Jung Jeno. Remaja itu menunduk di depan sebuah pintu. Di lorong apartemen hampir tengah malam.
Siang tadi suasana berubah kacau. Dirinya mengaku hilang kesadaran sampai berani menghajar Jaemin sedemikian rupa. Kalau waktu bisa diulang, Jeno akan membiarkan Jaemin memukulnya tanpa membalas. Namun, Jeno sadar betul semua tak akan menjadi serumit ini jika Jaemin tak memojokkan Ryujin.
Anggap saja Jeno pilih kasih, tapi tanggung jawabnya besar. Ada harapan sang papa agar dirinya selalu menempatkan Ryujin ssbagai prioritas pertama.
"Ryujin mirip Mama, setiap kali Papa melihat Ryujin menangis Papa selalu ingat Mama."
Jeno awalnya tidak mengerti dengan ucapan Jaehyun saat itu. Dia hanya kesal karena Ryujin selalu dibela oleh Jaehyun sampai ketika dia mengetahui sesuatu.
"Papa sering bikin Mama nangis." Tiba-tiba Jaehyun duduk di sampingnya. Mereka baru saja terlibat perdebatan hebat sore itu, sehingga Jeno memutuskan pergi dari rumah. Dan di sini sekarang, remaja itu duduk di bangku taman tak jauh dari rumahnya sedang memandangi langit yang bertaburan bintang.
"Jadi... setiap Papa lihat Ryujin menangis, hati Papa ikut hancur. Dulu saat Mama kalian masih ada, Papa gak pernah berusaha buat hapus air mata Mama."
Jeno tentu saja diam mendengarkan ayahnya bercerita. Diam-diam dia mengepalkan tangan, menahan gejolak tak terima dengan apa yang dilakukan oleh Jaehyun pada Rosé dulu.
"Sekarang... Papa gak punya kesempatan itu." Jaehyun menjeda ucapannya. Dari suara parau yang Jeno dengar Jaehyun seperti sedang menahan isakan.
Hangat menyapa puncak tangan Jeno, di sana Jaehyun mencoba mengurai kepalan keras jemarinya. "Jeno pasti marah, Papa gak akan minta Jeno maafin Papa. Dosa Papa besar, tapi boleh kan Jeno bantu Papa jaga Ryujin?"
Jeno tetap mengunci bibirnya. Sekali pun dia kesal pada adiknya, Jeno juga seorang kakak yang akan selalu menjaga Ryujin apa pun yang terjadi.
"Tolong jaga Ryujin seperti Jeno ingin menjaga Mama, dia spesial buat Mama kalian."
Jeno mengingat dengan jelas malam itu, mengingat untuk pertama kali Jaehyun menangis di hadapannya. Saat itu dia sama sekali tidak mengeluarkan suara. Meski ada banyak kata yang ingin Jeno sampaikan, meski ada banyak rasa yang ingin Jeno berikan pada Jaehyun, tapi dirinya memilih bungkam dan membiarkan Jaehyun mengeluarkan isi hatinya. Jeno sama sekali tidak menyesal malam itu.
Hari ini Jeno kecewa pada dirinya sendiri. Dia terlalu terpaku untuk menjaga Ryujin sampai mengesampingkan Jaemin. Jeno pernah di posisi Jaemin, bahkan sangat memahami bagaimana rasanya dan sekarang justru dia yang menyakiti Jaemin dengan kegoisannya. Persis seperti apa yang Jaehyun lakukan padanya.
Jeno membulatkan mata saat pintu apartemen itu terbuka lebar sendirinya. Tak ada orang yang berdiri di dalam sana sedikit membuatnya takut.
"Oh, Jeno? Masuk aja!" Dari balik tembok kepala Johnny menyembul. Mata Jeno hampir keluar saat pria Suh itu kedapatan duduk melayang. Ah, seharusnya Jeno tidak heran dengan itu, dia pernah tak sengaja melihat Johnny mencopot kepalanya dan pria itu hanya terkikik tanpa dosa sambil berkata, "Saya meninggal dengan kepala yang terlepas dari badan."
KAMU SEDANG MEMBACA
49 Hari ke Masa Lalu
RomanceJeno, Jaemin dan Ryujin nekat menjelajahi waktu untuk bertemu Papa dan Mama mereka di masa lalu. Ada yang harus diperbaiki demi kebahagian mereka. Jaehyun dan Rosé tidak saling mengenal sebelum kedatangan 3 anak remaja yang mengaku sebagai anak mer...