45. Masa Lalu

35 13 0
                                    

"Apa mauku?" Tae San memasang senyum menyebalkan. So Min bahkan hampir muntah melihatnya.

"Mauku adalah menjadikanmu milikku, Nuna," lanjut pria itu seraya menyentuh dagu So Min.

So Min melirik sekitar. Tidak banyak pengunjung malam ini. Wanita itu segera menepis tangan Tae San dan mengemasi barang-barangnya, lalu melangkah pergi dengan cepat.

"Yaa! Nuna sayang!"

Kaki So Min terus melangkah di sepanjang trotoar. Setidaknya lalu lalang orang di sekitar membuatnya merasa aman. Walau hal itu hanya berlaku sebentar sampai Tae San berhasil menyeret wanita itu menuju salah satu gang di dekat restoran ayam.

"Lepaskan aku, sialan!"

Tae San tertawa. Dengan kasar melepaskan tangan So Min dan mendorongnya ke tembok. "Katakan, kenapa kamu sangat berani datang lagi ke Seosan?" desis Tae San dengan tatapan melotot. "Dan kau sama sekali tidak berubah ya, Nunaku sayang? Mulut kotormu itu sama sekali tidak bisa dibersihkan rupanya. Apa perlu aku menciummu agar menjadi kembali suci?"

So Min menatap Tae San benci. Mata cokelatnya berkilat-kilat di bawah cahaya lampu jalanan yang redup. "Tutup mulutmu, berengsek. Dan aku datang ke tempat ini karena memang di sini tempat asalku, sialan! Apa kau mau balas dendam padaku, hah!?" Percuma menyembunyikan semuanya. So Min, walau dalam hatinya yang terdalam merasa takut pada sosok Tae San yang kemungkinan besar akan membongkar jati dirinya, wanita itu merasa percuma untuk bersembunyi. Itulah sebabnya juga So Min memberanikan diri untuk kembali ke Chungnam walau kemungkinan besar akan bertemu kembali dengan Tae San. Pria yang sudah membuatnya gila sepuluh tahun silam.

Tae San tersenyum sinis. Menangkup rahang So Min kasar. "Yaa, dengarkan aku wanita jalang, uang yang di bawa kabur Park Jun waktu  itu, apa dia tidak mengembalikannya padamu, hah!?"

So Min balas tersenyum sinis. "Kau berharap uang itu benar-benar akan kembali? Lagipula kau mencurinya. Tidak, maksudku, kita mencurinya. Setidaknya gunakan akal sehatmu, jika uang itu ada pada kita, para polisi itu pasti sudah menangkap kita sejak awal!"

"Jadi itukah sebabnya kau mencoba membunuhku waktu itu, jalang sialan!"

So Min menutup matanya. Bersiap menerima pukulan.

"Hei, jaga perilakumu, Tuan," suara Liu berhasil membuat So Min membuka mata.

"Liu Te!"

"Lepaskan aku, dasar bocah!" Tae San mencoba melepaskan lengannya dari cengkeraman pemuda itu.

"So Min-ssi, kamu baik-baik saja?" Liu menoleh pada So Min yang terlihat masih terkejut.

"Terry Liu! Bagaimana keadaan So Min-ssi?"

Mata So Min terbelakak. Suara Song Joong Ki membuatnya tambah terkejut. Ia menatap Liu menuntut.

"Ah, dia menelponku," ujar Liu seraya mengangkat ponselnya. Terlihat gawainya menyala berpendar. Darinya keluar suara Joong Ki yang berkali-kali menanyakan keadaan So Min.

"Lepaskan aku———ARGHHH!" Tangan Tae San dipelintir. Liu dengan santai menyerahkan ponselnya pada So Min dan menyuruh wanita itu pergi.

"Serahkan sisanya padaku." Liu tersenyum sekilas seraya menunjukkan lengannya yang berotot.

So Min mengangguk. Ia segera berlarian menjauh dengan pandangan tak lepas dari mereka berdua.

"So Min-ssi, apa kamu baik-baik saja?" Suara Joong Ki menginterupsi.

So Min tersadar. Segera menjawab, "A-aku baik-baik saja."

"Apa kamu terluka?!"

Berusaha mengatur napas yang kian ngos-ngosan, So Min kembali menjawab, "Tidak. A-aku hanya sedikit takut."

"Bagaimana dengan Liu? Apa dia baik-baik saja?"

So Min menoleh ke arah dua orang yang kini sibuk berkelahi. "Ya, dia punya sabuk hitam taekwondo. Sementara Tae San hanya pecundang, ah, ma-maksudku, dia sama sekali tidak pandai berkelahi," jelas So Min merutuki dirinya sendiri.

"Segeralah pulang. Aku akan tiba di Seosan tidak lama lagi."

"A-apa?! Yaa, kenapa kamu harus ke sini?" So Min tampak kalap. Di saat yang bersamaan, Liu berjalan gontai ke arah So Min. Jauh di belakangnya, terlihat Tae San yang berlarian kabur.

"Nuna, Maksudku, So Min-ssi, jangan khawatir, orang itu tidak akan mendekati kamu lagi," ungkap Liu meringis menahan sakit di ujung bibirnya yang sobek.

So Min menyeringai ngeri. "Kamu baik-baik saja?"

Liu mengangguk. "Ayo kembali, So Min-ssi." Tangannya lebih dulu menuntun punggung So Min agar bergegas meninggalkan gang tersebut. Terlihat ekspresi Liu berusaha menahan rasa kecewa.

***

Joong Ki menelan ludah. Ia merasa diabaikan. Namun, di sisi lain pria itu merasa aneh dengan dirinya sendiri setelah mendengar percakapan So Min dan Tae San sebelum Liu memutuskan untuk melerai.

Setelah mengetahui So Min tidak baik-baik saja, pria itu segera menghubungi Liu dan meminta tolong padanya agar mencari keberadaan So Min yang kemungkinan besar tidak jauh dari restoran ayam.

Di saat yang sama pula, pria itu dengan buru-buru menyambar jaket dan dompetnya lalu turun dan mengendarai mobilnya menuju provinsi Chungnam seorang diri. Pria itu sengaja menyuruh Terry Liu agar tetap menyalakan telepon selama mencari keberadaan So Min. Sayangnya, Liu tidak langsung melerai mereka berdua ketika berhasil menemukannya.

Pemuda itu memilih untuk bersembunyi dan mendengarkan percakapan keduanya. Tentu saja semua itu juga bisa Joong Ki dengar lewat telepon.

Joong Ki mengusap wajahnya yang kebas. Membelokkan setir ketika melewati persimpangan, lalu melepaskan earphone-nya kesal.

Di sisi lain pria itu tidak hanya merasa cemas. Namun, juga kecewa, kesal, dan marah.

So Min yang selama ini ia kenal, sangat berbeda dengan So Min yang baruan ia dengar. Sejak di Itaewon, tepatnya saat wanita berambut hazel itu bercerita soal masa lalunya dengan Park Jun, Joong Ki sudah merasa ada yang tidak beres.  Walau sudah berkali-kali menepis, kenyataan bahwa So Min tidak seperti yang ia pikirkan benar-benar menamparnya.

"Apa yang harus kulakukan," gumam Joong Ki frustrasi. Pria itu menghentikan mobilnya tepat saat lampu merah menyala.

Sejak mendengar percakapan Tae San dan So Min, pria bernetra legam itu sudah berniat untuk putar balik. Namun, entah kenapa saat mendengar wanita itu akan diserang, Joong Ki tidak bisa menahan rasa khawatir yang memenuhi pikirannya.

Joong Ki memukul setir. Sedikit ada rasa penyesalan karena mau melanjutkan perjalanan ini.

Drrt ....

Joong Ki terhenyak. Lampu hijau menyala, begitu juga dengan ponselnya. Dengan sekali ketuk, pria itu mengangkat panggilan. Membiarkan benda itu tergeletak di sisinya, sementara kakinya menginjak pedal gas.

"Yeoboseyo?"

"Yeoboseyo, Joong Ki-ssi."

Joong Ki bisa merasakan jantungnya berdegup cepat. Bukan karena perasaan cinta atau semacamnya, tetapi karena ia merasa asing dengan suara So Min yang terdengar aneh di telinganya.

"Ya, So Min-ssi. Apa kamu sudah sampai di restoran?x

"Ya, aku sudah sampai."

Joong Ki menghela napas. Melirik gawainya sekilas. "Baguslah, sebentar lagi aku akan sampai."

***

Bersambung

(1024)


Fabs CaféTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang