"Rainita"

68 9 4
                                    

Note :
Bahasa nonbaku.
Authornya juga masih baru. Jadi mohon kritik dan sarannya yah..
Dan jika pada cerita ini kalian menemukan ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian, dll, mungkin hanya kesamaan secara tidak sengaja ya guys..

_Happy reading everyone_


_Happy reading everyone_

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Hmm.. Wangi air hujan. Really love this."

Ucap seorang wanita yang sedang duduk manis di sudut favoritnya yang semi out door, di sebuah coffee shop langganannya.

"Please deh Rain.. Kayak orang sakau aja kalo udah hujan turun." Ucap eseorang di hadapannya dengan tatapan heran.

Si wanita hanya tertawa geli mendengar komentar dari sahabatnya itu sembari menyeruput hot cappucino less sugar favoritnya.

"Wangi tanah yang basah setelah sekian lama gak kena air hujan itu, menenangkan tau gak sih lo." Jawabnya dengan senyuman jail.

"Ck.. Apaan sih ? Lebay ah. Setelah hati lu yang udah kayak mesin karatan, jangan bilang kalo otak lo juga ikutan berdebu deh sekarang." Jawab sahabatanya lagi dengan nada ketus.

Sengaja mengabaikan kalimat yang terlontar dari mulut sahabat kesayangannya itu, Rain menengadahkan tangannya melewati payung yang menutupi mereka dari rintikan air hujan yang tidak begitu deras.


-Rain POV-

Andai saja ada seseorang yang bisa kuajak untuk bermain air hujan bersama, dan membiarkan tubuh ini basah terkena air langit.

Aku bermonolog dalam diam seraya melihat jam tangan cokelat kesayanganku.

"OMG.. Gue lupa kalo ada meeting setengah jam lagi di kantor." Aku menepuk jidatku sendiri seraya mengingat janji meetingku.

Aku terpaksa bangun dari singgasanaku, membereskan beberapa barang dan mengembalikannya kedalam tas tanganku.

"Duh.. Emang kebi ya lo lupanya. Pake reminder dong Rain." Mema kembali berisik di sela - sela aku membereskan barang - barangku.

"Duh, bawelnya kumat deh. Waktu gue udah mepet banget ini. Tar gue telepon ya Mema sayang. Love you.."

Setelah memberi sedikit kecupan di pipi cabi Mema, aku segera pergi dengan langkah terburu - buru.

Memang aku adalah seorang yang cukup pelupa ketika sudah nongkrong di coffee shop milik Mema ini. Bukan karena coffee shop ini milik sahabatku. Tapi memang karena suasana disini selalu bisa membuatku merasa nyaman dan betah.

Aku memiliki tempat duduk favorit ketika datang kesini. Meja yang berada di bagian garden luar dengan payung besar yang menutupi bagian atasnya. Pemandangan yang menuju ke arah taman bunga yang dirawat dengan baik langsung oleh Mema, juga membuatku selalu ingin terus menerus berada di tempat ini.

Tidak jarang ketika aku mengatakan pada Mema bahwa aku akan mampir kesini, meja ini selalu di khususkan untukku. Entah bagaimana cara Mema ataupun karyawannya bisa saja menghandle dan membuatku selalu bisa duduk di tempat ini.

Mema memang sahabat terbaikku. Entah apapun itu, aku akan selalu menceritakannya pada Mema. Pekerjaan hingga hubungan percintaanku yang entah kapan terakhir kali aku merasakannya pun, Mema selalu tahu.
Bahkan sampai ke inci dari tubuhku pun dia juga sudah hafal.

Kenapa bisa seintim itu ??
Hmm.. Itu karena aku dan Mema bukan baru mengenal satu atau dua tahun saja. Tetapi karena kami sudah saling mengenal sejak sekolah menengah pertama, hingga sekarang Mema akan prepare untuk memiliki anak kedua.

Ahh aku hampir lupa memperkenalkan diriku..

Namaku Rainita Sarasputri Purnawan, biasa di panggil Rain.
Umurku 30 tahun beberapa hari yang lalu. Single dan sangat bahagia dengan kesendirianku. Aku bersyukur karena berada dalam satu keluarga yang cukup berada dengan kedua orangtua dan adik laki - laki ku yg masih sehat dan utuh.

Berbeda dengan Mema yang sudah kehilangan sang ayah ketika duduk di bangku kuliah karena penyakit yang sudah cukup lama di derita beliau.
Mema juga berbeda denganku. Dia sudah menikah dan memiliki seorang putri ketika dia berusia 26 tahun. Putrinya saat ini sudah tumbuh dengan cantik dan sudah siap dengan kelahiran adik pertamanya.

Sedangkan aku, justru sangat tidak peduli tentang gunjingan - gunjingan yang terlontar dari banyak orang yang tidak mengerti dengan apa yang aku rasakan.
Terkecuali kedua orang tuaku yang entah terlalu baik, karena tidak pernah menuntut cepat - cepat ingin memiliki seorang menantu dan cucu.

Bohong jika aku tidak memikirkan perasaan mereka. Dan bagaimana bisa aku tidak kepikiran, jika mengingat usia mereka yang sudah mulai menua. Dan juga kesehatan ibuku yang agak sedikit memburuk setelah di fonis atas penyakit jantungnya beberapa tahun yang lalu.

Andika Sarasputri Purnawan. Beliau biasa di panggil Bunda oleh sepupu - sepupu hingga beberapa orang terdekat kami lainnya. "Bude Andika", disingkat menjadi bunda.

Hehe..
Entah sejak kapan panggilan itu tersemat. Tapi aku suka, karena menjadi mudah untuk diingat.

Aku bersyukur karena saat ini kondisi ibu sudah jauh membaik, setidaknya 2 tahun belakangan ini. Dengan rutin check up, berolahraga dan mengurangi cukup banyaknya kegiatan sehari - hari. Kami, yaitu ayah, aku, dan adikku tidak pernah membiarkan ibu melakukan pekerjaan sulit dan berat.

Karena ibu sangat suka bercocok tanam, akhirnya aku memberikan sedikit lahan yang kubeli di belakang rumah khusus untuk ibu menanam dan merawat berbagai banyak bunga - bunga cantik untuk sekedar mengisi waktu luang, agar beliau tidak bosan.

Ayahku, Rudi Purnawan.
Pemilik tunggal dari Purnawan Company, yang menaungi beberapa perusahaan. Seperti periklanan, hingga firma hukum pun menjadi salah satu anak dari perusahaan yang memang dimiliki oleh keluarga Purnawan. Maklum, ayahku adalah anak tunggal dari Boerdi Purnawan dan Rumiyati. Kedua almarhum eyangku.

Beruntungnya aku karena tidak pernah di minta apalagi di paksa untuk mengurusi perusahaan ayah.
Itu karena ayah tahu bahwa aku memiliki minat tersendiri dalam bidang lain yang tidak ada di bagian dari perusahaan ayah.
Alhasil, adikku lah yang di percaya ayah dan memang dengan suka rela mau untuk mengurus perusahaan setelah mendapat gelar master nya beberapa bulan lagi.

Namanya adalah Rausyan Purnawan Putra. Kami sebagai keluarga inti selalu memanggilnya dengan panggilan sayang. Yaitu, Ochan. Ochan dan aku berbeda 3 tahun saja.
Ochan sangat dekat dengan ibu. Bahkan hingga sekarang pun dia masih suka glayutan dan manja pada ibu. Anak ibu banget deh pokoknya.

Sejak Ochan menuntut ilmu di Cambrigde University untuk menyelesaikan S2 nya, rumah terasa sepi. Dia hanya akan pulang setahun sekali, dan menghabiskan waktunya yang lebih banyak di berikan untuk kami keluarga kecilnya. Aku senang, karena Ochan sangat amat mencintai keluarganya. Nasya sang pacar pun selalu mengalah dan mampir kerumah kami dari pada menghabiskan waktu di luar ketika Ochan pulang.

Walaupun kami jauh, Ochan tidak pernah absen untuk menghubungi kami hampir setiap hari. Walaupun just say hello dan menyampaikan beberapa kata saja.
Dia juga tidak pernah menolak dan justru exited ketika aku menceritakan keluh kesahku padanya yang memakan waktu hampir berjam - jam untuk mengajaknya video call.

Rasanya sudah tak sabar menunggu Ochan lulus dan kembali kerumah ini lagi. Tinggal ujian akhirnya selesai dan wisuda. Ingin sekali menjailinya lagi seperti yang biasa kulakukan dulu.

I miss you so bad Ochan..



















Perkenalan dulu ya guys. Semoga suka..
Jangan lupa klik bintang dan diisi kolom komentarnya, guna membuat authornya semangat mengupgrade cerita "Rain to Rain".

Ah iya dan kalo ada kritik dan sarannya boleh banget, karena authornya masih baruu ruuu🤭🤭

With love,
_Kurnia Dee_

Rain for Rain (On Hold)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang