10. Bukan

47 17 3
                                    

Matahari mulai tumbang di ufuk barat. Di saat pengunjung di Fabs Café datang silih berganti, Joong Ki masih setia di mejanya. Memesan latte panas setelah menghabiskan yang sebelumnya.

Sekembalinya dari toilet, pria itu mendapati Min Ji tengah sibuk membersihkan pecahan kaca di lantai. Tak jauh darinya, berdiri So Min yang tengah sibuk melayani pengunjung yang terkena tumpahan americano.

Joong Ki menghela napas mengingat kejadian beberapa menit lalu. Sebenarnya, dia sudah berniat untuk pulang karena tidak kuat melihat kekacauan tersebut. Namun, Ae Ri lebih dulu menelponnya, bilang akan datang menemuinya di Fabs Café untuk membicarakan soal calon partner pestanya minggu depan.

"Yaa! Joong Ki-ssi! Apa kamu sudah gila? Mengatainya tidak sopan?"

Joong Ki mendongak. Kedua alisnya terangkat. "Kamu datang untuk mengomel?"

Ae Ri mendengkus kasar. "Ah, lupakan. Percuma kesal padamu." Kedua bola matanya memutar malas. Wanita itu mengalah dan memilih duduk.

Joong Ki meraih cangkirnya. Menyesap latte-nya kalem. "Apa kamu tidak ada teman yang lebih memenuhi kriteria? Dia berpakaian sangat terbuka, dan sikapnya buruk."

Jemari lentik Ae Ri menyisir anak rambutnya ke belakang. "Itu terserah kamu mau mengatainya bagaimana, asal jangan langsung di depannya!"

Bahu pria itu terangkat acuh. "Aku malas basa-basi. Carikan aku orang yang lebih baik darinya. Dan pastinya, memenuhi kriteria."

"Yaa! Di mana sopan santunmu? Aku mau menolongmu tanpa pamrih, tapi kenapa kamu malah tidak tahu diri?" bentak wanita itu kesal.

"Apa perlu kupesankan segelas cappucino agar kamu tidak merasa terbebani?"

"Haish, anak ini benar-benar ...," gerutu Ae Ri takjub.

Joong Ki tak bisa menahan dirinya untuk tidak tersenyum. Pria itu mengangkat tangannya memanggil pelayan.

Tidak sampai lima detik, So Min datang dengan langkah tergopoh-gopoh. "Ya, ada yang bisa saya bantu?"

Tangan Joong Ki turun perlahan. "Apa kamu masih diizinkan melayani pengunjung sementara kamu baru saja membuat kekacauan?"

Mata So Min terbelalak. Ia menelan ludah. "Kak Eun, maksudku, salah satu karyawan kami sedang berganti shift. Jadi aku turun tangan untuk sementara." Lidah perempuan itu tiba-tiba terasa aneh ketika membalas ucapan Joong Ki dengan bahasa non-formal. Beginikah rasanya menjadi lebih dekat? Batinnya.

"Baiklah, aku mau pesan cappucino dingin ukuran besar."

So Min mengangguk. "Baik, satu cappucino dingin ukuran besar akan segera kami antar."

Brak!

Ae Ri menatap penuh selidik pada pria di hadapannya. Baru saja telapak tangannya menggebrak meja cukup keras hingga berhasil menumpahkan sedikit minuman milik Joong Ki ke atas meja. Dengan sigap, pemuda itu mengeluarkan tisu dari saku celananya, lalu mengelap tumpahan kopinya cepat."

"Astaga, lihat pria ini. Sejak kapan kamu membawa tisu di celana jeans-mu?" Ae Ri menatap Joong Ki setengah tak percaya.

"Apa maksudmu? Tentu saja ini adalah barang wajib semua orang. Dan berhentilah bersikap heboh. Itu membuatku pusing."

"Pft, apa ini? Aku sekarang lebih merasa curiga dengan hubunganmu dengan pelayan itu. Sejak kapan kalian akrab? Dan tak mungkin telingamu itu tidak mendengar bahasanya yang non-formal padamu," celoteh Ae Ri penuh pertanyaan.

"Bukan urusanmu."

Alis wanita itu terangkat sebelah.

"Satu cappucino dingin sudah siap." So Min tiba dengan membawa segelas besar minuman dingin di nampan. Meletakkannya dengan hati-hati di meja.

"Kamu benar-benar menyuapku dengan ini?" Mata tajam Ae Ri berkedip. Ia menahan tawa.

"Saya permisi." So Min segera balik badan. Mau ditepis berapa kalipun, mereka berdua memang benar-benar cocok.

"Tunggu!" cegah Ae Ri sambil beranjak berdiri. Ia melangkah mendekat pada So Min yang akhirnya terpaku di tempat.

"Ya?"

"Namaku Lim Ae Ri. Siapa namamu?"

Sodoran tangan wanita berambut panjang itu mau tak mau dibalas oleh So Min. "Jung So Min," balasnya seraya menunjuk name tag di dada.

"Berapa usiamu?"

"Tiga puluh dua?"

"Apa kamu tertarik pada pria itu?" Ae Ri menunjuk Joong Ki yang menatap mereka berdua bingung.

So Min sontak menggeleng. Ia terkejut bukan main saat kekasih pria idamannya itu tiba-tiba bertanya demikian.

"A-apa maksud Anda?" Apa dia marah karena aku berbicara sok akrab dengan kekasihnya?

Ae Ri tertawa. "Tolong santai saja. Aku hanya ingin menawarimu sesuatu. Apa kamu mau menjadi partner pria itu di pesta ulang tahun kakeknya?"

"Ae Ri-Ssi! Hentikan!" Joong Ki menatap wanita itu kesal. Ia sampai bangkit dari kursinya demi mencegah wanita itu berbicara lebih banyak.

"Kamu tahu, dia itu pria kolot. Sampai-sampai keluarganya khawatir dia tidak akan menikah. Jadi, apa kamu tertarik untuk menolongnya? Tenang saja, aku akan membalas kebaikanmu." Ae Ri seolah tuli. Wanita itu malah menarik lengan So Min agar mendekat ke meja.

"Ae Ri, kamu gila? Jangan libatkan orang lain untuk urusan seperti ini."

"Aku tidak gila. Lagipula, dari tadi kamu menatap ke arahnya. Seperti perkiraanku, dia memenuhi kriteria keluargamu. Oh, mungkin lebih tepatnya kriteriamu. Imut dan seksi," tangkas Ae Ri.

Joong Ki menghela napas kasar. "Hentikan. So Min-ssi, Tolong jangan dengarkan ucapan dia."

"So Min-ssi, dengarkan aku. Aku benar-benar butuh bantuanmu soal ini. Apa kamu tertarik?"

So Min mendadak cengo. Ia tidak tahu apa tujuan yang sebenarnya kedua pasangan itu saat membicarakan soal dirinya. "Maafkan saya, Nona Ae Ri. Tapi saya tidak tertarik menjadi partner orang yang sudah memiliki pasangan."

"Pasangan? Apa maksudmu?"

Joong Ki mendadak kalap. Ia mengusap wajahnya yang kebas.

"Bukankah kalian berkencan?"

"Apa!"

Tamat sudah, desah Joong Ki berkacak pinggang.

Tawa Ae Ri pecah saat itu juga. Beberapa pasang mata mulai menatap ke arah mereka karena penasaran. Beberapa ada yang terganggu.

"Astaga. Maafkan aku, haha ... tapi pria aneh ini bukanlah kekasihku. Siapa yang mengatakan lelucon itu padamu?" Ae Ri menutup mulutnya. Mulai berusaha menahan tawa.

Dagu So Min yang masih terbungkus kasa putih itu menunjuk Joong Ki ragu.

"Joong Ki? Yang benar saja!" Ae Ri kembali tergelak.

Di sisi lain, Joong Ki kembali duduk di kursinya. Berusaha menenangkan diri dari sikap frontal mantan kekasihnya.

"Jadi, kalian bukan kekasih?" So Min berusaha memastikan. Tatapan matanya tertuju pada Joong Ki yang mulai gelisah.

"Tentu saja bukan! Aku ini hanya mantannya."

"Maafkan aku sudah berbohong padamu."

Air muka So Min mendadak suram. Emosinya memuncak. "Terima kasih atas tawarannya, Nona Ae Ri. Tapi saya tetap menolak. Kalau begitu, permisi," pamitnya seraya balik badan.

Joong Ki menghela napas. Tatapan tajam So Min berhasil membuatnya merasa bersalah.

"Joong Ki-ssi. Kamu benar-benar sudah gila." Ae Ri bergumam sinis.

***

Bersambung

(1008 kata)


Fabs CaféTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang