Chapter 6

4 0 0
                                    

Pagi ini Aldiana membawa arsip dokumen kepegawaian ke kantornya. Bukan yang asli pastinya, namun hasil fotokopi dikarenakan Tirta dan bagian kepegawaian kecamatan sudah mengingatkan gadis itu untuk membuat arsip miliknya sendiri. Karena itulah, gadis itu datang ke kecamatan dengan membawa file besar berwarna hitam berjumlah dua buah -- satu untuk kecamatan, satu untuk di kelurahan.

"Oh, neng Aldiana! Mau ketemu Pak Wanda?" tanya seorang tenaga honorer yang bertugas sebagai petugas pelayanan di kecamatan ketika melihat gadis itu membawa file miliknya.

"Iya nih. Mau ngasih arsip kepegawaian doang." jawab Aldiana singkat.

"Pak Wanda ada di dalam kok."

Begitu sudah dikonfirmasi oleh petugas tadi, Aldiana langsung masuk ke ruangan kepegawaian. Disana dia melihat seseorang yang dicari saat ini, sang kasubbag kepegawaian kecamatan bernama Pak Wanda.

"Ini arsipnya saya pak..." kata Aldiana sambil memberikan file miliknya di atas meja. Sang pemilik meja hanya mengangguk sembari mengecek kelengkapan arsip kepegawaian milik Aldiana.

"Nanti arsipnya ditaruh di kelurahan juga ya." pesan Pak Wanda. "Lapor ke seklurnya."

"Siap." jawab Aldiana singkat. Setelah pamit, dia pun berjalan menuju kelurahan dengan berjalan kaki. Beruntung kantor kelurahannya tidak begitu jauh dengan kecamatan, jadinya Aldiana hanya cukup berjalan kaki jika ada keperluan disana. Sesampainya di kelurahan, Aldiana bertemu dengan Surya dan juga seorang wanita yang tengah mengobrol di dekat pintu masuk.

"Pagi pak..." sapa Aldiana singkat. Yang disapa langsung menoleh ke arah gadis itu dan tersenyum. Dia pun menghentikan langkah Aldiana dan mengarahkannya pada wanita itu.

"Ini Ketua PKK Kelurahan Karamat dan juga istrinya seklur. Namanya Azel." kata Surya memperkenalkan wanita berambut coklat gelap itu. Aldiana menatap wanita itu dengan setengah tidak percaya. Rambut coklat gelap yang dijepit ke belakang, kulit kuning langsat, penampilan kasual yang memberikan kesan sederhana namun tetap modis. Tubuhnya juga tinggi semampai seperti dirinya juga membuat Aldiana tidak yakin jika yang bersangkutan berasal dari kota ini.

"Namaku Azel." kata Azel singkat dan melempar senyum kecil. Aldiana menyambutnya dengan garis senyum yang sama dan saling bersalaman dengannya.

"Aldiana." ujar Aldiana memperkenalkan dirinya. "Bisa dipanggil Aldi juga, hehe."

"Nanti kalo ada kegiatan PKK ataupun Posyandu, Bu Azel pasti akan ikut mendampingi. Jadi kalo ada pertanyaan seputar dua itu, tanya saja padanya." kata Surya lagi. Sesaat matanya melirik ke arah file yang dibawa oleh Aldiana.

"Itu apa?" tanyanya lagi.

"Ehm, ini arsip kepegawaian punyaku." jawab Aldiana sambil tersenyum. "Pak seklur udah datang kan ya?"

Surya mengenyitkan alis dan menggaruk dagunya. "Hm, dia lagi gak enak badan. Jadinya nggak masuk."

"Heeeeee, gitu ya?" ekspresi Aldiana tampak kecewa ketika mengetahui orang yang akan ditemui malah tidak masuk kerja. Lalu bagaimana dengan arsipnya? Apakah nanti akan ditaruh di mejanya saja?, begitu pikirnya.

"Kenapa? Mau ngasih arsip?" tanya Surya lagi ketika melihat ekspresi Aldiana yang muram. Gadis itu mengangguk pelan sebagai respon.

"Nanti taruh aja di mejanya. Ruangannya gak dikunci kok." kata Surya singkat. Aldiana kembali mengangguk dan berjalan ke ruangan sekretaris lurah. Begitu masuk ke dalam, Aldiana melihat meja seniornya dan menaruh file miliknya disana.

BRUK!

Ketika file diletakkan di atas meja, sebuah map berwarna abu-abu terjatuh akibat tersenggol oleh tangannya Aldiana. Gadis itu menunduk untuk mengambil map dan membereskan berkas-berkas yang tercecer disana. Dia pun melihat tiap lembarannya dan menyadari sesuatu.

Aldiana - The Stories -Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang