-000-

20 8 1
                                    

Seorang lelaki yang tengah duduk di meja bar memainkan ponselnya bosan. Di depannya sudah ada segelas bir yang sudah habis setengah. Satu temannya berada di dance floor satunya lagi sedang di toilet. Jadi ia sendirian di meja bar itu.

Hingga ia merasakan ada tangan yang menelusup ke dadanya. Memeluknya dari belakang dengan dagu yang menempel di bahunya. Sebenarnya ia sudah biasa mendapat perlakuan seperti ini dari wanita-wanita seksi yang berada di kelab langganannya dan teman-temannya.

"Lo nggak mau ke dance floor, Rel?" tanya perempuan itu yang kini sudah beralih duduk di sampingnya. Lebih baik begitu.

"Nggak, lagi males."

"Kalau sama gue mau?" tanya perempuan itu lagi.

"Nggak Rani, makasih."

Perempuan yang dipanggil Rani itu pun mengerucutkan bibirnya. Ia sangat ingin mendekati Farel tapi kenapa lelaki itu selalu menolak. Sudah hampir satu tahun ini dia mendekati lelaki itu tapi hasilnya sama saja. Lelaki itu sama sekali tak menggubris dirinya.

"Oke, kalau mau ke dance floor panggil gue."

Setelah mendapat anggukan persetujuan dari Farel perempuan itu pun segera pergi meninggalkan Farel dengan kesendiriannya lagi. Tidak, sampai Farel melihat ponselnya yang berbunyi karena ada notifikasi.

"Ran, temenin gue ke dance floor."

Rani yang mendapat ajakan itu segera mengembangkan senyumnya. Ia mengulurkan tangannya meminta untuk disambut oleh Farel. Setelah menerima sambutan dari Farel, Rani segera menarik lelaki itu masuk ke dance floor.

Kebetulan musik yang berkumandang adalah musik slow yang romantis. Yang lebih enak untuk dansa dengan pasangan. Tangan Farel mulai melingkar di pinggang Rani, begitu pula dengan tangan Rani yang melingkar di leher Farel.

Kening mereka menyatu, tubuh mereka berlenggak lenggok menyesuaikan irama musik yang terdengar. Entah karena terlalu larut dengan musik atau apa Rani memajukan wajahnya. Farel yang awalnya tak merasakan apa-apa mulai membuka matanya.

Matanya membulat seketika melihat Rani yang memajukan wajahnya padanya seolah akan menciumnya. Tapi dengan cepat Farel menyadarkan perempuan itu sebelum berbuat jauh padanya.

"Ran, cukup temenin gue, nggak lebih."

Rani segera membuka matanya dan memandang Farel di depannya. Kenapa dia tidak mau? Padahal semua lelaki pasti menginginkan hal apapun yang ada pada dirinya. Farel berbeda itu sebabnya Rani menyukai lelaki itu.

Dengan segera Farel melepaskan lingkaran tangannya di pinggang Rani. Hal itu juga yang membuat Rani melepas lingkaran tangannya di leher Farel dengan sangat tidak rela. Setelahnya Farel meninggalkan Rani sendirian di dance floor. Ia memilih berada di meja bar daripada harus berada di dance floor yang akan membuatnya melakukan kesalahan.

Tiba di meja bar Farel dikejutkan dengan keberadaan kedua temannya. Sejak kapan mereka sudah ada disana? Kenapa temannya seperti hantu? Datang dengan sendirinya tanpa ia ketahui.

"Tumben lo mau ke dance floor? Sama Rani lagi," ucap salah satu dari mereka.

"Lagi ada masalah sama bokap lo nih pasti?" tebak yang satunya.

"Kalian berdua sotoy." acuh Farel yang memilih duduk di tengah keduanya.

"Njir, enak tuh. Keluar yok! Cari soto!" Farel dengan segera memukul pelan kepala teman di samping kanannya.

"Nggak usah, bercanda deh lo. Bercandaan lo garing, Sat."

Lelaki yang di ejek tadi berdecak tak suka dengan respon Farel. Kalau saja bukan teman sudah ia hajar habis-habisan disini.

"Kenapa lagi sih, Rel? Bokap lo lagi?" tanya lelaki di samping kirinya.

"Ya kaya biasanya lah, Lang. Lo tahu sendiri kebiasaan bokap gue."

"Ya udah, ayo pulang udah disuruh pulang orang rumah nih," ucap lelaki di samping kanan Farel.

"Ya udah ayo, kalau gue kelamaan di kelab yang ada gue dimarahin sama bebeb Killa."

"Najis anjir!" ucap Farel dan Satria bersamaan.

-AQUARIUS-

"Kemana saja kamu?"

Suara itu dengan merdunya menembus telinga Farel yang baru saja masuk ke dalam rumah. Farel memutar kepalanya menatap seseorang yang duduk di ruang tamu dengan cangkir yang ia pegang. Farel memilih tidak menjawab.

"Berani kamu tidak menjawab pertanyaan Papa?!"

Ya, seseorang itu adalah Papanya. Katakanlah Farel anak yang durhaka karena tidak menjawab pertanyaan orangtuanya. Tapi Farel lelah jika dia sudah menjawab pertanyaan Papanya maka Farel tidak berhenti berbicara dan berteriak kepada Papanya.

"Papa mau apa?" tanya Farel pada akhirnya.

"Jawab pertanyaan Papa tadi. Darimana saja kamu?"

"Farel? Farel pergi main lah Pa. Capek di rumah terus belajar, di les belajar, terus di sekolah juga belajar. Farel capek, Pa."

"Itu memang sudah tugas kamu sebagai pelajar."

"Tapi nggak harus paksa Farel untuk belajar. Farel cari pelarian dengan main di kelab, apalagi yang bisa Farel lakuin."

"Apa? Kamu ke kelab?"

"Iya, kenapa emangnya? Nggak boleh? Dengar ya, Pa, Farel udah besar. Farel bukan lagi anak kecil yang nggak boleh kemana-mana dan harus minta izin dulu sama orangtua."

Lihat Farel bahkan sudah akan berdebat panjang dengan Papanya. Rahang Reno mengeras, wajahnya merah padam menahan amarah yang siap meledak.

"Kenapa? Papa marah karena aku ke kelab. Apa salahnya sih, Pa? Farel capek pagi, siang, sore, malem harus belajar terus menerus nonstop. Farel capek, Pa. Papa itu sekarang berubah, cuman karena bocah ingusan itu—"

Plak!

Tamparan keras melayang ke pipi kiri Farel. Sudut bibirnya sempat berdarah karena tamparan keras Papanya. Bercak merah telapak tangan berada di pipi putih nan mulus itu.

"Jaga mulut kamu! Dia itu adik kamu Farel! Kamu harus beri contoh yang baik buat dia!"

Farel mendongakkan kepalanya menatap sang Papa. Dengan tatapan mata yang tajam Farel segera pergi meninggalkan Papanya.

"Anak kurang ajar!" desis Reno menyeimbangkan nafasnya yang terburu-buru.

Farel membuka pintu kamarnya tergesa-gesa. Matanya berkaca-kaca mendapat perlakuan Papanya ini untuk yang pertama kalinya. Sebelumnya Papanya tak pernah melakukan hal ini padanya, hanya berdebat panjang seperti tadi sampai akhirnya Farel yang mengakhiri dengan ia yang pergi menuju kamarnya.

Setelah masuk ke dalam kamarnya Farel tak bisa menahan air matanya yang sudah bersiap untuk keluar. Farel menghapus air matanya kasar. Ia rasa tak ada gunanya menangisi seseorang seperti Papanya. Lebih baik ia tidur karena besok ia sudah kembali masuk sekolah sebagai murid kelas dua belas.

To Be Continue...
***

Yay! Ceritanya Farel udah up!

Adakah yang menunggu cerita si sadboy Farel?

Tetep pantengin cerita ini yaaa! Akan ada banyak kejutan di cerita ini. Maybe😂

(Follow ig : writersamatir)

Silakan beri komentar dan dukunganmu😊

Jangan sider loh ya. Farel gak suka pembaca yang sider😑

AQUARIUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang