Chapter 3

5 0 0
                                    

Seminggu telah berlalu, kini Aldiana mulai terbiasa dengan rutinitasnya di kelurahan. Berangkat pagi, briefing setiap jam 7, melayani warga, dan hal-hal lain bersama dengan para pegawai. Meskipun begitu, kenangannya di kantor lamanya tetap membayanginya saat ini. Setiap kegiatan disana, pasti teringat dengan kantor lamanya. Ah sudahlah, mungkin karena disini baru sebentar, gumam Aldiana sambil menyemangati dirinya sendiri.

Apel pagi baru saja selesai dan Aldiana bersiap untuk kembali ke kantor kelurahan yang jaraknya tidak begitu jauh dari kecamatan. Setelah berjalan kaki sebentar, akhirnya gadis itu sampai di kantor kelurahan. Begitu masuk ke dalam ruangan pelayanan, dirinya dikejutkan dengan kehadiran seseorang yang tengah duduk sambil memperhatikan layar komputer di meja pelayanan.

"Ah!" seru Aldiana spontan dan membuat orang itu berpaling pada gadis itu. Saat kedua mata saling bertemu, Aldiana menyadari jika orang itu adalah pemuda yang bertemu dengannya di minimarket beberapa hari yang lalu! Keringat dingin langsung mengalir karena dugaannya saat itu benar.

"Oh! Mbak yang kemarin?" tanyanya sambil tersenyum. "Ternyata kerja disini juga?"

"Ah, uhm..., anu, saya pegawai baru pindahan dari pemprov Jawa Barat. Nama saya Aldiana Candra Praditha." kata Aldiana dengan kikuk. "Maaf soal waktu itu..."

"Maaf kenapa?"

"Ehm, saya telat menyadari jika bapak adalah lurah disini."

Pemuda itu menatap Aldiana cukup lama. Di saat itulah, dia mempersilakan gadis itu untuk duduk di kursi yang posisinya tepat di depannya. Aldiana menuruti permintaannya dan duduk di depan pemuda itu. Kini posisi mereka hanya terhalangi oleh meja pelayanan saja.

"Itu bukan hal yang salah kok." lanjutnya sambil menyodorkan satu tangannya di depan Aldiana. "Mari berkenalan, namaku Surya Arkananta. Lebih baik kamu mengenali seseorang secara langsung kan, mbak Aldi?"

Aldiana mengangguk kikuk. Meskipun lawan bicaranya sedang tersenyum padanya, gadis itu tetap merasa canggung. Entah karena perasaan bersalah, atau karena Surya memanggilnya dengan sebutan 'mbak', padahal gadis itu lebih muda darinya. Di saat seperti itu, beberapa pegawai masuk ke dalam ruangan dan mengetahui jika Surya dan Aldiana sudah berada disana.

"Ohooooo, pak lurah sudah pulang!" seru Timothy dengan nada ceria. Saat dibilang begitu, Surya langsung berdiri dari kursinya dan menghampiri para pegawai serta menyalaminya satu per satu. Suasana pun mendadak seperti sebuah reuni dadakan di dalam ruangan pelayanan itu.

"Gimana diklatnya, pak?" tanya Bu Eneng basa-basi. Surya hanya tersenyum kecil sebagai respon atas pertanyaan itu.

"Yah, lumayan bu. Udah lulus aja bersyukur banget."

"Katanya pak lurah ini nilainya tertinggi di diklat ya? Keren banget!" seru Timothy penuh semangat. Aldiana yang mendengar pernyataan Timothy tidak bisa menyembunyikan perasaan herannya sekaligus kagum. Lurah itu mendapatkan nilai tertinggi? Sudah muda, cerdas pula, gumam Aldiana dalam hati.

"Yah, itu sebuah penghargaan aja, dek. Tapi makasih atas pujiannya." ujar Surya merendah. Di saat itulah, Tirta menepuk bahu lurahnya itu sambil melirik ke arah Aldiana.

"Sur, kamu udah kenalan sama Aldiana?" tanya Tirta.

"Udah. Sejak beberapa hari yang lalu."

"Hah?"

Surya hanya tersenyum tanpa merespon ungkapan Tirta barusan. Dia pun memanggil Aldiana yang terdiam seribu bahasa di dekat kursinya, "Mbak Aldi..."

"Ya, pak Surya?"

"Moga kita bisa bekerjasama dengan baik ya."

Gadis itu langsung merasakan sensasi panas di kedua pipinya saat melihat senyuman Surya. Dia pun menganggukkan kepala dengan kikuk dan langsung bergerak menuju kursinya sendiri. Tanpa sepengetahuan para pegawai, kedua tangan gadis itu menepuk-nepuk pipinya pelan, berharap jika pikiran campur aduk di kepalanya itu segera menghilang.

Aldiana - The Stories -Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang