54. Menjalar

30 10 0
                                    

Suasana yang tadinya terasa hangat mendadak canggung karena sorot mata So Min berubah suram. Joong Ki yang menyadari hal itu tidak tahu harus bersikap bagaimana. Pasalnya, sikap Ae Ri yang terkadang blak-blakan itu juga membuatnya tak habis pikir. Dengan isyarat mata, Joong Ki menyuruh agar Ae Ri segera menjelaskan maksud ucapannya barusan.

Mata Ae Ri melebar. Wanita itu melirik So Min yang kini terlihat sibuk menafakuri laptop di hadapannya. "Omo! Maafkan aku, So Min-ssi. Aku sama sekali tidak bermaksud. Tadinya aku lupa membawa mantel karena terburu-buru. Dan Joong Ki-ssi meminjamkan jas ini padaku," jelas pemilik mata tajam itu tampak menyesal.

Sudut bibir So Min tertarik ke atas. "Untuk apa? Aku malah senang jika Joong Ki-ssi sangat peduli pada orang-orang di sekitarnya," jawab wanita itu berusaha bersikap bijak.

Mendengar itu, sontak Ae Ri menutup mulutnya tak percaya. Wanita itu merasa terharu dengan ucapan So Min barusan. "Astaga, pantas saja pria kaku ini bersedia menjadi kekasihmu, So Min-ssi. Kamu sangat dewasa."

Joong Ki diam-diam menghela napas lega. Dalam hati ia bersyukur karena So Min sangat peka dan bisa diandalkan. Pria itu tersenyum samar. Yeah, memang pilihannya tidak salah.

"Omong-omong, aku harus ke toilet sebentar." So Min bangkit berdiri, lalu menunduk sekilas dan berlalu meninggalkan Ae Ri dan Joong Ki yang kini tampak dua kali lebih tercengang.

"Apa dia cemburu?" bisik Ae Ri sedikit takut. Menatap punggung So Min yang menghilang dari kejauhan.

Joong Ki memainkan jemarinya dalam diam. Tidak berniat menjawab ucapan Ae Ri mengingat wanita itulah yang memulai topik.

"Haish, ini salahmu. Kenapa kamu meminjamkan jasmu padaku, huh? Ini, ambillah!" sergah Ae Ri buru-buru melemparkan di pangkuannya pada Joong Ki seolah benda itu pembawa sial.

Joong Ki mendelik. Hampir saja dia menumpahkan isi cangkirnya karena perilaku Ae Ri. "Kenapa kamu menyalahkanku, padahal kamu sendiri yang memulainya."

Ae Ri menggaruk rambutnya yang tidak gatal. "Ah, benar-benar! Terserah, aku harus segera pergi dari sini sebelum dicap sebagai perusak hubungan orang lain." Ae Ri bangkit dari kursinya dan melangkah menuju meja bar. Mengatakan bahwa dia akan membawa pulang minumannya sebelum akhirnya gegas menuruni anak tangga.

Mata Joong Ki hampir tak bisa dibuat berkedip karenanya. Pria itu menatap tangga di sudut ruangan tak habis pikir.

Menghela napas panjang, Joong Ki memutuskan untuk mengenakan jasnya dengan tenang.

"Oh, di mana Ae Ri-ssi?" tanya So Min tiba-tiba. Wanita itu mendadak muncul dan mengagetkan Joong Ki yang sedang sibuk merapikan lengan pakaian.

"Ah, dia harus pergi karena urusan penting," jawab Joong Ki berusaha kalem.

Wanita berambut hazel itu mengangguk, lalu bersiap mengambil posisi duduk. Sampai pandangannya teralihkan pada atasa yang kini Joong Ki kenakan.

Berdeham pelan, So Min kembali membuka suara, "Sepertinya dia mengembalikannya padamu."

Terhenyak, Joong Ki mengangguk sekilas. "Ya, dia tidak ingin kamu salah paham."

So Min tersenyum miring. "Sebenarnya aku ingin mendengarnya langsung darimu."

Gerakan tangan Joong Ki lagi-lagi terhenti. Pria itu urung menyesap lattenya dan memilih merespons ucapan So Min. "Mendengar apa?" tanyanya sambil menatap penasaran pada So Min.

"Semuanya. Penjelasan soal jas itu, atau mungkin soal yang lain."

***

"Hei, apa kamu cemburu?" Joong Ki menjadi semakin gemas karena So Min bersikap dingin tidak seperti biasanya. Wanita itu tampak lebih banyak diam saat keduanya berjalan di sekitar sungai Han sekembalinya dari Fabs Café. Keduanya memang sudah berencana meluangkan sedikit waktu untuk menikmati pemandangan sungai Han di malam hari.

So Min menggeleng. "Aku tidak senaif itu, Joong Ki-ssi," ujarnya mulai malas karena Joong Ki tampak berbeda dari biasanya.

Pria bernetra legam itu tiba-tiba menghentikan langkah. "So Min-ssi. Bisakah kamu mengatakan semua isi pikiranmu padaku tanpa harus takut soal pandangan naif atau tidak?"

So Min ikut menghentikan langkah. "Apa maksudmu? Aku sudah bilang kalau aku tidak senaif itu. Dan ya, aku sedikit cemburu, tapi hanya sebentar setelah aku menyadari kalau alasanmu melakukan itu karena sikap peduli."

Alis Joong Ki berkerut. "Kalau begitu, kenapa kamu bersikap aneh semenjak bertemu dengan Ae Ri? Bukankah itu artinya kamu cemburu?"

So Min menutup matanya dalam. Berusaha menahan diri untuk tidak berbicara kasar mengingat dirinya sudah berubah. "Joong Ki-ssi, aku sedang tidak ingin berdebat. Jadi, bisakah kita bersikap seolah tidak terjadi apa-apa?" Tangan So Min terjulur. Isyarat agar Joong Ki menggandengnya. Pria berambut hitam itu mendesah singkat, lalu balas menerima uluran tersebut. Keduanya kini berjalan beriringan dengan angin malam Seoul di penghujung musim.

Lama keduanya terdiam, Joong Ki akhirnya bersuara. "Aku tidak tahu apa yang salah denganku akhir-akhir ini. Beberapa jadwal yang sudah kususun sempurna berantakan. Tapi semua itu tidak lebih buruk dari sikapku yang mulai aneh," gumam Joong Ki menatap kosong jalanan di depan. Langkah kakinya melambat karena harus menyesuaikan langkah kecil Jung So Min yang ia gandeng.

Kedua alis So Min terangkat. Netra sendunya melirik separuh wajah Joong Ki dari samping. "Apa itu hal buruk?" tanya wanita itu setengah berbisik. Membuat kerutan di dahi Joong Ki menjadi jelas. "Aku tidak tahu. Tapi, itu sedikit benar."

"Apa itu karena aku?" tanya So Min menelan ludah. Mulai merasa pesimis.

Joong Ki tersenyum miring. Sengaja menghentikan langkahnya untuk menatap wajah bulat So Min secara utuh. Tangan bebasnya tanpa sadar mencubit pipi wanita itu pelan. "Tentu saja tidak. Memilihmu menjadi pasanganku adalah keputusan terbaik yang pernah aku ambil."

Wajah So Min bersemu. "Kenapa kamu memilihku?"

Joong Ki mengerjap. Menurunkan tangannya segera dan memasukkannya ke dalam saku celana. Menghela napas sejenak, pria itu mengedarkan pandangan ke sekeliling. "Entahlah."

Sorot mata So Min meredup. "Yaa, setidaknya jawablah dengan lebih romantis."

Joong Ki terkekeh pelan. "Memang seperti apa jawaban romantis itu?" tanya pria itu penasaran.

So Min tersenyum miring. Menghela napas sejenak, lalu mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Sengaja meniru sikap Joong Ki tadi. "Entahlah," desahnya setengah mengejek. Berhasil membuat Joong Ki mengacak rambut So Min gemas.

Mereka berdua tertawa.

"Kalau begitu, kamu ingin aku menjawab bagaimana?"

So Min tersenyum pahit. "Sesuatu seperti ... cinta?"

Joong Ki tertawa. Tawa yang sayangnya membuat So Min tidak senang melihatnya.

"Apakah sekarang masih zaman cinta? Bahkan kata itu tidak ada di kamusku," ujar pria itu seraya mengusap ujung matanya yang berair.

***

Bersambung

(1000 kata)

Fabs CaféTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang