23. Pengakuan

51 15 1
                                    

So Min turun dari mobil dengan bantuan Joong Ki. Tangan pria itu lebih dulu terulur ketika ia membukakan pintu.

Joong Ki menahan tersenyum tipis. "Apa kamu siap?"

So Min mengangguk. Tanpa sadar tangannya masih menggenggam jemari pria itu. Keduanya melangakah bersamaan menuju lift. Pesta resmi itu diadakan di lantai sepuluh.

Menghela napas panjang, So Min bergumam, "Aku sangat gugup."

Joong Ki menoleh sekilas, lalu tersenyum miring. "Tenang saja. Pesta itu diadakan dengan mengundang banyak orang. Tidak akan ada yang menyadari kalau aku cucu pemilik gedung ini. Yang artinya kau juga tidak akan diperhatikan. Yeah, kecuali jika ibuku bersikap berlebihan," ujarnya merendahkan intonasi di akhir kalimat.

Mata So Min membulat. "Apa?" Mulutnya sontak menganga. Membuat Joong Ki mau tak mau menahan diri untuk tidak mengusap puncak kepala wanita itu. Menggemaskan, batinnya.

"Joong Ki-ssi, kamu cucu pemilik tempat ini?" tanya So Min memastikan.

Pintu lift terbuka. Joong Ki menarik lengan So Min agar segera keluar, lalu menyeretnya menuju aula utama lantai sepuluh. Terlihat banyak tamu yang hilir mudik di area lift.

So Min dibuat tak berdaya karena langkah Joong Ki kian cepat. "Joong Ki-ssi, tolong pelan-pelan. Aku tidak terbiasa dengan gaun ini."

Pria ber-tuxedo hitam itu memperlambat langkahnya hingga berhasil membuat So Min bernapas normal. "Kenapa kamu terburu-buru sekali? Lalu, apa benar kamu cucu pemilik tempat ini?"

Joong Ki mengacungkan telunjuknya ke mulut. Ia menatap So Min lurus. "Bersikaplah seolah kita ini pasangan. Sebentar lagi kita akan menemui kakekku. Jangan bersikap ceroboh dan tahan dirimu untuk tidak banyak bertanya untuk malam ini saja. Paham?"

So Min menelan ludah. Perlahan wanita itu mengangguk. "Aku paham. Tapi berjanjilah padaku untuk menceritakannya nanti."

Joong Ki menutup matanya seraya mengangguk dalam. "Ya, aku akan menceritakannya nanti."

Keduanya mulai mengambil ancang-ancang. Aula utama siap menyambut mereka. So Min dan Joong Ki saling bertukar pandang. Perlahan, pria itu menuntun tangan So Min agar melingkar ke lengannya. "Bersikaplah natural."

So Min mengangguk patah. Dalam mimpinya, ia bahkan tidak pernah mengalami kejadian seperti ini. Wanita itu mulai melangkah ketika Joong Ki menggerakkan kakinya memasuki area utama.

"Joong Ki! Astaga, aku sangat merindukanmu, Nak!" Song Min Ah tersenyum lebar menyambut kedatangan putra kesayangannya. Sosok bergaun merah itu merentangkan tangannya bersiap memeluk Joong Ki.

"Bagaimana kabarmu, Ibu?" tanya Joong Ki memeluk Song Min Ah erat. Ia melirik So Min yang berdiri tak jauh darinya dengan raut muka tegang.

"Seperti yang kamu tahu, akhir-akhir ini kepalaku rasanya mau pecah karena memikirkanmu!" tukas Song Min Ah kesal. Perasaan senangnya menguap seketika.

Joong Ki menghela napas. Ia tidak mau banyak berkomentar soal itu. Kali ini matanya beralih pada sosok pria berahang tegas dengan alis yang seolah terus mengerut di dekat sang Ibu. "Lama tidak bertemu, Ayah." Joong Ki membungkuk sekilas.

Pria paruh baya itu berdeham. "Bagaimana pekerjaanmu di Gangdong? Apa kamu merasa bebas di sana setelah meninggalkan perusahaan?"

Joong Ki tersenyum miring. "Tentu. Aku tidak perlu berurusan dengan banyak orang tua di sana. Murid-muridku sangat bersemangat."

Song Min Ah sontak memukul lengan Joong Ki menyuruh pria itu diam. "Bicaralah yang sopan. Bagaimanapun dia itu ayahmu."

"Siapa dia?" Seolah tak peduli dengan sindiran anaknya, pria paruh baya itu menatap So Min penasaran. Selama ini, ia hampir tidak pernah melihat anaknya berkencan dengan seorang perempuan. Tidak setelah Ae Ri.

Fabs CaféTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang