[41] Perpisahan

42 4 7
                                    

Bayangan wajah Denisa yang kecewa, tidak hentinya memenuhi pikiran Arga. Tangisan Denisa seakan menelusup masuk ke gendang telinganya, membuat Arga seperti dikejar oleh rasa bersalahnya.

Arga tidak pernah ingkar. Dia datang ke tempat yang telah Wildan siapkan untuknya. Arga juga sempat melihat Denisa duduk di sebuah bangku, dengan memasang wajah cemas.

Sejujurnya Arga sangat ingin memperbaiki hubungannya dengan Denisa, dia mau semua kesalahpahaman menemui jalan keluarnya. Namun, wajah kecewa Denisa, membuat Arga ketakutan. Arga takut menjadi penyebab dari tangis Denisa, jika memaksakan dirinya untuk terus bersama perempuan itu.

Demi Denisa, Arga rela menjadi pengecut. Dia rela menyembunyikan diri dan lari dari masalah, hanya agar mereka dapat saling merenungi permasalahan yang ada. Arga pikir, itu jalan yang terbaik untuk sekarang. Karena dengan adanya sekat di antara mereka, sakit akan terus memupuk dan menunjukkan jalan mana yang harus mereka tempuh.

"Maaf," ucap Arga dengan lirih. Kemudian dia mengacak-acak rambutnya, seakan frustrasi atas hal yang sedang dilaluinya.

Menjadi dewasa begitu menakutkan untuk Arga. Dia harus memikirkan jalan terbaik, hingga tak sadar dia harus menyakiti untuk menemui ketenangan yang sejati. Jika dia masih sebatas anak SMA, mungkin memaksakan diri untuk terus bersama Denisa, akan menjadi jalan keluar terbaik. Akan tetapi, pola pikirnya kini telah terbentuk. Ketakutan Arga hanya satu, yakni jika dia dan Denisa belum benar-benar menemukan makna cinta, yang membuat badai akan lebih dahsyat menerjang hubungan mereka.

Arga ingin bahagia bersama Denisa, tanpa perlu terbayangi ketakutan yang akan datang. Dia ingin bersama Denisa, tanpa membuat Denisa tersiksa atas rasa cenburunya. Dan semua itu tidak dapat terjadi jika masih ada jarak yang lebar di antara mereka.

"Aku tahu aku akan kehilangan kamu, Sin, atas keegoisan ini. Namun, sikap kamu belakangan membuat aku takut. Bukan aku tidak mau mengambil risiko. Aku hanya tidak ingin menjadi luka yang berkepanjangan untuk kamu."

Arga berusaha memejamkan mata dan membuang jauh-jauh bayangan tentang Denisa. Meski sadar bahwa esok dia akan kehilangan Denisa, tetapi dia berusaha meneguhkan hati untuk menerima konsekuensi yang ada.

Sayangnya, sekuat apa pun Arga menghapus jejak Denisa di pikirannya, dia tetap tak mampu. Perasaan yang teramat dalam, membuat hati Arga tak tenang jika hubungannya bersama Denisa sedang tidak baik-baik saja. Arga gelisag dalam tidurnya, hingga membuat tubuhnya lemas.

"Tuhan, tolong bantu aku untuk melepaskannya. Demi dia," pinta Arga.

Tubuh Arga bergetar hebat ketika logikanya selalu memaksa untuk menjauh dari Denisa, sedangkan hatinya menunjukkan kebalikannya. Tanpa terasa, air mata mengalir deras dari kelopak mata Arga dan membuatnya menangis sejadi-jadinya.

Arga merasa tidak dapat melakukan ini, dia tidak sanggup hidup tanpa Denisa. Arga tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya jika tidak ada Denisa yang mewarnai hidupnya. Denisa terlalu berarti untuk Arga.

Logika Arga pada akhirnya menyerah. Laki-laki itu bangun dari kasur dan mengambil ponsel yang sengaja diamankannya. Arga mulai mencari kontak Denisa, matanya membulat ketika ada puluhan chat masuk dari Denisa.

Arga sontak memukul-mukuli kepalanya, dia merasa sangat bodoh sekarang. Bisa-bisanya dia menjauhkan dirinya dari Denisa, sedangkan Denisa terlihat sangat membutuhkannya.

Netra Arga mengamati setiap pesan yang Denisa kirimkan kepadanya. Pesan tersebut beragam, mulai dari permintaan maaf, konfirmasi pertemuan, penunjuk tempat Denisa berada, pertanyaan seputar keberadaan Arga, pertanyaan mengenai kabar Arga, hingga sebuah pesan suara yang belum Arga putar.

Bangish (Badboy Nangish)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang