kaka balik ke tempat kerja kaka dulu ya", Heeseung berdiri dari duduknya begitu pula Jake.
Jake mengantar kakanya sampai di depan pintu. Kemudian mencium punggung tangan Heeseung.
"Hati hati dirumah, kalau ada apa apa jangan sungkan sungkan telfon kaka, kaka pulang agak larut kayanya"
"Yasudah, kaka hati hati juga ya"
Sepeda motor Heeseung pergi begitu saja. Jake menghela napas berat. Ia menutup pintu rumah itu dan kembali ke ruang kerja Heeseung.
Jake selalu dilarang ayahnya serta kakanya untuk membaca buku buku tentang keluarga mereka. Namun, Jake yang super penasaran dan keras kepala selalu membacanya ketika Heeseung tak ada dirumah.
Karna sesungguhnya. Yang tidak di ketahui biarlah tetap menjadi rahasia.
...
Halo, gimana? Sudah senang belum saya buatin sequel?
Cover ceritanya sangat tidak menggambarkan isi ceritanya. Tapi tidak apa, saya sedang suka buat cover yang cerah2.
Terimakasih sudah menyempatkan diri membaca cerita saya. Tetap semangat dan jaga kesehatan.
-yvan
KAMU SEDANG MEMBACA
Why I Can't?
Non-Fiction[Sequel of Maze In Mirror] Jake yang sadar bahwa semua orang dari garis keturunan ayahnya memiliki kemampuan yang sama untuk berbicara dengan bayangannya, membuatnya penasaran. mengapa hanya dirinya saja yang tidak bisa?