Part yang ini garing. Ga dibaca juga gapapa. Tangan saya cuma gatel pengen nulis part ini.
...
"Papah jangan nangis", Jaeyun menaruh kepalanya diatas dada Heeseung yang sedang tertidur dengan keadaan menangis.
Tangan kecilnya mengusap pipi ayahnya yang basah. Mengecupnya beberapa kali. Berharap Heeseung akan terbangun dan berhenti menangis.
"E-eh? Jaeyun kenapa sudah bangun?", kaget Heeseung saat membuka matanya. Melihat putra kesayangannya sedang terjaga.
"Tadi Papah nangis sambil ngigau Jae jadi kebangun, Papah kenapa sedih?"
Heeseung mengangkat tubuh Jaeyun agar anak itu memeluk dirinya. Menepuk punggung anaknya dengan pelan. "Gapapa, Papah cuma mimpi buruk"
"Iiii pasti Papah ga baca doa ya!"
"Baca kok, siapa bilang ga baca?"
"Itu buktinya mimpi buruk, kata Bibi sebelum tidur harus baca doa agar tidak mimpi buruk, begitu Papah", jelasnya
Jaeyun. Anak berusia lima tahun yang sangat religius terutama dalam hal kecil. Yang selalu mengingatkan Papahnya untuk berdoa sebelum melakukan sesuatu.
"Sttt udah tidur lagi aja, besok Jae di minta bu guru untuk baca pidato kan? Papah boleh baca isinya ga?"
"No no no, besok Papah denger sendiri aja"
"Yasudah deh"
Esok adalah hari ibu. Sekolah Jaeyun mengadakan festival untuk merayakan hal itu. Mereka mengundang para wali murid juga tentunya.
"Jae sudah siap?", tanya bu guru sambil merapikan dasinya.
"Sudah dong bu, Jae selalu siap!"
"Pintarnya, yasudah naik ke panggung sana, hati hati jatuh"
Jaeyun menaiki tangga itu pelan pelan. Tangan kirinya memegang mikrofon. Dan tangan kanannya memegang naskah. Senyumannya tak luntur dari wajahnya meskipun ia merasa gugup.
"Haloo semuanya, ini Jaeyun!", sapanya.
"Hari ini Jaeyun mau cerita, yang lainnya dengerin ya, kata bu guru ga baik kalau orang berbicara tapi ga di dengerin"
Matanya mengerjap sesaat. Kemudian mulai membaca teksnya.
"Jaeyun ga tau siapa ibu nya Jae", ucapnya di awal membuat para pendengar sedikit terkejut.
"But it's okay! karna waktu bayi, Jaeyun di rawat sama Paman Bibi dengan peeenuh kasih sayang, Paman Bibi yang menjadi Ayah Bundanya Jae"
"Lalu saat Papah jemput Jae dari tempat Bibi, Jae takut. Takut kalau nanti Jae ga punya sosok Ibu"
"Papah orangnya tampan, tinggi, sama uangnya banyak. Jae sering dibeliin mainan sama Papah kalau Papah baru pulang kerja"
"Walaupun Jae ga punya Mamah, Jae tetap ngerasain gimana rasanya punya Mamah, karna Jae punya Papah yang hebat!"
Heeseung duduk di bangku paling belakang. Ia mendengarkan apa yang di ucapkan oleh putranya. Pria itu di temani oleh temannya ke acara putranya.
"Sok iye banget omongan lu tong, anak siapa lu?", cibir Beomgyu yang duduk disebelah Heeseung.
"Sirik amat lo, bilang aja lo iri kan karna anak lo ga semanis anak gue", balas Heeseung.
Beomgyu memasang wajah julid, "Iyain deh yang anaknya paling manis, anak gue mah kecut kaya jeruk nipis"
Oke, mari kembali kepada Jaeyun.
"Papa sering bilang ke Jae buat ga nilai orang dari masa lalunya, Jae ga paham maksudnya tapi kalau suatu saat Jae sudah paham, bakal Jae lakuin kok Pah!"
"Makasi ya Papah sudah jadi Papah yang baik. Sudah mau nemenin Jae ke kamar mandi kalau kebelet malam malam. Sudah mau masakin Jae sarapan yang enak. Dan makasi sudah bersedia jadi Papahnya Jae"
"Intinya walaupun hari ini hari ibu, Jae tetep bisa ngerayainnya"
"Karna Jae punya Papah, sayang Papah!"
Salah satu guru menghampiri Heeseung, "Pak, silahkan naik ke panggung"
Heeseung beralih ke tempat Jaeyun. Ia sangat bangga kepada putranya. Bukan karna Jaeyun berani berbicara di depan umum. Namun, karna putranya bisa mengungkapkan rasa sayangnya.
Tidak seperti dirinya.
Tangan kirinya menggendong Jaeyun. Mengecup pipinya sambil tersenyum. "Anak Papah hebat banget", pujinya.
"Haloo semuanya, ini Papahnya Jaeyun", sapanya.
"Ganteng banget dudanya! Om Mamah ku Janda nih", sorak salah satu remaja.
Heeseung terkekeh, hari itu ia mendapat banyak sanjungan dari orang orang disekitarnya. Mereka menganggap Heeseung adalah seseorang yang berhasil mendidik anaknya. Ya walaupun mereka tak salah juga sih.
"Siapa yang ajarin ngomong kaya gitu tadi?", tanya Heeseung sambil menyetir.
"Di ajarin sama Oma!", jawabnya. Oma yang dimaksud adalah Irene.
"Wahh, omong omong kita sudah lama ya ga kerumah Oma, mau kesana?"
"Mau!"
Heeseung membanting stirnya ke arah rumah Taehyung. Hubungan mereka jadi agak membaik ketika Heeseung mengadopsi Jaeyun. Ya walaupun Heeseung masih memanggil Irene dengan sebutan "Tante"
Tiba tiba pria itu teringat. Teringat bagaimana ia selalu mengantar Jake ke rumah Ayah mereka dengan motor andalan Heeseung. Teringat ketika Jake akan selalu memeluknya erat. Masih teringat jelas bagamana Jake yang menggunakan helm dengan size kebesaran.
"Huftt", ia menghela napas.
"Yeayy sampai dirumah Oma, makasi Papah sudah antar Jaeyun ke sini"
"Iyaaa sayang"
Mereka berdua turun. Jaeyun berlari membuka pintu rumah itu. Mencari sang Nenek yang sedang berada di halaman belakanh.
"Oma!", serunya.
"Ehh cucu kesayangan Oma datang", sambut Irene memeluk Jaeyun.
"Selamat hari ibu ya Oma", ucapnya
"Aaaa makasi ya, Jae sudah makan?"
"Belum Oma, baru pulang sekolah"
"Mau makan apa? Biar Oma masakin"
"Boleh sup ayam ngga? Jae lagi pengen makan itu.."
"Oh boleh dong, All for you baby"
"Jake banget seleranya", batin seorang ibu yang merindukan anaknya.
Disisi lain.
"Pah", sapa Heeseung sambil mencium punggung tangan Taehyung
"Eh, kapan datang nak?"
"Barusan, Jae minta kesini"
"Oalah, udah makan belum? Kalo belum kedapur sana, istri ku tadi masak"
"Iya deh yang punya istri"
"Mentang mentang anaknya jomblo, setiap nyebut istrinya pasti pakai kata 'istri ku'"
Heeseung berpindah ke dapur. Ia juga lapar. Berniat meminta makan kepada ibu tirinya.
"Tan, ada makanan ga? Laper nih", tanya nya sambil membuka kulkas.
"Ada indomei tuh, kamu kan suka Indomei", jawab Irene sambil memotong daun bawang.
Pria beranak satu itu memasak mie instannya dengan cepat. Memakannya dengan terburu buru sangking laparnya. Tepat sekali Irene baru selesai dengan masakannya.
"Makasi Oma, masakannya enak!", puji Jaeyun.
"Lho, ternyata tante dari tadi masak?", kaget Heeseung.
"Iyaa, ini masakin Jaeyun sup ayam, kamu mau?"
Heeseung memasang wajah masam. "Ga dulu dah tan, udah kenyang"
...
Entah lah saya gabut jadi nulis ini.
Beneran ini yang terakhir.
TerimakasihAnw ayo isi secreto saya kak😁
KAMU SEDANG MEMBACA
Why I Can't?
No Ficción[Sequel of Maze In Mirror] Jake yang sadar bahwa semua orang dari garis keturunan ayahnya memiliki kemampuan yang sama untuk berbicara dengan bayangannya, membuatnya penasaran. mengapa hanya dirinya saja yang tidak bisa?