Chapter 10

2 0 0
                                    

Drama surat palsu itupun selesai dengan damai. Tidak ada adegan penangkapan oleh pihak berwajib sampai menimbulkan drama khas berita kriminal, semuanya berakhir dengan damai dan kekeluargaan. Akhirnya pihak kelurahan memilih untuk memaafkan tindakan sang pelaku, namun dengan 'kontrak' yang diajukan oleh sang lurah.

Pelaku tersebut harus membuat surat pernyataan jika dia tidak akan berbuat seperti itu lagi di atas materai. Tidak hanya itu, semua bukti difoto -- termasuk dengan wajah pelaku dan kartu identitasnya -- dan yang bersangkutan harus menyampaikan permohonan maaf secara lisan pada kelurahan dan Bhabinkamtibmas. Tak lupa, permohonan maaf itu direkam dan disimpan bersama dengan foto-foto itu. Meski selesai secara kekeluargaan, para pegawai menyadari jika lurah itu tidak mungkin melepaskan pelaku begitu saja.

"Te-terima kasih pak!" seru pria itu sedikit gagap. Dia pun bersalaman dengan semua pegawai dan menunduk berulang-ulang setelah menyadari kekhilafannya itu.

"Iya pak, jangan diulangi lagi yah. Kalo terulang lagi, kami sudah punya bukti ini lho." ujar Ardi. Pria itu mengangguk dengan kikuk dan segera keluar dari kelurahan. Drama itupun tuntas dengan akhir yang damai.

"Uuuuuh selesai...." gumam Timothy sambil duduk di kursi tamu dengan lunglai. Aldiana pun ikut duduk di sebelah Timothy dan merasakan lelah yang sama. Sementara itu, Tirta dan Surya masih menunjukkan ekspresi serius di wajah mereka.

"Ini pertama kalinya yah, pak lurah." gumam Tirta disertai anggukan dari Surya.

"Yah, seumur-umur bekerja disini, baru kali ini dapat kasus begini. Aku jadi kebayang, dia nyambi jadi calo di setiap kantor di tempat tinggalnya waktu itu." kata Surya sambil memijit pangkal hidungnya.

"Sepertinya begitu." timpal Ardi lagi. "Kalo dari yang saya dengar dari rekan di kabupaten, pelayanan di beberapa kantor memang tidak begitu kondusif. Alasannya beragam, dimulai dari jarak kantor dan rumah warga yang terlalu jauh dan alur pelayanan yang lama. Jadinya banyak warga yang meminta tolong pada seseorang yang mereka kenal atau ketua RT/RW agar mendapatkan berkas administrasi yang mereka mau--"

"--dan sudah pasti akan ada 'hadiah terima kasih' jika sudah selesai?" potong Surya. Polisi itu menggelengkan kepala.

"Lebih dari itu, pak lurah. Malahan mereka menjelaskan biaya yang diperlukan dalam melakukan administrasi itu sejak awal, padahal belum tentu dikenakan biaya administrasi di kantornya."

"Haaah? Itu jadi kayak pungli dong?" ujar Timothy terkejut dan disambut dengan anggukan mantap dari Ardi.

"Yaaah, secara gak langsung seperti itu. Warga-warga gak menyadari hal seperti itu, yang mereka ketahui hanyalah surat itu selesai dengan cepat. Semakin cepat, semakin besar biayanya."

Seluruh penghuni ruangan itu terdiam cukup lama. Selain karena terkejut dengan kenyataan yang mereka dengar, mereka juga cukup lelah karena kejadian barusan. Padahal hanya duduk bersama sembari bercakap-cakap, namun atmosfer yang begitu kelam dan intens membuat mereka lelah. Akhirnya lurah muda itu bangkit dari duduknya dan memegang ponselnya.

"Pak, mau kemana?" tanya Timothy spontan.

"Aku mau pesan makanan. Mau disamain aja pesanannya atau beda? Kalo beda, coba tanya yang lainnya juga." jawab Surya sambil menatap Timothy.

"Aku akan tanya yang lain deh kalo gitu." kata Aldiana sambil berjalan keluar ruangan. Beberapa menit berlalu, Aldiana kembali bersama Bu Eneng yang begitu antusias.

"He? Kenapa bu?" tanya Surya yang heran dengan ekspresi Bu Eneng itu. Yang ditanya hanya terkekeh pelan.

"Beliin mekdi aja! Ntar ibu yang bayar!"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 20, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Aldiana - The Stories -Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang