Chapter 8

2 0 0
                                    

"Suh, aku baru lulus tes masuk program S2 di Unpad lho!"

Aldiana mengangguk sembari tersenyum kecut ketika Syifa memberitahunya via telepon. Ada jeda beberapa menit sebelum akhirnya gadis itu menanggapinya, "Wah, selamat ya, sasuh! Keren uy bisa masuk!"

"Heheheh, makasih! Aku berusaha buat belajar sebelum ujian meski kerjaan numpuk!" ujar Syifa sambil terkekeh. "Zaman sekarang tuh, kuliah cuman sampe S1 belum cukup kalo buat kerja."

"Hmmmm iya juga ya." Aldiana mengangguk pelan sebagai respon. "Kalo di PNS, pangkat kita bakalan stuck kalo nggak ngelanjutin sekolah. Nah, nanti buat izin ke bos gimana tuh? Kan sibuk kerja."

"Minta izin belajar aja, suh! Kan Unpad sama kantorku gak gitu jauh, bisa dah kerja dulu lalu disambi kuliah di jam-jam tertentu. Lalu, gimana denganmu?"

"Hm? Apanya?" tanya Aldiana lagi.

"Udah ada rencana buat lanjut kuliah?"

"Belum." jawab Aldiana singkat. "Aku belum kepikiran."

"Gimana kalo daftar di kampusku saja? Biar kita sekampus lagi! Heheheh!"

"Yaaah, minta doanya aja deh, suh." balas Aldiana sebelum akhirnya menyadari sesuatu. "Oh iya, aku mau kerja dulu ya. Ada kerjaan dulu nih."

"Oooooh oke, met kerja ya, sasuh! Nanti kita lanjut via chat!"

Aldiana langsung menutup teleponnya dan ekspresinya berubah drastis: dari ceria menjadi murung. Sebenarnya gadis itu mulai merasa tidak enak sejak tadi, namun dia berusaha untuk menyembunyikan perasaannya. Di lubuk hati yang terdalam, Aldiana merasa dirinya sedikit minder dengan sasuhnya itu.

Dia saja sudah mulai kuliah, kamu kapan? Begitu pemikiran Aldiana saat ini. Dia teringat ketika dirinya masih bekerja di pemerintah provinsi, tepatnya ketika dia berencana untuk mencari beasiswa untuk kuliah S2 setelah diangkat jadi PNS. Kampusnya di sekitar Bandung Raya atau di Jakarta, yang penting perguruan tinggi negeri -- begitu sedikit gambaran dari tujuan Aldiana saat itu. Alasannya simpel, Aldiana tidak ingin membebani keuangan keluarganya dengan biaya kuliah yang cukup banyak.

Namun begitu pindah ke Sukabumi, Aldiana mulai melupakan rencana itu perlahan. Dia hanya memikirkan bagaimana caranya agar bisa hidup dan bekerja dengan baik di tanah rantauan ini. Aldiana baru bekerja beberapa bulan, bahkan mungkin sudah setengah tahun disini. Rencana itu akhirnya diingatkan oleh sasuhnya sendiri.

Secepat kilat, gadis itu mengecek situs perguruan tinggi negeri yang menjadi tujuannya dengan ponsel pintarnya. Hanya beberapa menit sesudahnya, dia menghela napas panjang. Beberapa kampus tujuannya sudah menutup pendaftaran program S2, bahkan sudah pengumuman tes dan memulai kelas perdananya. Dilihatnya kalender di ruangan staf, ternyata sekarang sudah bulan September. Pantas saja kenapa sasuhnya menceritakan hal itu padanya.

"Bu Aldi!"

Suara familiar itu mengejutkannya yang tengah serius dengan ponselnya. Ternyata di depannya sudah ada Surya dengan ekspresi datar dan melipat tangannya di dada. Aldiana langsung bergidik seakan-akan ada aura mengerikan di balik ekspresinya itu.

"Barusan saya panggil, kok gak respon. Ternyata sedang sibuk chatting ya." ucapnya sedatar ekspresinya. Para pegawai lain hanya saling berpandangan tanpa bersuara sementara Aldiana langsung menciut.

"Ma-maaf pak..." ucap Aldiana dengan volume suara kecil lalu menunduk dan menaruh ponselnya di meja. Karena layarnya masih menyala, Surya melihat laman perguruan tinggi di ponsel itu secara tidak sengaja.

"Begini, ada tugas untukmu. Ikut saya ke ruangan pak seklur." kata Surya mantap. Aldiana pun bangkit dari kursinya dengan sigap dan mulai berjalan mengikuti pimpinannya itu ke ruangan yang dimaksud.

Aldiana - The Stories -Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang